30 : Chit Chat with Rosaline

35.9K 2.5K 38
                                    

MATAKU membelalak kaget, sebisa mungkin aku tidak terlihat takut. Dengan keberanian yang sebiji jagung aku berbisik;

"Ikuti aku."

Setelahnya aku menaiki tangga menuju perpustakaan lantai dua. Tempat yang paling sepi -bahkan hanya ada aku dan Rose- daripada perpustakaan lantai satu yang masih banyak orang menyusuri buku - buku incarannya. Kulirik Rosaline yang mengikutiku dengan diam tanpa banyak komentar, sepertinya dia tahu maksudku memanggilnya.

"Begini ehm Rose...," ucapku gugup seraya duduk di kursi butut yang ada di lantai dua perpustakaan.

"Aku tahu, Ress," potong Rosaline sambik tersenyum simpul dengan nada menenangkan.

"Kau tahu?" dan kau tak marah? tambahku dalam hati.

"Yep, kau tidak usah merasa bersalah karena kecelakaan itu. Itu murni kecelakaan," ucapnya pelan dan tegas.

Aku merasa disorientasi ini membuat kepalaku pusing, tidak bisa mengingat kejadian itu. Sama sekali tidak bisa. Yang dalam mimpi burukku sekalipun dan ucapan Rosaline terasa seperti cerita, itu bukan ceritaku.

Aku Teressa Aure Meryl, umurku 13 tahun dan aku mempunyai kedua sepupu kembar identik. Karena kenakalanku di sekolah aku dipindahkan Dad ke Royal Academy. Aku hanya perempuan biasa, cerita ini seperti bukan ceritaku.

Ini ceritamu, tolol. Suara alam sadarku mendesis menyebalkan.

Bukan! Ini bukan aku, aku tak mungkin lupa kecelakaan itu. Ingatanku jangka panjang dan--

"Kau trauma, Ress. Kau tidak bisa mengingat hal itu meskipun kau memaksanya." Ucapan Rosaline membuyarkan lamunanku, dia seakan bisa membaca mataku.

Aku menatap wajah rapuhnya, mencari - cari kebohongan yang ada. Namun tak ada, yang ada hanyalah ketulusan hati dan kehangatan.

"Aku trauma?" tanyaku, seakan aku salah dengar. Seakan omongan perempuan transparant ini hanya lelucon.

"Ya," jawabnya mantap.

"Tapi... tak mungkin kan?" tanyaku ngotot dengan nada tidak percaya.

"Itu benar Ress. Waktu kecil aku menyelamatkanmu dari maut. Walaupun aku yang menggantikanmu aku menerimanya lapang dada. Tidak ada yang bisa mengelak garis takdir."

Bualan! Aku tidak percaya padanya, itu bohong kan? Tapi mimpi itu... darah segar yang merembes keluar dari baju Rosaline... jeritan seorang lelaki... badan kecil yang bergetar...

Aku mengingat semuanya.

Mataku rasanya tidak fokus pada apapun, Rosaline tampak mengabur dari pandanganku. Bahuku berguncang hebat dan aku mulai menangis.

"Maaf Rose... Maaf aku membunuhmu. Aku penjahatnya." ucapku diselingi isakan tangis.

Aku membunuh Rosaline, membunuh masa kecilnya yang berharga. Dan juga membuat tanganku kotor. Aku--

"Teressa! Aku tidak pernah merasa kau seperti itu! Awalnya aku marah. Kenapa aku yang mati? Tapi kau tau Ress? Jika kita menerima takdir, semuanya akan terasa ringan. Aku serius dengan ucapanku," Rosaline mengelus bahuku kaku, yang hanya bisa kurasakan adalah bulu punggungku berdiri. Merinding. Tapi aku membiarkannya.

"Tapi kenapa kau ada di sini? Perpustakaan ini?" tanyaku refleks, seketika aku menutup mulut bodohku.

"Ma--maaf."

"Tak apa Ress," ucap Rosaline geli, sementara aku mengangguk kaku.

"Tugasku di sini belum selesai. Aku masih harus memberitahukan sesuatu padamu." ucapnya, air mukanya berubah tegang.

"Sesuatu apa?"

"Kakakku tidak terima aku mati, dia menyalahkanmu."

"Kau bercanda?"

"Tidak Ress," ucapnya gemas.

"Ehm. Kalau begitu lanjutkan." kataku kikuk.

"Dia ingin balas dendam pada kalian bertiga."

"Kenapa... bertiga?"

"Dia berkata kalau salah satu sepupu kembarmu... meninggal. Kau hidup, tapi jiwamu mati. Maaf aku berkata seperti ini. Tapi aku hanya ingin kau tahu ini. Agar kau tak menyesal."

Ucapannya benar, lebih baik aku mati daripada sepupuku mati.

"Kakakmu siapa sih?" tanyaku sewot.

"Rahasia!" jawabnya sembari menyeringai jahil.

"Ini hidup dan mati tahu!"geramku.

"Tapi tak menantang, aku suka cerita misteri."

"Tetap saja--"

"Aku akan memberimu clue."

"Ugh! Kalau begitu apa?"

"Siapkan kertas dan pulpen."

Ehm, tunggu sebentar.

"Sudah."

"Clue pertama."

"Apa??"

"Tulis!"

Dengan sebal aku menulis 'Clue Pertama : ' seperti yang disuruh Rosaline.

"Lalu?" tanyaku sedikit kesal setelah selesao menulis.

"Tulis JB."

"JB?! Justin Bieber?" tanyaku setengah terkejut, perasaan di Royal Academy tidak ada artis. Lagipula aku yakin Rosaline bukan adiknya JB.

Bibir Rosaline berkedut menahan tawa.

"Bukan itu! Jangan ngaco, Clue Kedua."

"Eh?"

"Cepat tulis." serunya gemas.

"Ehm... sudah."

"n

"Itu apa?!" teriakku frustasi, tapi tepat saat itu seseorang muncul dari lantai satu. Si suara Sopran!

"Hantu!" teriaknya kaget, Rosaline buru - buru menghilang meninggalkanku sendiri.

"Hey pembawa kesialan, itu siapa?" tanya suara Sopran dingin.

Double repot.

to be continued

---

Read my another story :

1. How Can I Move On

2. A-B-C-D Love

3. Princess Series [1] : The Overweight Princess

Royal AcademyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang