SUARA gemerecik hujan yang semakin deras ataupun tawa dari teman-temanku. Tidak satupun dari hal itu berhasil menghalau badai di kepala. Aku mencoba ikut tertawa terbahak ketika temanku melemparkan lelucon andalannya, tapi hatiku tetap terasa kosong dan perih. Kepalaku diisi satu pertanyaan: mengapa semesta mempertemukan kita?
"Jadi, kali ini kronologinya gimana, Ra?" Aku yang tengah mengaduk-aduk minumanku menoleh ke arah Gio, kemudian tersadar bahwa semua atensi tertuju padaku.
"Kronologi? Apa sih? Lagi mau main detektif-detektifan ceritanya?" tanyaku tak paham.
Gio menyedot minumannya, menggeleng singkat yang membuat kepalaku semakin pusing. "Kali ini lo kena ghosting? Atau crush lu malah jadian sama cewe lain? Lo lagi heartbreak kan?"
Aku tertawa kecil, "Hah? Apaan sih lo suka ngga jelas gitu ngomongnya." Aku mengaduk-aduk kasar minuman di gelasku, sesekali mencuri lirik ke arah keempat temanku.
"Tapi kalau diinget-inget ya Ra, dulu waktu crush lu jadian sama cewe lain, lu juga jadi sering ngajak kita nongkrong. Main malam, sampe diancem nggak boleh masuk rumah sama mama lu. Setelah tiga hari uring-uringan, akhirnya lu cerita kalau lu heartbreak." Alam mulai menimpali, membuat semua mata kembali tertuju dan menuntut jawab padaku.
"Just being honest." Jevin menyelipkan rokok di antara bibir, lantas menyulutnya dengan api. "Gue emang orang yang cuek," Jevin mulai menghisap rokoknya, kemudian menatapku dengan sorot yang tidak aku kenali—perasaan khawatir barangkali?— "Tapi bukan berati gue ngga peduli sama temen gue sendiri," lanjutnya.
Aku melipat kedua tangaku di atas meja, menjatuhkan kepalaku di atasnya. Tangis yang sudah kutahan sejak sore tadi seakan memaksa-maksa minta dikeluarkan. Nggak, nggak, gue ngga boleh nangis. Aku menghela nafas panjang.
"Mungkin kita ngga sepinter lu buat ngehibur, tapi kita bisa ngajak ribut dia sekarang juga." Kepalaku terangkat ketika Radit menggeser bangkunya untuk berdiri.
"Jangan macem-macem!" sergahku cepat. "Tolong."
"Oke. Kalo ngga mau kita macem-macem, cerita ke kita."
Aku menatap Gio sebentar, kemudian kembali menghela nafas panjang, mencoba menguatkan diri untuk tidak menangis. "Gue ketemu dia di awal bulan September. Jum'at pagi, beberapa jam sebelum ulangan matematika."[]
________________________________________
a/n : chap one will be post on next saturday ;)
sign
- anya -
KAMU SEDANG MEMBACA
membulan
Teen Fictionforme d'amour series #1 mem·bu·lan [v] menyerupai bulan; // Ada benang merah antara angkot, jodoh, dan plastik seperempat. Aira tahu akan hal itu, tapi ia tidak pernah tahu, akhir apa yang akan membawanya. // copyright © annisacahyanisurya, 2020