(23) Pemeran utama hati

670 92 35
                                    

Draco berlutut di hadapan Hermione seraya menggenggam tangannya erat. Air mukanya menandakan kalau saat ini Draco sangat khawatir. Ia terlihat sangat bersalah apalagi melihat pandangan mata Hermione yang kosong tanpa mau menatapnya sedikitpun.

Suasana kamar mereka kini hening. Sudah beribu kata maaf Draco lontarkan. Awalnya Hermione marah sampai memukul-mukul Draco. Tapi sekarang wanita itu hanya diam. Dia sudah lelah, air matanya sudah kering. Begitupun Draco yang sudah tidak tahu harus berkata apa. 

Narcissa yang mendengar semuanya ketika Hermione, Draco dan Pansy berdebat di halaman belakang mulai ikut masuk ke dalam kamar anaknya. Ia berpikir Draco tidak bisa menangani ini sendiri.

"Kamu keluar dulu, biar mama bicara sama Hermione." katanya seraya menyentuh pundak Draco. Sudah lumayan lama pria itu berlutut, bahkan sampai rasanya kakinya sudah mati rasa.

"Enggak, ma. Aku nggak akan keluar sebelum Hermione maafin aku." katanya tanpa mengalihkan pandangan dari Hermione.

"Draco, dengerin mama. Kamu keluar dulu. Mama mau bicara sama Hermione." tegas Narcissa. Bagaimanapun Ia ikut merasa kecewa dengan tindakan Draco.

Dengan terpaksa, akhirnya Draco keluar dari kamarnya dengan lesu. 

Kini Narcissa duduk di sebelah Hermione yang masih terdiam.

"Nak, cerita sini sama mama. Jangan ditahan sendiri." ucapnya lembur seraya mengelus kepala menantunya itu.

Hermione menatap Narcissa dengan lirih, "Aku tau, ma. Awalnya Draco pasti mau aku izinin dia makanya dia mau bawa Pansy kesini. Kalau enggak, harusnya dari awal dia nggak bawa Pansy buat ketemu aku."

Narcissa mengelus pundak Hermione, "Mama bukannya mau ngebela Draco. Kalian sama-sama anak mama."

Hermione setia mendengarkan, "Sikap Draco yang itu memang salah. Tapi mama tau betul Draco kaya gimana, Herm. Dia nggak mungkin dengan sengaja buat bikin kamu sakit. Saat itu mungkin dia memang cuma mau menemani Astoria karna umurnya nggak akan lama. Tapi hanya sebatas teman. Nggak lebih."

Hermione mengalihkan pandangannya. Ia menghapus air mata yang sekarang mulai berjatuhan lagi.

"Draco itu suami yang baik, ma. Dia sangat bertanggung jawab sama Hermione. Dia kasih semuanya sama Mione." katanya seraya menatap Narcissa dengan air mata yang berlinang, "Tapi cuma satu yang sampai saat ini nggak bisa Draco kasih."

Jeda beberapa saat, "Hatinya. Draco nggak bisa kasih hatinya buat Hermione, ma."

Kini wanita itu menangis. Ia meraih tangan mertuanya dan menggenggamnya erat.

"Semua perhatian yang dia kasih, semua kasih sayang yang dia beri, semata-mata karena tanggung jawabnya sebagai suami. Apa Mione serakah ya ma kalau Mione minta Draco mencintai Hermione?"

"Enggak sayang, enggak. Itu emang udah hak kamu buat dapetin hatinya Draco." balas Narcissa seraya menghapus air mata Hermione.

"Mione jahat ya, ma? Mione pisahin mereka. Mione nggak biarin Draco buat nemenin orang yang dia cinta walaupun cuma satu bulan."

Narcissa menatap Hermione, sedih. Melihatnya menangis seperti ini membuat hati Narcissa sangat sakit.

"Mione ngerasa kalau Aku itu orang ketiga diantara mereka, ma."

Narcissa langsung memeluk Hermione, "Kamu ngomong apa sih, Herm! Jangan ngomong kaya gitu. Jangan mikir kaya gitu. Kamu istri Draco. Kamu bukan perusak."

Hermione ikut memeluk mertuanya, "Berulang kali Mione coba buat nggak mikir kaya gitu, ma. Tapi nggak bisa. Mione ngerasa salah. Mione ngerasa egois. Harusnya Hermione nggak ada di sini, dengan begitu Draco nggak akan bingung kaya gini."

Narcissa melepas pelukannya, "Pokoknya mama nggak pernah mau denger kamu bicara kaya gitu lagi, Hermione. Berulang kali mama bilang kalau kamu bukan orang ketiga, kamu bukan perusak. Paham?" tegasnya.

Hermione tidak menjawab apapun. Bahkan hanya mengangguk pun rasanya susah. Karena perasaan itu sudah amat tertanam dalam diri wanita itu.

Narcissa yang tidak tahan melihat keadaan Hermione, akhirnya keluar dari ruangan itu dan menemui Draco yang sedang melamun di halaman belakang.

"Mama bener-bener kecewa sama kamu, Draco."

Draco membalikkan badannya dan menatap ibunya, namun tidak bicara apa-apa. 

"Apa yang udah kamu lakuin sampe istri kamu berpikir kaya gitu?"

Draco mengernyitkan dahinya, "Berpikir apa, ma?"

"Hermione mikir kalau dia itu orang ketiga diantara kamu sama Tory! Dia istri kamu! Tapi dia sampai mikir kaya gitu, Draco! Mikir!" seru Narcissa emosi. Napasnya tersengal-sengal.

Sedangkan Draco hanya menatap ibunya tak percaya. Ia tidak pernah mengira kalau Hermione akan berpikir seperti itu.

"Kamu ambil dia dari keluarganya. Tapi kamu nggak bisa jaga dia. Yang istri kamu butuh bukan hanya uang, bukan hanya perhatian palsu kamu itu. Dia butuh cinta kamu yang sesungguhnya. Kalau kamu benar-benar mencintai Hermione, dia nggak mungkin berpikir kaya gitu."

Draco tidak mengatakan apapun. Dia langsung berlari menuju kamarnya.

Tanpa aling-aling, Draco langsung membuka pintu kamarnya dan langsung berlutut lagi dihadapan Hermione.

"Kamu istri aku. Cuma kamu. Kamu bukan perusak. Kamu bukan orang ketiga. Kamu pemeran utama dalam hidupku sekarang, Hermione. Tolong percaya." lirih Draco putus asa. 

Hermione menatap Draco tak kalah putus asanya, "Gimana aku bisa percaya sama kamu, kalau kamu aja nggak bisa percaya siapa yang sebenarnya ada di hati kamu."

Draco terdiam. 

Hermione menangkup pipi Draco, "Kamu harus jujur sama diri kamu sendiri, Draco. Siapa yang sebenarnya kamu cintai."

"Aku kasih kamu waktu buat pikirin semuanya. Selama itu aku akan pulang ke rumahku dulu."

Draco langsung menghempaskan kepalanya pada pangkuan Hermione, "Enggakkk, kamu nggak boleh pergi. Nggak boleh. Jangan." Draco sesenggukan. "Maafin aku. Jangan pergi."

Hermione membelai kepala Draco, "Aku cuma pulang kerumah. Aku mau kamu yakinin diri kamu. Kamu akan tau siapa yang sebenarnya kamu cintai kalau aku nggak ada disini. Karna dengan adanya aku, pikiran kamu akan dibatasi sama kewajiban kamu sebagai suami aku."

Draco mendongakkan kepalanya untuk menatap Hermione. Wanita itu tersenyum lembut seraya menghapus air mata Draco. 

"Jangan khawatir, aku bakal tunggu jawaban kamu."

Aku nggak mau kehilangan kamu, Draco. Aku mau terus bareng-bareng sama kamu. Tapi aku juga nggak mau terus-terusan hidup bersama hatimu yang palsu.

Semoga jawaban hatimu itu aku.

***

Ada yang pernah ada diposisi kaya Hermione? Pasangan kalian baik banget, tapi sebenernya dia nggak cinta. Dia emang terlalu baik aja, terlalu tanggung jawab. Kalau pada bingung kenapa Hermione lebay banget kayanya. Toh, Draco baik banget sama dia. Perhatian Draco cuma buat dia. Tapi kenapa masih aja ngegalau? Karna emng aku sengaja buat tokoh Draco itu punya perasaan yang abu-abu banget.

Disini draco itu nggak jahat. Dia malah terlalu baik. Sampe tokoh hermione disini gak bisa bedain kalau draco beneran cinta sama dia atau emng krna tanggung jawabnya dia doang.

Gak lama lagi cerita ini tamat kok. Alurnya gak bakal belibet. Jadi paling endingnya antara draco beneran cinta sama Hermione, atau dia emng berlaku baik krna tanggung jawabnya doang.

Endingnya pasti happy, kok. Tenang aja.

Antara happy mereka bersama atau happy dijalan mereka masing-masing hehe 😂✌

Makasih yang masih nungguin cerita ini yaa 😄

Salam, SRS.

Pelangi Rindu (DRAMIONE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang