Leon tersenyum hangat sembari terus melihat wanita yang duduk di sampingnya itu. Wajahnya sangat cantik bagi Leon. Seakan bintang yang kini gemerlapan di atas mereka kurang terang untuk mengalihkan perhatian laki-laki itu dari perempuan ini.
Hening. Senyum Leon tiba-tiba berubah sendu mengingat ini adalah kencan kedua mereka, namun belum ada perubahan. Mata Hermione masih belum bisa menatap Leon dengan tatapan yang sama ketika mereka masih menjadi sepasang kekasih.
Hermione menoleh, "Kamu kenapa? Kok liatin aku sampe begitu?"
Leon menggeleng, "Nggak apa-apa. Kamu hanya terlalu cantik."
Hermione tertawa, "Gombal," katanya. Leon tersenyum melihat tawa itu. Sungguh, dia sangat merindukan wanita ini. Dia dekat, berada di sampingnya, dan tersenyum kepadanya. Namun kenapa rasanya sangat jauh?
"Hermione?"
"Hm?"
"Apa kamu sekarang bahagia?"
Hermione mengernyit, "Kok nanyanya gitu?"
Leon menghela napasnya, "Kamu mungkin bisa selalu tersenyum. Tapi mata kamu nggak bisa bohong. Kamu kesepian."
Hermione tertawa, "Kesepian apa sih? Jangan sok tau deh."
Leon menatapnya sedih, "Gimana aku bisa nggak tau kalau semuanya keliatan jelas?"
Hermione diam. Menatap Leon tepat di kedua matanya yang tertutup kaca bening itu.
"Aku selalu berusaha buat bikin kamu nggak kesepian. Tapi kayanya usahaku nggak pernah berhasil. Karena bukan aku kan yang kamu harapkan untuk datang?"
Hermione memalingkan wajahnya, "Kamu apa-apaan sih? Jangan ngomong yang macem-macem."
"Hermione, boleh ya aku egois kali ini?"
"Leon?"
"Menikah denganku ya, Hermione."
...
Pada bulan desember, dimana sebuah pernikahan sederhana nan Indah terlaksana. Balutan warna putih memenuhi seisi ruangan dengan bunga-bunga berwarna merah muda menghiasi sudutnya.
Semua orang tersenyum bahagia. Tanpa terkecuali. Begitu juga dengan wanita berambut coklat ikal dengan senyum manisnya, Hermione Granger. Di sebelahnya, berdiri Leon yang terus menggenggam tangan wanitanya.
"Selamat datang semuanya." seorang wanita dengan gaun putih cantiknya kini berada di atas podium, "Terimakasih karna udah datang. Aku nggak tau harus bicara apa di sini karena aku nggak ada persiapan apapun buat pidato kaya gini di depan kalian."
Semuanya tertawa.
"Aku berterimakasih sama satu-satunya keluarga yang kupunya, Pansy. Kamu sahabat sekaligus adik yang sangat aku sayang."
Pansy sudah menangis tak karuan karena terharu melihat Astoria menikah.
"Aku juga berterimakasih sama satu-satunya laki-laki yang sekarang ada di hidupku. Karena dia aku bisa bertahan sampai sekarang, aku bisa hidup sampai sekarang. Dia yang udah bantu aku, jagain aku, dan dia juga yang selalu ada. Tanpa dia, mungkin aku nggak akan ada di sini." Astoria mulai menangis. Seorang pria berjas putih ikut naik ke atas podium dan menghapus air mata istrinya itu.
Astoria menatapnya, "Terimakasih buat suamiku, Daniel."
Seorang bernama Daniel tersenyum hangat lalu membawa wanita itu ke dalam dekapannya. Semuanya bertepuk tangan sekaligus menangis haru. Melihat kedua pasangan ini yang selalu berjuang demi hubungan mereka. Astoria didiagnosa bahwa umurnya tidak akan lama. Namun Daniel yang merupakan dokternya tidak pernah menyerah. Selain karena tanggung jawabnya sebagai dokter, dia juga mencintai wanita ini. Amat sangat. Sampai akhirnya Astoria bisa melaksanakan pernikahan ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pelangi Rindu (DRAMIONE)
Fanfiction[COMPLETED] Aku memang tidak mengenalmu dengan baik. Tapi yang aku tahu, ternyata mencintaimu bisa sangat menyakitkan - HJG