= angkot di awal september =

36 2 0
                                    

Pertemuan pertama kita sesingkat itu

Lucu sekali

____

Seperti pagi-pagi biasanya pada tahun itu, aku kembali bangun kesiangan. Mandi secepat capung, solat subuh ngga pake qunut, masukin buku ke dalam tas sambil pakai baju, dan menyiapkan sarapan serta bekal di waktu bersamaan, juga— "Mama kan udah bilang berkali-kali. Sehari sebelum sekolah itu nyiapin baju dan buku. Jadi besoknya ngga keburu-buru. Emang pada males sih jadi perempuan."—mendengarkan ocehan mama dedeh.

"Iya, Aira capek banget kemarin jadi langsung tidur," aku menjawab sembari memasukan kotak bekal ke dalam tas.

"Makanya belajar managing waktu. Walaupun capek ya dilawan! Anaknya amburadul banget sih. Dulu mama juga lebih sibuk dan capek tapi mama tetep bisa nyiapin segalanya. Kamu tuh emang ngga disiplin anaknya."

Aku selesai mengikat tali sepatu, lantas berdiri dan bercermin di jendela. "Iya, iya, salim mah," aku mengulurkan tangan, salim ke mama. Mama masih mencak-mencak dan ngedumel hal yang sama. Tak ingin telingaku malah menjadi berdarah, aku segera mengambil semua barang bawaan dan berlari, "Aku berangkat ya mah. Assalamualaikum."

Aduh, hidup.

Semenjak duduk di bangku sekolah menengah pertama, aku terbiasa sarapan di jalan. Bahkan dulu waktu SMP, aku sering sarapan nasi goreng di atas motor dalam perjalanan menuju sekolah. Karena kata mama sarapan itu penting sekali, supaya otak kita dapat nutrisi dan bisa menyerap pelajaran dengan baik (yah, meski aku masih tetap tidak pintar sih). Tapi sekarang, aku tidak seekstrim itu, karena transportasi yang kugunakan untuk menuju sekolah menengah atasku ialah angkot. Jadi, biasanya aku hanya sarapan dengan dua gorengan atau roti tawar yang kumasukan ke dalam plastik seperempat.

Aku tengah membaca buku matematika di pangkuanku sambil memakan roti ketika seorang lelaki jangkung masuk ke dalam angkot. Ia mengambil tempat duduk di pojok belakang, yang secara kebetulan tepat berada di depanku. Aku meliriknya. Ih, Gusti meni kasep pisan mukanya! Pasti berkah sholat subuh nih, batinku berseru kegirangan. Harap maklum, berteman dengan keempat teman lelaki dengan wajah pas-pasan dan bad attitude membuat aku selalu bersyukur apabila bertemu dengan mahluk-mahluk indah Tuhan. Lagipula, pemandangan langka juga ada cowo cakep mau naik angkot kaya gini.

Dalam perjalanan untungnya aku berhasil mempertahankan fokusku ke buku, dan setelah tiga puluh menit perjalanan, aku sampai di sekolah. Berlari-lari cepat karena Babeh Eman---penjaga sekolahku sudah bertengger manis di gerbang. "Ayo, cepet-cepet, udah masuk ini," teriaknya.

Aku mempercepat langkahku ketika menangkap sosok lelaki tinggi dengan tas yang familiar. "Jevin!"

Jevin menoleh sekilas, lantas melanjutkan perjalanannya seolah yang memanggilnya barusan adalah mahluk tak kasat mata. Tak menyerah, aku berlari ke arahnya. "Jevin Jevin Jevin Jevin Jevin."

"Anjing berisik, tau!"

"Lo tuh anjing."

"Masih pagi jangan nyari ribut."

"Makanya sapa balik gua juga kek kali-kali."

Jevin diam. Aku tersenyum singkat.

"Lo udah belajar, Jev?"

"Emangnya penting buat gue?"

membulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang