09 : First Meet

41.7K 2.7K 51
                                    

               KUKERJAPKAN kedua mataku, yang tadi terasa buram. Sudah berapa lama aku tertidur? Aku bangkit dari kasurku dan melihat ke sekeliling. Tidak ada yang berubah, ini kamarku dan Vani. Eh tapi kenapa bahuku di perban? Sejak kapan balutan kain itu melilit bahuku? suasana sudah gelap, mungkin sudah malam. Kudengar orang – orang berbisik seru dari arah depan. Aku mencoba bangkit dari kasur dan akhirnya...

“aw!” pekikku pelan.

Aku berusaha agar siapapun mereka yang sedang berunding di depan tidak mendengarkan pekikkanku. Kulihat kakiku, ternyata lututku di perban juga. Aku mendesah kecewa. Ada apa sih sebenarnya tadi? Kenapa aku masih memakai baju olahraga. Siapapun itu kamu, cepat beritahu aku!

Dengan terseok – seok, aku terduduk di ambang pintu, mendengar percakapan mereka, istilahnya menguping. Ehem...

“—tidak kusangka ramalan itu benar terjadi.” Aha. Aku tahu suara ini! Suara Daniel.

“kita semua tidak bisa menentukan masa yang akan datang kan?” Tanya Vanilla.

Terdengar suara orang menaruh gelas, dapat kupastikan itu gelas Vani. Dia suka sekali minum susu cokelat setiap malam.

“bisa saja itu bukan faktor tidak sengaja?” Cetus Vanessa.

Semuanya terdiam. Terdengar suara menoreh pada kertas. Kemungkinan ada orang yang menulis sesuatu.

“tiga kemungkinan...” gumam Daniella.

Sepertinya dia sedang membaca kertas itu yang entah siapa yang menulisnya.

“satu... itu memang faktor ketidak sengajaan semata.” Gumam Dave.  (ya tuhan... aku tidak menyangka dia ada di sini).

“dua. Itu sengaja dan orang itu sendirilah yang membuat ramalan itu.” Sambung Vanessa.

“tiga, ramalan itu memang benar adanya...” lanjut Vanilla.

“masalahnya jika melihat di urutan ke dua. Siapa yang membuat ramalan itu?” Tanya Daniel.

Suasana menjadi hening, saat itulah aku berdeham. Dengan terkejutnya, Vanilla menghampiriku. Wajahnya cemas melihatku terseok di karpet.

“Astaga Teressa! Apa yang kau lakukan di situ?” tanyanya cemas.

Aku tersenyum kecil seraya mengangkat bahu.

“ada yang mau menjelaskan apa yang terjadi dengan—“ aku menunjuk bahuku. “ini.”

ÂÂÂ

Dengan langkah gontai, aku menuju ruangan perpustakaan, sendiri. Tanpa teman. Huh! Semuanya jahat sekali. Dave sedang ada urusan yang tidak kuketahu itu apa. Vanilla sedang ada urusan mengenai OSIS dan Daniel Daniella ada rapat di kelas masing – masing.

Malam ini suasananya lengang sekali. Tak habis pikir mengapa ada rapat kelas malam – malam begini. Huh! Kutatap buku Sherlock holmes dengan tatapan benci.

“gara – gara harus mengembalikan kau!” gerutuku sendiri.

Hampir saja aku menganggap diriku orang gila karena berbicara dengan benda mati.

Kubuka pintu perpustakaan yang hampir reyot karena tak terawat. Suara lantunan piano yang menyayat hati menyambutku. Bergegas aku langsung memberi buku tersebut kepada Bibi Susy.

“tanggal berapa kau meminjam ini nak?” tanyanya.

Aku berfikir sebentar, kemarin tanggal 23, lalu lusa tanggal 22 jadi...

“sepertinya 21 bi.” Kataku.

Dia tidak berbicara apa lagi, hanya menganggukan kepalanya dan kembali berkutat pada dokumen – dokumennya. Aku pun undur diri dan ingin membalikkan tubuhku hingga sesuatu membentur keningku.

“aw! Apa ini?” gerutuku.

Saat aku melihatnya, ternyata itu kaca. Aku sedikit terpana karena keindahan ukiran yang ada di pinggir kaca tersebut. Mataku terpaku ketika melhat sesuatu yang janggal. Di bealakang Bibi Susy, sesosok makhluk melihatku tajam.

to be continued

---

Read my another story :

1. How Can I Move On

2. A-B-C-D Love

3. Princess Series [1] : The Overweight Princess

Royal AcademyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang