(30) Anyelir

507 66 26
                                    

Hermione menghentikan langkahnya ketika melihat Dion dan Alex yang berlarian menghampirinya. Firasatnya memburuk. Jantungnya berpacu, napasnya pun memburu.

Dion menggenggam tangan kanan Hermione, "Kak cepet, Kak Draco kritis!"

Alex pun ikut meraih tangan kiri kakaknya itu, "Kak Leon drop, kak. Detak jantungnya melemah."

Telinga Hermione seakan berdenging. Ia menatap bergantian kedua adiknya itu. Rasanya kakinya melemas. Ia melihat lorong yang ada di kanannya, lalu beralih menatap lorong sebelah kiri.

Kemana Ia harus pergi sekarang?

Draco?

Atau..

Leon?

...

Draco sekarang sudah benar-benar kehilangan kesadarannya. Keadaannya makin parah. Wajahnya sangat pucat menjurus ke kuning karena kerusakan hatinya yang sudah semakin memburuk.

Semua orang sudah mencari donor hati kemana-mana, namum tidak juga mendapatkannya. Kalaupun ada, tidak cocok dengan Draco.

Narcissa sudah tidak bisa menangis lagi. Ia hanya memandangi anak sulungnya itu dengan nanar. Melihat anaknya terbaring tak sadarkan diri membuatnya seakan ikut sekarat. Sakit sekali rasanya. Andai dia bisa memberikan hatinya. Andai dia saja yang sakit. 

Hermione menghampiri Narcissa dan duduk di sebelahnya. Ia hanya diam. Ikut memandangi Draco yang masih menutup matanya.

Ia juga tidak tahu harus apa. Hatinya terasa mati rasa saking sakitnya. Tubuhnya juga tak bertenaga saking lemasnya.

Ditengah keheningan itu, pintu tiba-tiba terbuka. Menampilkan Alex yang langsung meminta Hermione keluar dari ruangan itu.

Ternyata Leon sudah sadar. Hermione langsung berlari menuju ruangan laki-laki itu. Saat sampai, dia melihat Leon yang terbaring lemah dan sedang diberi obat oleh perawat.

Laki-laki itu tersenyum manis melihat kedatangan Hermione.

"Akhirnya kamu sadar juga." wanita itu menghela napas lelah. Mencoba mengatur kembali pola napasnya.

Leon menepuk-nepuk pelan tangan Hermione untuk membantu wanita itu mengatur napasnya.

Hermione kini dapat melihat Leon dengan jelas. Wajahnya sangat pucat, walaupun senyum manisnya tak pernah hilang. Kantung matanya menghitam, dan ekspresinya seakan menutupi rasa sakitnya.

"Mione, ke taman yuk?"

Hermione mengernyit, "Bisa-bisanya kamu ngomong kaya gitu? Kamu abis aja kritis, Le!"

Leon tersenyum, "Aku udah nggak apa-apa."

Hermione terdiam. Leon hanya tersenyum menatap wanita di hadapannya ini. Melihat senyum itu, membuat Hermione mau tak mau membantu Leon duduk di kursi roda agar mereka bisa pergi ke taman rumah sakit.

Sesampainya di sana, mereka berdua duduk di kursi taman. Menatap sekumpulan bunga warna-warni atau hanya melihat orang-orang berlalu lalang.

Mereka hanya diam. Hermione tidak tahu harus berkata apa. Kalau bisa, Ia hanya ingin menangisi semuanya. Anggap dia cengeng. Dia hanya tidak sanggup kehilangan lagi. Dia tidak mau ditinggal lagi.

Tiba-tiba Leon meraih tangan Hermione dan menggenggamnya. Wanita itu menoleh. Ia dapat melihat Leon yang masih memandangi bunga-bunga. Ia jadi teringat kenangan-kenangan mereka saat masih bersama dahulu.

Leon itu orang yang tenang. Dia hanya tersenyum bahkan saat Ia merasa sedih. Alasan mengapa dulu Hermione sangat mencintai Leon adalah, karena saat bersama laki-laki ini Hermione merasa seimbang. Ia bisa marah, bisa menangis, bisa bahagia, dan bisa memperlihatkan sisi bodohnya kepada Leon. Karena Ia tahu kalau Leon sangat mencintainya, sehingga dia bisa menjadi dirinya sendiri tanpa takut ditinggalkan.

Pelangi Rindu (DRAMIONE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang