15 : First Date

38.7K 2.6K 12
                                    

Jo tersenyum manis ke arahku, dia langsung melompat dengan mudahnya. Tinggal aku sendiri yang di atas dengan tangan gemetar.

"Jo... tolong." Kataku dengan suara yang bergetar.

Arus sungai yang sangat deras dan jembatan yang bergoyang - goyang membuat nyaliku semakin ciut. Jonathan menghela nafas berat dan merentangkan kedua tangannya ke depan seperti ingin menangkapku yang akan melompat ke arahnya.

"a--aku tidak sudi melompat di pelukanmu!" Seruku nyaring.

"terpaksa..." Dengan kuat dia menggoyang - goyangkan pagar tempatku berpijak. Aku hampir saja kehilangan keseimbangan kalau saja di sebelahku bukan tembok.

"Iya aku turun." Kataku kesal.

Dia kembali merentangkan tangannya ke depan dengan seringaian liciknya. Aku melompat pelan ke arahnya sambil menjinjing tas dikedua bahuku. Dia memeluk pinggangku dan membantuku berpijak pada tanah dengan sangat lembut. Pipiku merona karena perlakuannya. Padahal aku sudah turun dan berpijak pada tanah. Tapi kenapa dia malah melingkarkan lengannga di pinggangku. Urgh ini tidak beres.

"Jo!" Aku membentaknya.

Seketika dia tersentak dan melepaskan lengannya, hampir saja dia kehilangan keseimbangan dan jatuh ke sungai mematikan itu kalau saja aku tidak memegang lengannya.

"Kau mau mati?" Tanyaku ketus.

Jo terdiam dan ia malah menyenderkan punggungnya di pagar sekolah. Matanya menerawang tapi dapat kurasakan aura sedih dari matanya. Membuatku sedikit simpatik.

"Jo, kau kenapa?" Tanyaku dengan suara pelan.

Dia menolehkan kepalanya ke arahku dan tersenyum pahit.

"Aku kangen adikku." Katanya.

"Aku kangen Raven." Sahutku yang ikut - ikut menerawang tentang Raven.

Dia kembali melihat ke langit yang membentang di depan kami. Sungguh aneh rasanya sama - sama terdiam di luar sekolah. Melanggar peraturan bersama dan pergi bersama.

"Kau sedang kencan denganku. Jangan sebut nama dia." Katanya dingin.

Aku terdiam. Mencerna omongan yang baru saja dia lontarkan. Seketika itu juga pipiku merona merah.

"Kau cemburu?" Tanyaku.

Dengan cepat dia melihatku lagi. Tampak wajah panik yang ia tutup - tutupi.

"Hahaha kau bercanda? Aku tidak suka pada gadis sepertimu!" Kilahnya.

Dia menarik tanganku untuk mengikutinya. Sepertinya dia tidak mau obrolan tadi dilanjutkan? Aku mendesah penasaran lalu mengikutinya menyebrangi jembatan goyang. Walaupun terlihat seperti tidak terurus, jembatan ini kuat dan kokoh. Aku sekarang sudah tidak takut lagi. Mungkin aku sudah terbiasa.

Setelah kami melewati jembatan, kami berjalan lagi diantara pohon - pohon yang terlihat seperti tirai jendela jika dikejauhan.

"Kau hafal jalan sini?" Tanyaku.

"Yap. Setelah melewati pohon - pohon kita akan menunggu bus di halte." Sahutnya.

Aku hanya mengangguk mengiyakan. Kami menunggu bus di halte sembari duduk di bangku yang disediakan. Halte ini benar - benar sepi. Hanya ada aku dan Jonathan. Suasananya sangat asri karena bunga lili dan agaphantus bertebaran di mana - mana. Kuhirup oksigen segar dalam - dalam. Lalu menghembuskannya.

"Kau tahu Jo, sepertinya aku tidak menyesal mengikuti saranmu untuk berkencan sehari denganmu. Aku mulai menikmatinya. Aku mau jika diajak setiap hari." Gumamku.

Jo yang benar - benar di sebelahku tertawa keras.

"Kalau begitu kau harus menjadi pacarku dulu jika ingin setiap hari." Syaratnya.

Aku mengerucutkan bibirku sambil menumpukan kedua sikuku di lutut lalu menopang dagu.

"Selalu memakai syarat. Apa ada syarat yang lebih mudah daripada itu?" Tanyaku kesal.

"Kalau begitu... cium aku."

Kata - kata Jonathan barusan sukses membuatku terdiam seperti patung.

to be continued

---

Read my another story :

1. How Can I Move On

2. A-B-C-D Love

3. Princess Series [1] : The Overweight Princess

Royal AcademyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang