(24) Permintaan

686 98 43
                                    

Draco menumpukan tangannya pada lututnya. Ia terus tertunduk setelah kepergian Hermione. Wanita itu memberinya waktu untuk berpikir. Draco benar-benar tak habis pikir dengan dirinya sendiri. Kenapa? Kenapa dia begitu tak berpendirian? Kenapa dia menjadi sebrengsek ini? Kenapa dia tidak menahan Hermione? Kenapa dia tidak bisa mengatakan siapa yang sebenarnya ada dihatinya?

Ya, yang sebenarnya adalah.. dia pun tidak tahu siapa yang sebenarnya ada di hatinya. Bodoh sekali kan?

Draco menjambak rambutnya sendiri seraya menggeram tertahan. Berjarak sekitar beberapa meter, berdiri Narcissa dan Dion yang sejak tadi melihat kakanya yang frustasi.

Dion menghela napasnya, "Kak Draco kenapa sih, Ma? Dia hebat banget masalah kerjaan. Kalau masalah cinta kok ya amatir banget."

Narcissa mencubit pelan lengan Dion agar anak itu mengecilkan suaranya, "Kamu ini masih kecil. Belum ngerti masalah rumah tangga."

Dion memutar bola matanya, "Kenapa orang dewasa selalu mempersulit keadaan? Kenapa orang dewasa terlalu overthingking?"

"Kamu nggak ngerti, Dion. Masalah orang dewasa itu beda sama masalah anak SMA kaya kamu. Apalagi ini masalah rumah tangga."

Dion makin tak mengerti, "Kenapa nggak dibikin simple aja, sih Ma? Kak Draco kan tinggal ketemu sama Kak Tory, bilang kalau dia udah nikah. Dengan kaya gitu kan semuanya jadi jelas. Kak draco juga jadi tau siapa yang dia cinta kalau udah ketemu sama kak tory. Emang Kak Draconya aja yang kepinteran makanya apa-apa dipikirin. Untung Dion nggak pinter-pinter banget, jadi kalau ada masalah ya Dion bakal cari jalan keluar yang paling mudah." kata anak itu lalu pergi menuju kamarnya. Diam-diam Narcissa terkejut dengan pemikiran Dion. Mungkin kata-kata Dion tadi terdengar sepele, namun nyatanya itu adalah jalan keluar tersimple dan terlogis. 

Narcissa tersenyum kecil seraya menggelengkan kepalanya kearah Dion pergi. Ternyata anak bungsunya yang selalu dia anggap anak SD itu sudah besar. Bahkan dia bisa berpikir lebih dewasa dibanding kakanya.

...

Draco menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan. Dia menatap pintu putih yang tertutup di depannya. Di depan pintu itu terdapat papan nama yang menuliskan nama 'Astoria Grenggrass, 25 tahun.'

Laki-laki itu masih nampak ragu. Dia takut pertahanan yang dia bangun selama ini sekejab runtuh ketika melihat Astoria lagi. Dia takut ternyata dia masih mencintai perempuan itu dan akan menyakiti Hermione tentunya.

Hermione sudah begitu baik padanya dan keluarganya. Ibu dan adiknya juga sudah sangat bergantung pada wanita itu. Dan tak bisa dipungkiri kalau Draco pun sudah sangat terbiasa dengan adanya Hermione.

Draco mengambil napas lagi, lalu segera memutar knop pintu dan membukanya.

Hening.

Setelah membuka mata, Draco langsung melihat ada dua wanita yang berada di hadapannya.

"Hermione?"

Ya, didalam sana ada Hermione yang ternyata sedang berbicara dengan Astoria.

"Draco?" ini Astoria yang bicara. Raut wajahnya tampak memucat. Rambut coklat yang dulu Indah dan lebat kini sangat menipis dan dia tutupi oleh kupluk merah muda yang dulu pernah Draco berikan. Ya, laki-laki itu masih sangat mengingatnya dengan jelas.

Draco mendekati dua wanita itu. Namun pandangannya tak pernah lepas sedetikpun dari Astoria. Seakan melepas rindu yang selama ini Ia tahan bertahun-tahun lamanya.

Melihat wanita itu setelah sekian lama, entah kenapa membuat Draco lega. Namun dia juga merasa sakit ketika melihat Astoria yang terbaring lemah. 

Pelangi Rindu (DRAMIONE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang