Apa kau tahu rasa yang hinggap di hatiku hari itu?
Sakit dan takut
Tapi kekecewaan lebih mendominasi
_____
Aku menyanyikan tiga lagu. Awalnya, aku hanya ingin menyanyikan Always Remember All This Way, tetapi Juno mendesakku untuk menyanyikan lagu Shallow dengan Cio. Tentu saja aku mau, kekompakan kami saat bernyanyi melebihi Lady Gaga dan Bradley Cooper di filmnya. Kemudian, seorang pengunjung memintaku untuk menyanyikan lagu Rumpang milik Nadin Amizah. Aku langsung menandaskan air mineral yang dibawakan Alex setelah menyanyikan ketiga lagu tersebut. Walau tenggorokanku terasa sakit, tetapi sorak dan tepuk tangan para pengunjung benar-benar menghiburku.
"Lo udah biasa manggung juga ya, Ra?" Alex bernyata setelah mengambilkan beberapa buah pastry.
Aku mengelap sisa air dengan punggung tangan. "Nggak, kok. Tadi nervous banget sebetulnya."
"Gue suka banget sama suara lo Aira." Juno meraih kedua tanganku, wajahnya kelihatan amat antusias. "Lo sering menang lomba nyanyi ya? Lo tuh harus ikut ajang pencarian bakat tau, Aira, suara lo tuh bagus dan khas banget---oh, atau lo tuh harus punya channel Youtube, gue yakin pasti laku keras!"
Kesan pertamaku terhadap Juno langsung berubah saat itu, Juno yang berwajah senga nan judes ternyata seorang yang antusias dan suka bercerita. Juno hampir mendominasi semua topik obrolan itu. Ia bercerita tentang sejarah awal ia menyukai K-Pop dan struggel-nya ketika ia mencoba fesyen Korea yang nyentrik. Ketiga temannya yang lain pun mendengarkan cerita itu dengan seksama, meski aku menduga ini bukan kali pertama Juno menceritakan hal tersebut. Mereka merespon dan tetap tersenyum mendengarkan cerita Juno. Sekarang aku tau, darimana sikap pengertian Cio itu berasal. Circle pertemanan yang sangat menghargai.
"Waktu itu gue takut banget sama Alex, soalnya dia tuh kekar banget badannya---seperti yang bisa lo liat, Ra." Aku melirik Alex yang tengah menyedot Matcha Latte. "Tapi, dia malah ngajak gue buat gabung ke band, padahal ya, Ra, waktu itu rambut gue warnanya biru agak nyentrik gitu. Ketika gue malu banget karena semua orang bully rambut gue, Bang Devan literally muji gaya rambut gue. Di situ, gue sayang banget sama tempat dan semua orang di sini."
Juno berbalik menghadap ketiga temannya, lantas membuat love sign. "Saranghae Oppa."
Ketiga temannya menatap remaja lelaki itu datar sambil menahan rasa ... jijik?
"Kita bisa tolerin cerita lo, tapi ngga love sign itu," Satria berujar datar.
"Yah, mereka emang gitu, Ra. Ngga mau nerima usul gue." Juno kembali bercerita.
"Hah kok jadi usul? Sejak kapan kita ngga terbuka sama usul lo?"
"Gue kan pernah usul buat nambahin koreografi pas perfom."
Kami berempat diam sampai beberapa detik ke depan. Sampai, Satria menghela nafas penuh sabar. "Kita ini band, Jen, bukan boyband."
"Tapi, kita kan boy!"
"Buatlah sana sendiri!" Satria habis kesabaran.
Jeno mengerucutkan bibir seraya memukul bahu Satria kencang. Aku tertawa kecil melihatnya. Beda banget sama mahluk freak barbar itu, batinku. Ah, aku jadi kangen dengan keempat temanku itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
membulan
Teen Fictionforme d'amour series #1 mem·bu·lan [v] menyerupai bulan; // Ada benang merah antara angkot, jodoh, dan plastik seperempat. Aira tahu akan hal itu, tapi ia tidak pernah tahu, akhir apa yang akan membawanya. // copyright © annisacahyanisurya, 2020