04 : The Prophecy

70.2K 3.6K 41
                                    

                               WALAUPUN aku memaksa Vanilla, dia tetap tidak memberitahuku mengapa dulu aku tidak pernah melihatnya bersama Vanessa. Aku menyerah dan menghabiskan makananku dengan tidak berselera.

“soal sekolah berkubu ini…” bisik Daniel pelan dan sarat akan rasa penasaran.

Vanilla menengok ke kanan dan ke kiri, lalu mendekatkan tubuhnya ke arah kami yang juga mendekat.

“nanti… sepulang sekolah kita berkumpul di ruang bermain.” Bisik Vanilla.

“ruang bermain?” tanyaku bingung.

“ruang bermain itu tempat membaca, mengobrol, dan bercanda antar sesama siswa Royal Academy.” Jelas Vanessa.

Daniel dan Daniella mendengus, mereka pasti kesal karena kemarin aku benar – benar tidak memperhatikan Bibi Jane, apa peduliku. Kami berlima setuju atas usul Vanilla dan kembali menghabiskan sarapan.

Bel berdentang dan Vanilla menggiring kami menuju aula tengah untuk upacara. Aku mendapati seluruh siswa kecuali Dave, Vanilla dan Vanessa melihat kami dengan tatapan jijik, takut, dan heran.

“Vanilla.” Panggilku setelah upacara melelahkan itu selesai.

“ya?” tanyanya.

“kau sudah janji mengantarku ke ruangan kepala sekolah.” Todongku.

Dia menepuk jidatnya, seperti terlupa sesuatu, menggigit bibir bawahnya dengan tidak tenang.

“maaf tapi aku lupa… aku ada rapat OSIS.” Katanya penuh penyesalan.

“eh! Kau pengurus OSIS?” tanyaku tidak percaya.

“eh… em aku…”

“dia ketua OSIS.” Dave menyela.

Aku tak percaya, seorang Vanilla, gadis yang dulunya pemalu menjadi ratu sekolah! Oke, itu terlalu berlebihan tapi jabatan ketua OSIS itu kan membuat… seseorang menjadi beken?

“selamat, wah aku tidak menyangka lho.” Kataku girang.

“tapi tahun ini akan ada pergantian ketua OSIS dan lainnya Ress, mungkin saja kau diterima.” Kata Vanilla dengan santainya.

“hey kau tidak takut aku melengserkanmu dari jabatan ketua OSIS?” tanyaku bercanda.

“hahaha siapa takut.” Ucap Vanilla seraya membusungkan dadanya layaknya jendral angkatan udara.

Sekarang kami berenam sedang menuju area kelas 8, aku, Dave dan Vanilla berjalan di belakang Daniel,  Daniella dan Vanessa yang terlihat senang satu sama lainnya. Aku menghentikan langkahku, menepuk jidatku pelan seraya meringis.

“ah aku lupa, aku harus ke ruangan kepala sekolah atau mungkin bertemu Bibi Jane…” lirihku.

Vanilla sepertinya terlihat bersalah karena dia memilin jari – jarinya dan menggigit bibir bawahnya cukup keras.

“dan ini bukan salahmu Van.” Kataku, berusaha menghentikan aksinya memilin jarinya sendiri.

“aku akan mengantarmu.” Tawar Dave.

Aku tersenyum dan menggeleng pelan.

“aku bisa melakukannya sendiri.” Gugupku.

Aku melambaikan tangan kepada mereka dan cepat – cepat ke ruangan kepala sekolah. Sebenarnya tadi aku sudah menanyakan kelas kepada Daniel dan Daniella tapi mereka berdua berbeda kelas, Daniel 8C dan Daniella 8B, mereka sama sekali tidak tahu aku di kelas berapa karena mereka berfikir aku mendengarkan ucapan Bibi Jane yang memberitahu kelas kami.

Royal AcademyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang