Benar
Tampaknya kau lebih cocok bersanding dengannya
Turut berbahagia
_____
"Yang bener Rainbow Cake," Jevin mengoreksi. "Handpone buat game doang ya lo pada? Punya WhatsApp ngga pernah baca dan bales chat orang."
Aku mengulir layar room chat group WhatsApp, kemudian berganti ke LINE, berganti ke WhatsApp lagi, tapi aku tak kunjung menemukan pesan Jevin yang mengatakan kalau Rainbow Cake adalah kue kesukaan Babeh Rojali.
"Kaga ada anjing." Radit mulai kesal karena habis disalahkan dan kini tengah mencari pesan yang membingungkan keberadaannya. "Ngibul ya lu?"
"Lilinnya mana?" Jevin langsung mengubah topik.
Radit yang terlanjur kesal mendorong bahu Jevin kelewat kencang. "Might my bad. It's not a good time to fight. Abis acara gue jabanin sampe malam sekalipun."
Senyum miring tercetak di wajah Radit, ia menepuk-nepuk pelan bahu Jevin. "Gue tunggu."
Lelah mendengar perdebatan yang tak kunjung usai sejak tadi dan kini malah melihat keributan, membuat aku berdecak kencang. "Udah deh. Lo pada berisik tau ngga?" Aku berkacak pinggang, melempar pelototan ke arah Jevin dan Radit. "Cuma perkara kue lo mau berantem. Babeh Jali bakal seneng-seneng aja kali. Radit, tolong dong sehari aja jangan emosian, jangan---"
Aku mengigit bibir, mengatupkan rahangku rapat-rapat. Radit bakal bete kalau aku malah menasehatinya lebih lanjut, Jevin juga akan lebih marah. Ini semua salah Cio yang tidak kunjung membalas pesanku! Atau sebetulnya cuma aku disini yang salah? Kugigit bibir bawahku. "Sorry keknya gue mau datang bulan deh."
Keheningan sempat tercipta diantara kami berempat, sampai alarm perut Alam yang berbunyi keras kembali mencairkan suasana. Atensi kami bertiga terfokus dan menontoninya berperilaku aneh.
"Sabar ya, anak-anak papa. Kita harus tunggu kedatangan Om Gio dulu." Alam berujar menjijikan sambil mengelus-elus perutnya yang buncit. "Apa? Kamu ngga suka Om Jevin dan Om Radit tengkar? Iya, nanti papa bilangin. Iya say---"
Jevin menonjok kecil perut Alam. "Geli tolol."
Alam mencebikan bibirnya.
Tak lama setelah itu, sebuah mobil Toyota Alphard berwarna hitam melaju pelan ke arah kami. Wajah sumringah Gio muncul setelah kaca mobil diturunkan setengahnya. "Halo rakyat jelata," sapa Gio kurang ajar. Omong-omong, aku, Radit, Alam, dan juga Jevin menunggu Gio di dekat pos satpam perumahan---alasannya, karena kata Jevin, Babeh Jali itu orang PD abis kalau bakal suprise-in sama anaknya, jadi beliau sudah bersiaga di depan rumahnya. Dengan kata lain, kita tidak bisa berkumpul di depan rumah Jevin. Yah, dek, dandanan lo luntur ini, keluhku dalam hati.
"Keknya enak ya Vin, kalo kita lempar batu mobilnya." Alam Sang Pencetus ide-ide cemerlang memberi saran.
"Good idea."
Radit, Jevin, dan Alam segera berbalik dan mencari batu sebesar mungkin. Sedangkan, Gio berseru panik menghentikan aksi anarkis kawan-kawannya yang mengancam keselamatan mobil dan dirinya dalam beberapa menit ke depan. "Gue bercanda."
"Segini cukup nih?" Alam bertanya sambil mengangkat batu sebesar telapak tangannya.
"Cukup lah buat mecahin kaca, terus ngebuat bocor kepala." Radit yang cukup berpengalaman dalam aksi-aksi anarkis menjawab lantang.
"Pak, saya turun disini aja. Bapak bawa belanjaannya ke depan rumah Jevin ya pak, tapi jangan dikeluarin dulu," kata Gio yang kemudian sesegera mungkin keluar dan membawa tote bag. "Cepetan pak pergi!" serunya panik.
KAMU SEDANG MEMBACA
membulan
Teen Fictionforme d'amour series #1 mem·bu·lan [v] menyerupai bulan; // Ada benang merah antara angkot, jodoh, dan plastik seperempat. Aira tahu akan hal itu, tapi ia tidak pernah tahu, akhir apa yang akan membawanya. // copyright © annisacahyanisurya, 2020