"Aku sudah pernah merasakan semua kepahitan dalam hidup dan yang paling pahit ialah berharap kepada manusia."
(Ali Bin Abi Thalib)***
"Tam!"
"Tama!"
"Bangun sayang!"
"Tamaa."
"Astaghfirullah, susah banget di bangunin," kesal Rani menuangkan sedikit air dalam botol ke telapak tangannya dan membasuh muka Tama menggunakan air itu.
Perlahan mata Tama terbuka menatap wanita paruh baya yang sudah berkacak pinggang di depannya. Dengan kesadaran belum terkumpul sempurna Tama kembali memicingkan matanya.
"Loh, kok tidur lagi?" gumam Rani.
Dengan kesabaran Rani kembali menguncang tubuh Tama.
"Ayo pulang Tama, ngapain kamu tidur disini."
Tama membuka matanya, memandangi sekitarnya yang tampak rapi penuh dengan berkas-berkas dan juga buku-buku tebal.
"Ini di kantor ya Bun?"
"Iya Tama, ini kantor."
"Jadi Tama sekarang benaran udah kerja di kantoran?"
"Iya Tama, kamu kenapa sih?"
"Oh, Tama pikir tadi Tama cuman mimpi kalau Alif sama Ayla udah nikah. Tau nya mereka benaran nikah ya Bun? dan masalah Tama ketemu mereka di cafe itu benaran juga ya? Haha, bisa-bisanya Tama malah mikir kalau itu cuman mimpi," ucapnya tertawa getir. Menertawakan kenyataan yang ia terima.
Perlahan senyuman Rani memudar, Rani tahu keadaan Tama yang kacau saat ini. Tidak bisa dipungkiri Rani juga sedih dan kecewa melihat Ayla wanita yang di dambakan putranya malah menikah dengan sahabatnya sendiri. Mungkin itu yang membuat tambah Tama terpukul.
Rani juga tahu bagaimana perasaan Tama kepada Ayla. Sampai-sampai Tama rela menahan rindu untuk bertemu dengan gadis itu. Lima tahun Tama menunggu waktu yang tepat melamar Ayla, dan semuanya kandas begitu saja. Rani tidak mau menyalahkan siapa pun saat ini, karena keputusan merelakan Ayla untuk Alif adalah keputusan yang Tama buat dan Tama pun harus siap menerima luka dari keputusannya.
Dengan lembut Rani membelai rambut putranya yang sudah tidak tertata rapi. Bahkan penampilannya pun sudah acak-acakkan. Entah apa yang dilakukan Tama sebelum dirinya datang kesini, Rani pun tidak tahu.
"Sekarang kita pulang yuk," ajak Rani membantu Tama untuk berdiri.
Tama menggelengkan kepalanya, "masih banyak pekerjaan yang harus Tama kerjakan Bun."
"Udah biarin aja dulu ... lagian kamu bos nya, ngapain kamu yang harus capek-capek ngerjain semuanya."
"Gak papa Bun, lagian Tama gak mau juga liat mereka kecapekan ngerjain ini semua," ucap Tama kembali duduk dan menyalakan laptopnya dan kembali bekerja.
"Gak Tama ... Ini waktunya kamu istirahat. Bunda gak mau kamu sakit hanya karena menghilangkan rasa sedih kamu itu kamu malah mengesampingkan kesehatan kamu. Bagaimana pun juga kesehatan lebih penting nak."
KAMU SEDANG MEMBACA
Badboy Vs Gadis Bercadar [END]
Teen Fiction[t y p o B e r s e r a k a n] Ayla Humaira, gadis cantik dan juga bercadar, gadis yang sangat ramah dalam bertutur kata. Namun sepertinya tidak berlaku bagi Pratama Alhafif yang selalu mencela dan mencerca Ayla habis-habisan. Tama menganggap Ayla ta...