CHAPTER 7

5.6K 470 5
                                    

Hanara membuka pintu kamar milik putra bungsunya, obat dan bubur berada di nampan yang dibawanya.

"Dami, minum obat nak-"

Kosong, astaghfirullah hal'azim. Anaknya gak ada di kamar "Dami?" panggilnya lagi.

"Iya maaa" sebuah suara menyahut dari arah balkon kamar. Hanara segera membawa nampan itu ke balkon. Nampak Damian tengah duduk bersandar di sofa bulatnya.

Selimut membalut seluruh tubuh kecuali wajahnya "Kamu ngapain disin? Kok gak istirahat?" tanya Hanara sembari meletakan nampan itu di meja kecil di dekat mereka.

Damian diam, dia masih memandang ke arah jalan perkomplekan depan rumahnya. "Damian" sekali lagi Hanara memanggil.

"Mama..."

"Iya nak?"

"Dami..bisa sama-sama Queen terus kan?" lirihan sendu itu terdengar menyakitkan di telinga Hanara. Dia mengelus kepala putranya itu dan tersenyum lembut.

"Bisa kok, sampai kapanpun Queen itu tetap milik kamu. Dan dia akan selalu sama kamu" jawabnya.

Damian mengangguk, banyak sekali yang mengacaukan pikirannya. Walau berulang kali Damian menghalau semua agar tak kembali di ingat, tapi tetap saja.

"Dami..gamau pisah sama Queen.." bisiknya.

Hanara paham apa ketakutan yang Damian rasakan, Queenze terlalu sempurna jika disanding bersama Damian. Tapi mereka saling melengkapi dan hati mereka sudah terikat satu sama lain.

"Obatnya mama taruh sini ya. Jangan diluar terlalu lama, istirahat"

Damian mengangguk, dia masih memandangi jalan bahkan ketika Hanara sudah pergi dari balkon. Damian disini untuk menanti kepulangan Queenze.

Tumben lama pulangnya, biasanya jam 11 siang Queenze uda pulang. Tapi kini sampai jam 2 Queen tak kunjung pulang.

Mata Damian menyendu, helaan napas lesu terbentuk "Queen..aku cinta banget sama kamu.." bisiknya teramat pelan. Damian yakin Queenze tak bodoh untuk tau perasaanya.

Tapi..Damian ingin Queen menanyakan perasaan Damian, jangan hanya diam dan menerima semua perlakuan Damian.

Itu membuat Damian merasa jika Queenze tak pernah melawan dengan apa yang dia lakukan. Damian senang Queenze menerima semua perlakuannya, tapi..itu sedikit membosankan.

Tak ada perlawanan sama sekali.

Lama melamun, Damian tak menyadari motor sport yang berhenti di depan rumahnya. "Makasih ya Xander." ujar Queenze begitu turun dari motor Xander.

Xander tersenyum manis di balik maskernya, dia mengelus kepala Queenze lembut "Sama-sama ratunya aku. Mulai sekarang kita bakalan sering ketemu" kata Xander senang.

Dia mengelus pipi gembul Queenze "Kenapa gitu?" tanya Queenze heran, dia mengambil tangan Xander dari pipinya lalu menjauhkannya. Dia tak mau Damian salah paham tentang ini.

"Bisa dong, kan aku pindah ke sekolah kamu." jawab Xander bangga.

"Bukannya kamu sekolah di Amsterdam?"

Xander menggeleng pelan "Noooo, aku minta sama mama untuk sekolah di tempat kamu. Aku uda nurutin kemauan mama buat sekolah di luar negeri, sekarang giliran mama nurutin kemauan aku buat sekolah sama kamu" ujar Xander.

Queenze tak tau harus berkata apa, dia hanya bisa tersenyum lemah mendengarnya. Sekolah tak akan aman jika Xander dan Damian dijadikan satu.

"QUEEN!!" keduanya tersentak kaget saat teriakan penuh amarah itu terdengar. Queenze menoleh dengan cepat dan membulatkan matanya.

"Damian" Damian menatap tajam ke arah Xander, giginya sampai bergemelatuk saking emosinya dia saat ini. "Queenze, kesini, sekarang!!" perintah Damian langsung.

Queenze mengangguk, dia kembali menatap ke arah Xander "Aku duluan ya, makasih makanannya hari ini Xander" ujarnya, tanpa menunggu balasan Queenze segera berlari masuk ke rumah Damian.

Damian memandang Xander penuh keremehan "Mending lo pulang, dan satu lagi. Queen gak bakal jadi milik lo!" ucapnya dingin.

Xander mendengus, dia menggeleng pelan. Xander harus dewasa, Queenze tak suka lelaki kekanakan yang manja. Jadi biarkan saja lelaki manja itu bertindak semaunya.

Xander segera melajukan motornya, lebih baik dia pulang. Sudah cukup jalan-jalannya bersama Queenze hari ini.

Queenze masuk ke balkon, dia berjalan perlahan mendekati meja kecil di sudut balkon, lalu meletakan boba yang sudah dia janjikan.

Damian tak mau menatapnya sama sekali, dia sedang merajuk "Damian" panggil Queenze lembut.

Nampak punggung ringkih Damian bergetar, oh...dia nangis. Perlahan Queenze memeluk tubuh Damian dari belakang dan bersandar di bahunya.

"Damian, aku gak sengaja ketemu Xander sayang. Aku gak suka kok sama dia" Queenze berusaha memberikan penjelasan.

"Hiks.."

"Damian, kalau Damian masih mau nangis. Queen pamit pulang aja ya"

Gelengan ribut langsung terbentuk, Damian berbalik dan memeluk pinggang Queenze erat "Hiks..aku cuma gak suka.....
huhuuuuu....hiks..kamu jangan deket-deket Xander!"

Griit.

Damian menjambak rambut Queenze asal, tidak kuat tapi lumayan membuat Queenze meringis "Iya maaf"

"JANGAN ULANGI!!"

"Iya Damian"

Setelahnya Damian memeluk erat dan menciumi wajah Queenze "Maaf.."

"Gak papa kok"

Dan, yah. Begitulah


















Tbc

Mau ngaret ah.

My Childish Childhood [COMPLETE]✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang