25 : CCTV Room

43.8K 2.5K 42
                                    

              PESTA sudah usai, Daniel sudah ditemukan di gudang lama asrama ini, meskipun begitu obrolan tak mengenakkan masih dapat kudengar. Namun aku tidak memperdulikannya, tujuanku hanya satu : menyidik siapa pembuat ramalan itu beserta perempuan bertopeng merah. Malam ini kami; aku, Daniel, Daniella, Vanessa, Vanilla, Jonathan, Dave, akan menyelinap menuju  ruang CCTV.

               “Teressa, kau yakin ini tak apa – apa?” tanya Daniella cemas padaku. Aku mengangguk, lalu memasukkan flash disk ke dalam saku celana.

               Semuanya sudah berkumpul di dalam kamar 103, memakai pakaian yang serba hitam, dengan senter di tangan masing – masing.

               “Dengar, ini mungkin sedikit gila. Tapi hanya CCTV yang tahu semuanya. Semua dari awal, dari ramalan pertama hingga yang hari ini terjadi. Benda itu merekam semuanya,” ucapku panjang lebar, semua mengangguk yakin.

               “Bergerak terpisah, kita buat tiga kelompok. Aku dengan Daniel, Daniella dengan Jonathan lalu Dave kau bersama Vanessa dan Vanilla. Tidak aman jika tidak ada laki – laki. Daniel, Jonathan, Vanilla kalian sudah memasang GPS seperti yang aku bilang?” tanyaku kemudian. Ketiganya mengangguk mantap.

               “Jam 12 tepat semua lampu akan padam seperti biasa dan para penjaga akan berpatroli. Usahakan mencari jalan aman,” ucap Jonathan ikut mengintruksi.

               Waktu terasa lama dan menyakitkan bagiku, saat detik demi detik yang semakin membuat adrenalinku terpacu, perutku sedikit mulas. Ini kali pertama kali kami berani bertindak sejauh ini. Di tengah waktu yang benar – benar menegangkan seperti ini, Daniel bertanya.

               “Ressa, yang tadi pagi… Raven kan?” tanyanya takut – takut.

               “Dia tidak mengenalku, percuma Dan,” ucapku acuh, membuang muka dan sibuk menggambar denah Royal Academy tempat ruang CCTV melewati kamarku.

               “Tapi dia mencium pipimu,” ucap Daniel bersikeras.

               “Dia bilang itu tidak sengaja, bisakah kau diam? Aku tidak ingin membahas bajingan satu itu dan teruslah fokus pada rencana kita,” kataku pedas. Dia langsung terdiam.

               Sejak insiden tadi pagi, sejak dia datang, sejak dia menolongku, sejak dia menatapku, sejak dia menciumku… semua sejak tadi. Aku tak menyangka dia datang, menolongku, menatapku lalu menciumku. Aku tidak pernah menyangka akan hal itu. Semua itu hancur ketika dia berkata ‘Maaf aku tidak mengenalmu, hanya menolongmu saja. Dan maaf, ciuman tadi tidak ada artinya apa – apa bagiku.’

               Bukan aku namanya jika tidak bersikeras, aku memegang tangannya yang ingin pergi dari ruangan Aula. Hingga aku bertemu mata yang kurindukan itu menatapku dingin. ‘Raven… aku merindukanmu.’

               ‘Kau siapa? Aku tidak pernah mengenal perempuan bermata menyedihkan seperti dirimu,’ ingin sekali aku berteriak ‘Mata menyedihkan?! Dulu kau selalu mengatakan mata ini yang membuatmu tak bisa tidur karena memikirkannya,’ tapi aku terdiam. Mundur sedikit dan melepaskan pegangan tanganku darinya.

               ‘Mungkin aku belum mengatakan ini langsung kepadamu, Rav. Aku hanya ingin kau tahu, bahwa aku sejak pertama bertemu denganmu… aku… lupakanlah kau kan tidak mengenaliku.”

               DENG…DENG…DENG…

               Suara jam Vanilla yang khas membuyarkan lamunanku, aku melirik pada jam yang sudah menunjukkan pukul 12 malam. Semuanya mengangguk yakin.

Royal AcademyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang