hari-hari kenaifan itu dimulai
tatkala kita saling merasa sama satu dengan lainnya
_____
Cio mengantarku pulang tidak lama setelah kami menyanyikan lagu Say Something---lagu duet keempat---sebab nyamuk di sekitar danau mulai mengganas. Hujan turun tak lama setelah kami beranjak dari danau itu. Selayaknya adegan romansa dalam novel-novel fiksi yang aku baca. Kami pulang dengan iringan suara hujan yang jatuh ke atap mobil, harum parfum Cio yang menguar di dalam mobil, dan lagu Perfect milik Ed Sheeran yang diputar di radio.
Aku menyenderkan punggung, merilekskan semua ketegangan yang tak kunjung hilang. Melirik ke arah jendela, tanganku terulur untuk menuliskan sesuatu disana: aku suka. Senyum bahagia kucetak. Bila semua hal yang terjadi pada hari ini dapat aku taruh dalam bingkai, aku akan menaruhnya di ruang tamu rumah dan akan kujaga selayaknya barang bersejarah di museum. Namun, sayangnya hari ini hanya bisa aku kenang dalam kepalaku seorang.
"Ra," Cio memanggil setelah hampir lima belas menit.
"Hm?"
"Lu suka nongkrong di coffeeshop gitu nggak?"
"Suka. Sering malah sama Kenzie."
"Oh, oke."
Diam. Cio tidak lagi mengajukan pertanyaan tambahan ataupun membuka topik baru. Ia kembali menuangkan seluruh konsentrasinya pada jalanan ibukota yang lenggang.
"Kenapa?" tanyaku pada akhirnya.
"Eh?" Cio berdehem. Menggerak-gerakan bokongnya gusar selayaknya kucing yang ingin buang air besar. "Gue mau ngajak lu ke coffeeshop."
Aku menggigit bagian dalam pipiku, menahan mati-matian agar tidak berteriak heboh. Seperti Cio tadi, aku ikut berdehem pelan.
"Boleh."---diajak ke pelaminan juga boleh. "Kapan Cio?"
"Tapi coffeeshop-nya cukup jauh dari sini Ra."
"Seberapa jauh?"
"Di kota sebrang. Perbatasan sih."
"Oke."
Cio menoleh padaku sekilas. "Boleh, Ra?"
"Baru di kota sebrang, Cio. Di pulau sebrang juga gue mau hehe."
Cio tersenyum sumringah. "Oke, minggu depan bisa, Ra?"
"Bisa banget," jawabku kelewat excited.
Cio tertawa kecil. "Oke."
Setelahnya, Cio kembali diam.
Kadang aku kesal, kenapa ia tidak punya topik baru yang bisa ditanyakan kepadaku? Selalu saja aku yang memutar otak supaya percakapan kami terus berlanjut. Namun, dibanding dengan sikapnya tadi siang, Cio mulai tidak semangat setelah kami memutuskan untuk meninggalkan danau. Entah ia sedang ada masalah atau ia hanya lelah setelah seharian bermain bersamaku.
Pada akhirnya, kami hanya menghabiskan sisa waktu menuju rumahku dalam diam. Aku hampir jatuh tertidur saking heningnya suasana mobil. Bahkan setelah sampai, Cio tak banyak bicara, ia hanya berterimakasih dan segera melenggang pergi dari rumahku.
![](https://img.wattpad.com/cover/227657981-288-k624878.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
membulan
Jugendliteraturforme d'amour series #1 mem·bu·lan [v] menyerupai bulan; // Ada benang merah antara angkot, jodoh, dan plastik seperempat. Aira tahu akan hal itu, tapi ia tidak pernah tahu, akhir apa yang akan membawanya. // copyright © annisacahyanisurya, 2020