19 : 13 November 2011

39.5K 2.5K 29
                                    

Sejak saat itu aku hanya bisa termenung jika malam tiba seperti orang bodoh. Aku tidak mengerti dengan semua yang menimpaku secara berturut - turut. Daniel dan Daniella selalu membujukku untuk tidak terlalu memikirkan hal ini. Tapi apakah aku bisa? Setelah semua yang kualami ini...

5. Tanggal 13 november 2011, anak yang terakhir akan terjebak ke dalam cinta.

Begitu tulisnya. Hah! bodoh mana mungkin aku selaku anak terakhir akan terjebak cinta? Konyol. Waktu itu Jo bilang bahwa Sarah lah yang membuat ramalan itu tapi kenapa aku benar - benar tidak bisa mempercayai itu? Aku naif? mungkin.

Kubuka loker dan mengambil buku pelajaran untuk jam berikutnya. Daniel dan Daniella di sisi kanan dan kiriku seperti biasa. Aku mengambil buku biologi dan arimatika. Setelah menutup loker, secarik kertas berwarna merah muda jatuh dan tergeletak di lantai berlapis marmer. Aku memungut kertas itu.

Dan saat itu juga aku memekik kaget.

"Kenapa?" Tanya Daniella khawatir sementara Daniel ikut mengintip tulisan yang ada di kertas itu.

"Astaga!" Pekik Daniel kaget.

Aku kembali melihat kertas itu dengan tangan bergetar.Sebuah foto seorang lelaki berambut hitam berantakan dengan senyuman merah merekahnya dicoret dengan tinta merah berbentuk tanda silang. Disebelah foto ditulis dengan pena berwarna biru pekat dan tebal. Mungkin orang yang menulisnya menekankan pegangan pada pena karena terlalu senang, aku tak tahu. Tapi sesuatu yang tertulis disitu membuatku bergetar.

Datang ke ruangan olahraga atau orang yang difoto ini akan... mati.

"A--aku harus kesana sekarang juga!" Aku tergagap, mengambil buku biologi dan aritmatika yang terjatuh di lantai dan mengembalikannya ke loker.

Ketika aku ingin pergi ke arah utara, tepatnya ruangan olahraga, seseorang menarik tanganku. Daniel.

"Jamgan gegabah." Ucapnya lembut.

"Tapi... jika aku tidak ke sana Raven akan...." Aku khawatir, sangat khawatir. Dapatkah kau merasakan itu Dan?

"Raven tidak akan mati, dia jauuuh dari sini dan ia juga hebat seperti yang kau bilang dulu padaku. Dia bisa menjaga dirinya sendiri." Ucap Daniella meyakinkan.

Aku melepas dengan perlahan tarikan tangan Daniel, mundur perlahan.

"maaf... tapi aku hanya memastikan." Secepat kilat aku beranjak dari tempat itu, tidak memperdulikan teriakan mereka yang memanggil namaku.

Menyusuri anak - anak yang selalu memandang aneh ke arahku. Melewati setiap kelas, ruang guru, aula. Untuk menuju ke arah utara, ruangan olahraga.

Krieeet. Suara pintu olahraga yang terbuka terdengar menegangkan di gendang telingaku, memanaskan setiap darah yang ada di tubuhku.

Ruangan ini sangat gelap pekat. Aku tidak bisa memandang lebih dari satu meter ke depan tanpa senter. Ruangan ini memang hanya diperlukan saat mata pelajaran olahraga. Dan semua siswa berkumpul di sini. Tapi sekarang, bukan hari itu. Sekarang ruangan ini kosong melompong seperti tidak pernah dihuni. Aku mencoba mencari saklar lampu ketika suara menakutkan mengusik telingaku. Aku terdiam dan mewaspadai sekitar. Menahan nafas dan tidak melewatkan sedetikpun untuk sekedar menutup mata.

Terdengar tepukan kecil dari arah belakang. Aku langsung membalikkan badan dengan waspada.

"Teressa Aure Meryl... berani sekali anak domba pergi ke jebakan seorang diri. Beri aplause untukmu! Khu khu khu..." Tawanya nyaring, suaranya rendah, dan meremehkan.

Aku menggertak gigiku kesal.

"Siapa kau?!" Tanyaku.

"Siapa aku? Oh manis, kau kenal dekat denganku... jahatnya kau sama sekali tidak mengenalku..." Ucapnya dengan nada pura - pura sedih.

"Pengkianat dasar bajingan!" Umpatku.

Badannya hanya terlihat samar - samar. Tapi jika dilihat dari bawah, dia memakai celana panjang. Membuatku percaya bahwa dia bukanlah Sarah karena dari suara maupun siluet tubuhnya itu benar - benar beda. Aku menghembuskan nafas lega. Tapi sesuatu yang kini hinggap di hatiku untuk dipertanyakan tidak mampu untuk tidak kuindahkan atau kutepis.

"Apa... Apa kau Jo?" Tanyaku dengan suara bergetar.

"Yakin benar kau! Aku bukanlah bocah ingusan yang selalu mencintai bocah brengsek sepertimu. Dan asal kau tahu, akulah pembuat ramalan 13. Mari kita berkenalan. Namaku... Ah sebut saja aku Marta. Tentu saja itu nama samaranku. Jika bukan pasti kau akan langsung mencari nama itu di seluruh penjuru asrama HAHAHA" Katanya yang langsung menohok hatiku.

"Apa yang kau inginkan dariku? Apa... Apa salahku?" Tanyaku dengan suara bergetar.

"Kau bodoh. Kau jahat. Kau hanya berpura - pura dengan masa kelammu. Dan aku. Aku hanya ingin membalaskan dendam... Dendam adik kesayanganku." Katanya dingin tidak ada rasa berbelas kasihan dari nadanya.

"Hantu... perpustakaan?" Gumamku.

"Jangan sebut adikku hantu!" Geramnya. Dia ingin melangkah ke dekatku tapi dia kembali lagi.

"Aku harus bersabar..." Gumamnya menenangkan diri.

Lalu dia membuka semacam botol dan melemparkannya ke arahku, membuatku terhuyung ke belakang. Prang! Bunyi pecahan kaca terdengar di telingaku dengan suara yang keras. Asap putih mengembul keluar dari botol itu. Membuatku tidak berdaya dan sesegara ingin menutup mataku. Mengabaikan rasa sakit yang mendera di sekitar bahuku karena pecahan kaca itu.

"Sampai jumpa di pertemuan berikutnya, manis!"

Sebelum akhirnya aku tidak sadarkan diri, hanya kata itu yang aku ingat. Selebihnya gelap gulita.

to be continued

---

Read my another story :

1. How Can I Move On

2. A-B-C-D Love

3. Princess Series [1] : The Overweight Princess

Royal AcademyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang