Sekarang Hermione tahu, kehidupan pernikahan ternyata tidak semudah itu. Tidak semenyenangkan yang Ia kira. Selama ini, Ia melihat kehidupan orang tuanya yang harmonis dan penuh cinta. Tapi sekarang dia diperlihatkan dengan sisi gelapnya pernikahan.
Mencintai seseorang berarti harus menerima kekurangan pasangannya. Namun Draco terlalu sempurna. Dia laki-laki tampan yang selalu membuat semua mata menengok dua kali setiap dia lewat. Laki-laki mandiri yang bisa mendirikan perusahaannya sendiri dari titik nol. Seorang pekerja keras dan juga penyayang keluarga walaupun selalu Ia tutupi dengan sikap dinginnya.
Draco.. Setelah Hermione mengenalnya lebih jauh, dia adalah laki-laki yang hangat.
Dengan kesempurnaan yang dimilikinya, membuat Draco menjadi jauh untuk tergapai. Bahkan sampat saat ini, Hermione merasa ini hanya mimpi. Bagaimana dengan mudahnya dia mendapatkan Draco. Hanya karena salah tangkap warga dan akhirnya mereka dinikahkan paksa.
Harusnya Hermione bersyukur sekarang, namun kenapa rasanya dia takut? Apa semua hal yang dia miliki sekarang akhirnya akan pergi lagi? Seperti dulu saat kedua orang tuanya pergi mendadak, begitu juga Leon.
Jujur, rasanya terhadap Draco semakin besar. Begitu juga rasa takut kehilangan. Dia takut kehilangan Draco, takut kehilangan mama Cissy, takut kehilangan Dion. Takut kehilangan keluarga barunya ini.
Tapi memang dia siapa? Dia merasa tidak pantas untuk menuntut mereka semua untuk selalu berada di sisinya.
"Herm? Kok ngelamun? Ada masalah?" tegur Cissy yang mendapati Hermione sedang duduk sendiri di halaman belakang.
Hermione tersenyum, "Nggak ada kok, Ma."
Cissy ikut duduk di samping menantunya itu, "Kamu ada masalah ya sama Draco?"
Hermione menatap mertuanya itu lumayan lama. Namun dia masih tetap diam.
"Kalau ada apa-apa kamu bisa cerita ke Mama."
Hermione tersenyum seraya menggeleng, "Aku nggak apa-apa kok, Ma. Nggak ada apa-apa juga. Mama jangan banyak pikiran. Nanti drop lagi."
Cissy mendekat lalu mengelus rambut Hermione, "Pernikahan itu nggak selalu mulus, Herm. Apalagi kalian baru seumur jagung. Mama harap kalian bisa lewatin masalah apapun itu, ya. Kalau kamu udah mau cerita, Mama siap denger kok."
Hermione menghela napasnya lalu tersenyum, "Makasih ya, Ma."
...
Hermione menatap kecewa pada dua orang yang kini berdiri dihadapannya. Terlebih hatinya sangat terluka oleh orang yang kini juga menatapnya dengan lirih.
"Kamu waktu itu janji gak bakal bikin saya kecewa, kan?" Hermione berkata dengan napas tersengal. Menahan tangis memang tak mudah.
Draco maju untuk meraih pundak Hermione, namun wanita itu langsung mundur.
"Hermione, aku minta tolong sama kamu. Izinkan Draco untuk bersama Tory selama satu bulan aja. Aku mohon."
Hermione tidak menatap Pansy. Dia terus melihat dengan tatapan sedih, marah, kecewa bercampur menjadi satu. Tidak mengalihkan pandangannya sedetikpun. Begitu juga Draco.
Kedua orang ini datang pada Hermione dan mengatakan semuanya tentang Astoria. Tentang penyakitnya dan umurnya yang sudah tidak lagi lama.
"Kamu mau saya izinin kamu?" tanya Hermione dengan setetes air mata yang terjatuh dengan mulusnya. Draco ingin mengusap air mata itu, namun lagi-lagi Hermione melangkah mundur.
"Hermione, please izinin-"
"Saya nggak ngomong sama kamu, ya! Saya ngomong sama suami saya! Kamu bisa diem nggak?!" seru Hermione dengan amarah. Pansy terdiam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pelangi Rindu (DRAMIONE)
Fanfiction[COMPLETED] Aku memang tidak mengenalmu dengan baik. Tapi yang aku tahu, ternyata mencintaimu bisa sangat menyakitkan - HJG