13 : Jonathan

38.1K 2.6K 15
                                        

(Feather 12 : Jonathan)

“Kau—kau teman SDku? Bagaimana bisa?” Tanyaku tidak percaya setelah beberapa detik terdiam.

Aku sudah terpojok antara Jo dan dinding. Sial! Dia tersenyum jahil padaku sambil menaruh telapak tangannya di kedua lututnya. Menatapku dalam.

“Kau tidak mengingatku, hmm?” Tanyanya balik.

Aku menggeleng. Lututku lemas dan aku bahkan lupa untuk segera sarapan karena nanti makan siang jam 12. Dia semakin mendekat ke arahku, hembusan nafasnya terasa. Oh tuhan!

“Daya ingatanku tidak menerima kau ada di sana, Jo.” Kataku acuh.

“Jahat sekali.” Cibirnya.

Lalu dia berdiri tegak. Aku mendongakkan kepalaku karena tinggi kami yang terpaut jauh. DIa makan apa sih sampai setinggi itu? Bahkan aku tidak sampai melewati bahunya yang bidang.

“Jadi bagaimana? Kau menerima tawaranku untuk kencan sehari? Pussy?” Tanyanya jahil.

“Never!” Jawabku kesal.

Bagaimana pula dia kencan denganku sementara aku—ah tidak seluruh siswa sekolah Royal Academy akan terkurung di sini hingga liburan pertengahan semester. Dia menyeringai, nilai tambahan untuk kesan tidak sukaku dengannya. Padahal dulu dia cukup akrab dengan Raven. Raven? Oh tidak, aku merindukanmu. DImana kau?

“Kau tidak ingin tahu siapa yang membuat ramalan itu? Kencan denganku dan kau akan tahu siapa. Jawab Ya jika kau mau, jawab tidak bila kau tak mau.” Katanya dengan seringaian jahil.

Aku terdiam. Rahangku mengeras menahan kesal. Di satu sisi aku ingin tahu siapa pembuat ramalan 13, karena ramalan itulah yang membuatku terimbas celaka. Di sisi lain aku tidak sudi berkencan dengan seseorang yang tidak kusuka meskipun… garis bawahi. Tampan.

“Kalau sampai dari hitungan ke 10 kau tidak menjawabnya. Lupakanlah percakapan kita tadi.” Katanya jahil.

Mataku melebar, aku menatapnya dengan geram dan seakan berkata. ‘Kau mempermainkanku?!’

“Tu—tunggu! Berikan waktu untuk aku berfikir.” Sergahku.

“Satu…” Dia mulai menghitung.

Jo mengangkat kedua tangannya. Semuanya mengepal kecuali ibu jarinya yang mengacung. Aku gelagapan dan menghirup nafas dalam – dalam.

“Satu hari! Beri aku waktu sehari untuk memikirkan ini.” Kataku.

“Dua…” Hitungnya lagi.

Dia mengacungkan lagi jarinya, jari telunjuk.

“Cih!” Kataku.

“Tiga…” Hitungnya terus menerus.

Dia mengacungkan jari tengahnya.

“Biarkan aku berfikir…” Sahutku ketus.

“Empat…” Dia kembali menghitung.

Seringaian tak lepas dari wajahnya. Dia lalu mengacungkan jari manisnya. Di dalam pikiranku, bergelut semuanya. Antara aku tidak sudi berkencan dengannya. Tapi aku tidak mau Daniel dan Daniella celaka. Apalagi kesempatan untuk membongkar identitas pembuat ramalan ada di depan mata!

“Lima…”

Apa aku harus? Aku tidak suka dengannya. Aku tidak bisa membayangkan kencan pertamaku dengannya. Di dalam tidurku aku bermimpi suatu saat entah kapan aku akan berkencan dengan Raven. Dia menyatakan cintanya kepadaku lalu kami berpelukan seperti sepasang kekasih yang saling mencintai.

“Enam…”

Tapi kenapa nasib buruk menimpa padaku? Bahkan aku benci dengan seringaian jahilnya. Aku lebih memilih berkencan dengan Dave daripada dia. Lihat wajahnya! Begitu penuh kejahilan, penuh tak tik yang dapat membuat dia mendapatkan sesuatu dengan mudah dan misterius.

“Tujuh…”

Tak dapat kupungkiri wajahnya seperti malaikat terkena cipratan saus spagethi yang aku suka. Bahkan lekukan wajahnya yang begitu sempurna. Ibu dan ayahnya pasti artis papan atas. Yah walaupun aku tahu mereka hanyalah dokter sewaktu aku SD.

“Delapan…”

Loh kenapa aku malah membicarakan itu?! Harusnya aku kan sedang sibuk memikirkan jawaban yang harus aku beri kepada Jo!

“Sembilan…”

Dia mengacungkan jari manisnya. Sedikit lagi dia akan mengacungkan ibu jarinya sebelum aku berteriak dengan lantang.

“Ya! Ingat hanya kencan sehari! K-E-N-C-AN S-E-H-A-R-I!” Teriakku.

Dia tersenyum puas, membuat wajahku pucat pasi.

to be continued

---

Read my another story :

1. How Can I Move On

2. A-B-C-D Love

3. Princess Series [1] : The Overweight Princess

Royal AcademyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang