22 : It's Show Time 2

42.3K 2.5K 36
                                    

               “Van, bagaimana jika terjadi sesuatu pada Daniel?” Tanya Teressa dengan nada was – was. Sudah sedari tadi mereka berdua duduk seperti orang kebingungan di pojok ruangan. Jika ia pergi, bisa saja Daniel datang ke aula dan mencarinya. Intinya jika dua orang saling mencari, tidak akan pernah bertemu. Jadi Teressa memilih menunggu Daniel datang.

               Vanilla menoleh ke arah Teressa, lalu menghela nafas. “Aku yakin dia tidak apa – apa. Dia lelaki dan bisa menjaga dirinya dengan baik. Kecuali...” Ucap Vanilla menggantung. “Kecuali apa?” Tanya Teressa cepat. “Kecuali dia berhadapan dengan lelaki yang kekuatannya lebih besar dari Daniel...”

               Suasana hening, hanya ada suara obrolan ringan dan tawa di ruangan bernuansa peatch. Nafas Teressa tercekat. Ketika ia ingin mengucapkan sesuatu entah apa, handphonenya berdering tanda pesan masuk. Keningnya berkerut ketika melihat private number mengirimnya pesan. Ia menatap Vanilla sebentar, yang ditatap malah kebingungan. “Pesan dari siapa?” Tanya Vanilla.

***

               Lantai kayu di dekat tangga berderit ketika ia menginjaknya, cukup untuk membuat Vanessa terkejut. Sudah berkali – kali ia menenangkan pikirannya tentang hal – hal aneh. Ruangan berdebu seperti jarang dibersihkan membuat ia menutup hidungnya dengan tangan. Ternyata tangga kayu ini berbentuk spiral. Warna kayunya sudah pudar seperti dimakan usia. Vanessa agak ragu untuk naik, karena sepertinya kayu yang ia injak rapuh. Ia selamat sampai ke lantai atas, membuat jantungnya berdetak kencang.

               Mata elangnya mulai meneliti setiap penjuru ruangan, perpustakaan tua ini sama saja seperti yang ada di bawah. Hanya saja ada bagian yang benar – benar membuatnya terfokus pada bagian itu saja. Bagian Terlarang. Vanessa berjalan mengendap – endap menuju bagian yang ada di bagian kanan pojok selasar buku – buku. Bau debu membuat nafasnya sedikit sesak. Keringat dingin keluar dari tubuhnya padahal udara sama sekali tidak panas. Adrenalinnya terpacu ketika ia mulai menyusuri buku – buku bagian terlarang. Sampai jari telunjuknya berhenti di buku ‘Rosaline Diary’ nama itu seperti tidak asing dalam ingatan Vanessa. Tetapi ia tidak dapat mengingat wajah maupun identitas seseorang bernama Rosaline. Ia mengambil buku itu menggunakan tangan kanannya yang bergetar, jantungnya berdetak kencang. Sedari tadi di bawah, ia sudah merasa diperhatikan seseorang. Entah orang atau makhluk tak kasat mata.

               Suara kertas bersinggungan dengan kertas lain ketika Vanessa membaca isinya dengan teliti. Tulisannya seperti tulisan anak kecil yang baru saja belajar menulis. Kadang ada kata yang salah. Meskipun begitu kata - kata yang ditulis, seperti anak itu memiliki otak yang sangat cerdas. Pada halaman terakhir, mungkin tulisan yang paling terselubung dari yang lainnya membuat kening Vanessa berkerut bingung.

***

                Raven terus berlari menyusuri lorong – lorong panjang, seperti tidak ada habisnya. Ia tidak memperdulikan apapun kecuali keselematan seseorang. Ia terus memanggil nama itu dengan perasaan kalut yang kentara. Sekarang ia benar – benar takut.

 

                “Teressa dimana kau?!” Ia berteriak lagi, nafasnya terengah dan bulir keringat keluar dari pori – pori tubuhnya. Sambil mengatur nafasnya ia berhenti sejenak. Sayup – sayup suara orang mengobrol di belakangnya terdengar. Secepat kilat ia menengok ke belakang, tapi suara itu terhalang oleh tembok yang menjulang tinggi dihadapannya. Suara Teressa dengan saudara tirinya…

Royal AcademyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang