AKU menyesap secangkir cokekat hangat, rasa hangat mengelilingi setiap inchi tubuhku. Menghembuskan nafas secara perlahan, lalu aku melihat manik matanya.
“jadi kau juga di sini?” Tanyaku padanya.
Dia terdiam, menyenderkan kepalanya di sofa nyaman, sementara aku memperhatikan gerak – geriknya.
“ya.” Jawabnya setelah beberapa detik berlalu,
Aku tersenyum, menggelengkan kepalaku sekali.
“Vanilla! Aku tidak menyangka dunia itu sempit. Hahaha.” Kataku.
Vanilla tertawa renyah, ikut tertawa bersamaku.Hari di mana aku bertemu Vanilla itu sungguh mengharukan, aku mengingat – ingat kenangan itu.
Aku berlari kecil menaiki tangga jalanan untuk sampai ke sekolahku, nafasku terengah – engah, keringat mengucur deras di kaos olahraga yang aku gunakan. Aku mengutuk siapa saja yang mencetuskan ide untuk jalan ‘sehat’ yang lebih pantas di bilang jalan ‘sakit’. Sudah 10 km lebih aku dan teman – temanku berlari bersama.
Sedikit lagi…
Langkah kakiku sekarang terseret – seret, aku benar – benar lelah. Di tengah jalan tiba – tiba aku mendengar suara orang menangis, Aku sedikit bingung karena teman – temanku yang berada tak jauh dariku seperti tidak mendengar suara tangisan itu. Saat itu juga aku mencoba mencari arah suara itu,
Terdengar dari bawah,
Aku berjongkok dan mengedarkan pandanganku, hingga aku terfokus pada seorang anak perempuan sebayaku sedang memeluk lututnya sendiri, wajahnya ia tenggelamkan di dalam lututnya, ia seperti bola hidup yang cukup besar. Akhirnya aku mendekatinya dengan perasaan iba karena dia menangis tersedu – sedu.
“kau kenapa?” Tanyaku,
Dia mendongakkan kepalanya, wajahnya penuh air mata.
“aku butuh … teman. Aku janji tidak akan menjadi anak nakal di rumah, janji tidak akan menyuruh Mom pulang lebih cepat walaupun aku kesepian, janji tidak akan meminta oleh – oleh pada Mom…” katanya sedikit terisak kecil.
Wangi Vanilla dari tubuhnya membuatku tenang, nafas dan debaran jantung karena sedari tadi berlari menjadi normal, rasa lelahku hilang. Aku memegang pergelangan tangannya dan menariknya untuk berdiri.
“siapa namamu?” tanyaku.
Dia masih menundukkan kepala mungilnya, lalu dia mendongak, menatap mata malachiteku.
“Vanilla Kylie.” Jawabnya.
Aku mengulurkan tangan dan tersenyum padanya, dia menjabat tanganku.
“kenalkan, namaku Teressa Aure Meryl. Apa kau mau berteman denganku?” Tanyaku.
Matanya melebar.
“kau serius?” Tanyanya tidak percaya.
Aku menganggukan kepalaku mengiyakan, matanya berbinar – binar, ia memelukku erat seakan aku harta baginya. Kami tertawa bersama.
“maaf…” sebuah suara membuyarkan lamunanku.
Aku menoleh ke asal suara tersebut, memiringkan kepalaku.
“maaf kenapa?” tanyaku pada Vanilla.
“maaf karena setahun semenjak perkenalan kita, aku pergi.” Katanya, ia memilin jari – jari tangannya.
Aku menghembuskan nafasku perlahan, menutup kedua mataku dan menyenderkan kepalaku di senderan sofa.

KAMU SEDANG MEMBACA
Royal Academy
Mystery / ThrillerDisclaimer: Cerita ini adalah cerita amatir yang memiliki banyak kekurangan. Harap dibaca dengan bijak :) --- Karena kenakalan remajanya, Teressa dimasukkan ke sebuah asrama bernama Royal Academy yang memiliki banyak misteri. Teressa mendapatkan seb...