29 : The Fact

38K 2.5K 14
                                    

Feather 23 (The Fact)

               Aku sama sekali tak punya ide kenapa Daniella terlihat begitu marah, sedih dan kecewa dalam waktu bersamaan. Aku juga tidak tahu apa aku  harus tahu jawaban sebenarnya atau tidak. Tapi yang pasti sekarang aku harus mengejar perempuan berambut pirang lembut itu, dia sepertinya sadar aku mengejarnya. Namun dia terus berlari.

               “Daniella, tunggu sebentar. Kenapa kau menangis?” tanyaku di sela – sela nafas yang terengah.

               Ah, akhirnya dia berhenti dan berbalik. Matanya sembab dan bibirnya melengkung ke bawah. Sekilas aku melihat di kedalaman matanya terpancar tekad yang kuat.

               “Teressa, aku keluar,” ucapnya pelan.

               Aku mengerutkan dahi bingung.

               “Keluar apa?”

               “Aku tidak mau berhubungan denganmu lagi, tidak juga ramalan sialan itu, juga Daniel, juga siapapun. Aku—aku benci sekali padamu!” raungnya keras, lalu dia berbalik dan meninggalkan aku yang masih terpaku dengan perkataannya.

               Daniella tidak mau berhubungan denganku lagi? Apa aku terlalu kotor baginya? Dia juga tidak mau tahu tentang ramalan 13 itu? Apa dia mau menerima begitu saja jika diantara kami ada yang mati? Dan Daniel, dia tidak ada hubungan apa – apa dengan semua ini yang terasa membingungkan.

               Aku merogoh saku rok seragam dan mengeluarkan kertas kusam itu, ramalan 13.

Tanggal 30 november 2011, salah satu dari mereka memilih untuk memisahkan kelompok dari keduanya.

 

               Aku menghembuskan nafas lelah, “ramalan itu benar.”

***

               Sesuai janjinya Daniella benar – benar tidak ingin berhubungan denganku lagi, dia seperti ditelan bumi. Aku tidak pernah menemukannya lagi dimanapun, jika aku ke kamar asramanya yang bersebelahan denganku Vanessa menggeleng tidak tahu dia kemana. Pagi ini aku ke kelasnya, tapi semua orang langsung mendorongku keluar dari sana. Sebenarnya dia kenapa? Dia membenciku, aku sepupu yang menyedihkan.

               “Kau masih memikirkan Daniella?” tanya Daniel dengan cemas saat kami berada di asramanya.

               Aku menatap matanya, kutahu dia juga khawatir pada Daniella sama sepertiku. Apalagi dia saudara kembarnya, aku tidak bisa membayangkan bagaimana Daniel frustasinya mencari Daniella dimana – mana. Jadi aku memaksakan senyum dan menepuk bahunya menenangkan.

               “Aku selalu memikirkannya, Dan. Jangan khawatir dia akan kembali,” jawabku.

               “Tapi...”

               “Aku yakin dia kembali,” ucapku tegas, Daniel menunduk dan tersenyum kecil.

Royal AcademyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang