(4) - Si Tuan Rumah

1.2K 177 36
                                    


Hermione sedang mengaduk cokelat panasnya sambil terus berpikir. Wangi harum dari aroma cokelat tidak membuat Hermione segera meminum minuman itu. Di depannya, ada kartu nama si tuan es batu yang ternyata bernama Draco Malfoy. Sedari tadi Ia terus berpikir, apa Ia terima saja tawarannya itu? Tapi.. sebagai pembantu? Ya, bukannya Hermione terlalu sombong atau gimana, tapi Ia hanya tidak mau menjadi pembantu di rumah orang itu. Eh, tapi belum tentu 'kan kalau Hermione akan bekerja di rumah tuan es batu? Bisa saja manusia itu menawarinya pekerjaan sebagai pembantu di rumah saudaranya atau di rumah temannya? Bisa saja 'kan?

"Ah, tapi nggak ada pilihan lain. Kalau aku nggak nerima pekerjaan ini, gimana nasib sekolah Alex nanti?" Katanya sembari bersandar sepenuhnya pada kursi. Ia menatap langit-langit ruangan, lalu menutup matanya.

"Iya, deh. Sementara aku kerja sama dia dulu. Nanti aku cari tempat kerja yang lain lagi. Iya, kaya gitu aja lah!"

...

Tok tok tok

Hermione berdiri dengan gugup. Ia menatap pintu di depannya yang tidak kunjung dibuka. Padahal tadi kata satpam di depan, si tuan es batu ada di rumah.

Ya, Hermione akhirnya menghubungi Draco dan meminta pekerjaan pada pemuda itu. Dan awalnya Ia terkejut karna harus menjadi pembantu di rumah Draco. Tapi mau bagaimana lagi? Kebutuhan hidup memaksanya melakukan ini.

Demi Alex!

Tok tok tok

Cklek. Pintu pun terbuka. Menampilkan sosok Draco dengan wajah datar seperti biasa.

"Kamu bodoh atau gimana, sih?"

Hermione mengernyit tak terima. Apa-apaan ini? Ia baru saja datang, tapi sudah dibilang bodoh.

"Maksudnya apa? Kenapa tiba-tiba bilang saya bodoh?" Sungut Hermione sambil meremas ujung jaketnya.

"Kenapa tidak pencat bel? Untung telinga saya tajam, jadi saya bisa dengar kalau ada orang bodoh yang mengetuk-ngetuk pintu rumah saya."

Hermione memerah. Ia melirik dinding sebelah kirinya, dan melihat tombol bel di sana. Ah, kenapa Ia tidak melihatnya? Kan jadi jatuh harga dirinya di hadapan tuan es batu ini.

Tapi yang namanya Hermione, harus tetap percaya diri. Dengan sedikit mengangkat dagu, Ia menatap Draco tepat di kedua bola mata kelabunya.

"Kapan saya bisa mulai kerja?"

Draco membuka pintu lebih lebar, dan membiarkan Hermione masuk ke dalam rumahnya.

Gadis itu mendongakkan kepala untuk melihat seisi rumah yang luasnya berkali-kali lipat lebih besar dari rumahnya itu.

Pikirannya cuma satu,

Kayanya nyapu ini rumah bakal bikin encok, deh.

"Tugas kamu cuma nyapu, nge-pel, cuci piring, dan masak. Kamu harus sudah ada di rumah ini jam enam pagi. Nggak boleh telat! Dan kamu bisa pulang kalau semua pekerjaan kamu sudah selesai. Ngerti?" Kata Draco panjang lebar. Tapi si lawan bicara masih saja menatap kagum karna begitu besarnya rumah ini.

Draco menghela napas, bosan. Ia mengibas-ngibaskan tangannya di depan wajah Hermione, dan langsung membuat gadis itu tersadar dari lamunannya.

"Kamu dengar apa yang tadi saya katakan?"

Hermione mengangguk. Ya, walaupun tadi Ia sempat melamun tapi tetap saja telinganya berfungsi dengan benar.

"Iya, pak. Saya dengar."

Draco mengernyit, "Bapak? Memang saya ini bapak kamu!"

"Lalu.. saya panggil apa?"

Draco memutar bola matanya, "Mana KTP kamu? Surat-surat yang lainnya juga? Tadi pagi 'kan sudah saya beritahu untuk bawa." Katanya yang lebih memilih tidak peduli dengan pertanyaan Hermione tadi.

Hermione mengeluarkan map biru dari tas ranselnya dan memberikannya pada Draco. Pria itu pun membukanya, lalu alisnya terangkat dua-duanya dan menatap Hermione sesaat.

"Kamu sarjana ekonomi?"

Hermione hanya mengangguk.

"Lalu kenapa mau jadi pembantu?"

"Kalau saya ada pekerjaan lain, saya juga nggak mau jadi pembantu, pak."

"Apa lagi dirumah si tuan es batu!" Lanjutnya dalam hati.

Draco mengangguk sekali, lalu menutup map itu. "Surat-surat ini saya tahan sementara. Jadi kalau kamu nyuri sesuatu, saya bisa laporin kamu ke polisi pakai data-data ini."

Hermione memutar bola matanya. Lalu tersenyum terpaksa pada majikannya itu.

"Kamu sudah bisa mulai kerja hari ini. Sapu, alat pel, dan lain-lain ada di dekat dapur. Periksa saja semuanya di sana. Lama-lama kamu juga terbiasa." Kata Draco lalu berjalan pergi menuju ruang kerjanya.

"Eh, pak!"

Draco berhenti.

"Dapurnya di mana ya?"

Draco menunjuk ke arah lorong di samping kanannya. Hermione pun melongokkan kepalanya, dan melipat dahinya karna tidak mengerti.

"Mana, pak?"

"Lewat sana, nanti belok kanan, belok kiri, lurus lagi, dan nyampe."

Buset, deh!

...

Hermione menyeka keringatnya, lalu memilin tubuhnya ke kanan dan ke kiri. Rumah tempatnya bekerja ini, benar-benar seperti istana. Ah, apa Hermione nya saja yang terlalu berlebihan? Lagi pula kenapa si tuan es batu itu pelit sekali? Kenapa rumah sebesar ini, hanya ada satu pembantu, satu satpam, satu supir, dan satu tukang kebun? Padahal kalau Hermione lihat dari gayanya yang sok itu, pasti Ia sanggup membayar sepuluh pembantu sekaligus.

Tapi dari pada memikirkan itu, lebih baik Hermione cepat-cepat mengerjakan pekerjaannya dan segera pulang.

"Hufft, ini nyapu aja butuh waktu satu jam." Keluh Hermione. Ia baru bekerja disini beberapa jam, tapi rasanya tulangnya sudah rontok semua.

Setelah selesai menyapu dan mengepel dari lantai satu sampai lantai dua, dari kamar satu sampai kamar lima, Hermione istirahat sejenak di kursi ruang makan. Ia berpikir, masakan apa yang bisa Ia masak hari ini?

"Mmm.. kira-kira si tuan es batu itu suka makan apa ya? Nanti kalau aku buat yang nggak dia suka, kena semprot lagi."

Hermione terus berpikir, berpikir, dan berpikir. Sampai Ia mendengar sebuah dehaman dari arah belakangnya.

Ia pun memutar kepalanya, dan refleks melotot setelah melihat pemandangan di depannya.

"Aaaaaaaa!!!!" Teriaknya histeris. Hampir saja membuat gelas yang di bawa Draco jatuh dan tak bisa bangkit lagi.

"Kamu kenapa, sih?" Tanya Draco dengan nada datar seperti biasa. Ia kembali melanjutkan aktivitasnya, yaitu membuka kulkas dan mengambil jus dalam kemasan lalu menuangkannya ke dalam gelas.

Hermione menutup mata sambil geleng-geleng kepala berkali-kali, "P-pak, kok nggak pakai baju?"

Draco mendelik, "Ini rumah saya. Saya berhak ngapain aja disini."

"T-tapi.. kita bukan muhrim pak! Dosa pak! Dosa!"

Draco mengernyit tak mengerti, "Kamu ngomong apa sih?"

"Saya masih polos, pak!" Katanya masih dengan mata tertutup.

Draco mendengus, "Jangan kegeeran! Memang apa yang akan saya lakukan ke kamu? Mikirnya jangan kejauhan."

Hermione berhenti bergerak-gerak di kursinya. Ia sedikit mengintip dari sela-sela jarinya yang menutupi mata.

Jantung berdegup kencang, tangan gemetar, pipi memanas, "MasyaAllah.. roti sobeknya ada enam." batinnya frustasi.

"Katanya bukan muhrim, tapi ngintip-ngintip juga." Seru Draco, lalu pergi menuju ruang kerjanya kembali. Meninggalkan Hermione yang membeku seketika.

Gadis itu mengelus dadanya berulang-ulang. Baru hari pertama kerja, tapi sudah diberi cobaan.

"Huhh, harus kuat-kuat iman, nih!"

***

Pelangi Rindu (DRAMIONE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang