(12) - Kencan Pertama (Bag.2)

1K 182 29
                                    


Draco hanya memandangi Hermione yang tengah asyik melihat bunga-bunga di taman tempat dia bekerja dulu. Toko bunga ini terbilang besar. Mereka punya Taman sendiri di halaman belakangnya. Banyak jenis-jenis bunga di sana. Mulai dari Mawar beraneka warna, bunga matahari, tulip, dan masih banyak lagi. Draco tidak bisa menyebutkan semua namanya karena memang dia tidak begitu tahu jenis bunga.

Dari caranya Hermione memperlakukan bunga-bunga, ada satu hal yang Draco tahu sekarang. Wanita itu penyuka tanaman. Melihat binar dimatanya, membuat Draco juga ikut merasakan euforia saat berada di taman penuh bunga ini. Entah kenapa.

"Hermione, sering-sering datang ke sini, ya." ucap Ginny dengan raut sedih.

Hermione tersenyum, "Iya, nanti aku bakal sering main ke sini." katanya sembari menepuk bahu Ginny. Setelah itu perhatiannya beralih pada Draco yang sedang menyentuh bunga-bunga Mawar yang sedang mekar dengan Indah.

Hermione tersenyum melihatnya. Namun senyum itu berubah datar ketika melihat Draco tiba-tiba menarik tangannya dengan cepat dan menyembunyikannya di balik tubuhnya.

Hermione menghampiri laki-laki itu, "Mana tangannya?"

Draco mengerutkan alisnya, "Apa?"

Hermione tak bertanya lagi. Dia langsung menarik tangan Draco dan melihat jari telunjuknya tergores karena terkena duri Mawar.

"Gin, bisa pinjam kotak P3K?"

"Buat apa?"

"Ini, tangan suamiku berdarah."

"Oh, iya iya sebentar aku ambil." kata Ginny sebelum melesat ke dalam toko.

Draco memperhatikan Hermione yang sedang meniup-niupi jari telunjuknya. Ada perasaan nyaman ketika Hermione selalu mengatakan pada orang-orang kalau dirinya adalah suaminya.

"Kamu seperti nggak ada beban ketika bilang ke orang-orang kalau saya itu suami kamu." ujar Draco tiba-tiba.

Hermione perlu mendongak untuk melihat wajah Draco, "Kenapa? Kamu nggak suka kalau saya bilang kamu itu suami saya sama orang-orang?"

Draco menggeleng-geleng, "Suka. Tapi masih kedengaran aneh aja. Kan kamu tahu sendiri kita nikah itu-"

"Terpaksa?" Hermione tertawa ringan, "Awalnya 'kan? Tapi sekarang udah enggak. Kamu itu udah sah jadi suami saya. Maka dari itu saya mau membiasakan diri buat menganggap kamu sebagai seorang suami. Itu kan yang kamu mau? Kita saling mencoba buat mencintai?"

Draco tersenyum sambil mengangguk-anggukan kepalanya, "Apa... Kamu udah mencintai saya?" tanya Draco.

Hermione menggeleng, "Belum. Tapi satu hal yang perlu kamu tau. Saya pasti akan mencintai kamu. Karena kamu suami saya." katanya seraya merapikan anak rambut Draco yang berantakan.

Draco tersenyum. Dia mengangkat tangannya hendak membelai pipi kemerahan Hermione, namun tidak jadi karena Ginny tiba-tiba sudah ada di ambang pintu.

"Kenapa berhenti? Adegannya tuh sweet banget, tau." Ledeknya.

Draco langsung kembali memasang wajah juteknya, sedangkan Hermione hanya tertawa-tawa sambil menerima kotak obat dari tangan Ginny.

...

Semilir angin di sore hari ini terasa begitu lembut ketika menyentuh permukaan kulit. Menghasilkan sensasi sejuk yang membuat siapapun yang merasakannya menjadi rilex dan melupakan sejenak tentang masalah kehidupan.

Begitupun dengan kedua orang yang sedang berjalan beriringan di sebuah taman kota. Yang perempuan memperhatikan sekitarnya ketika banyak para wanita yang sengaja memandangi atau hanya sekedar melirik ke arah laki-laki di sebelahnya.

Ya, dia tidak bisa memungkiri kalau laki-laki ini memang mempunyai pesona yang akan membuat perempuan manapun menengok dua kali ketika dia lewat.

"Kamu... Beneran nggak pernah punya pacar?" tanya Hermione.

Draco menggeleng.

"Tapi... Pasti banyak yang suka sama kamu 'kan?"

"Pasti."

Hah! Hermione jadi menyesal bertanya begitu.

"Siapa Leon?" tanya Draco tiba-tiba.

Langkah Hermione terhenti. Membiarkan Draco berjalan beberapa langkah ke depan. Setelah merasakan ketidakhadiran Hermione disampingnya, Draco pun ikut berhenti. Dia menoleh kebelakang, dan menemukan Hermione yang tengah tertunduk.

Draco menghampiri Hermione, "Kenapa?"

Hermione tersenyum sambil geleng-geleng kepala beberapa kali, "Nggak apa-apa. Ayo, duduk. Biar saya cerita siapa Leon itu."

Mereka pun mencari tempat yang nyaman untuk berbincang. Setelah menemukan bangku taman yang agak jauh dari keramaian, Hermione mulai bercerita.

"Kami pacaran sudah dua tahun. Tapi tiba-tiba dia menghilang gitu aja. Nggak ada yang tahu dia di mana. Tiga tahun lamanya saya nunggu dia, berharap suatu saat dia kembali. Tapi semua itu cuma angan saya aja. Sampai saya capek sendiri dan mulai terbiasa dengan enggak adanya dia."

Draco tak berkomentar apa-apa. Dia hanya fokus dengan cerita Hermione.

"Tapi... Lagi-lagi takdir seakan mempermainkan saya. Sehari setelah saya menikah sama kamu, dia datang."

Draco melotot, "Apa? Dia kembali? Dan... Dan kamu nggak bilang saya?!"

Hermione memuta bola mata, "Dengerin dulu. Baru komentar."

Draco mencoba bersabar, "Oke, lanjut."

"Dia.. Dia minta saya buat balik sama dia. Dia jelasin semuanya kenapa dia hilang. Ternyata... Dia kena leukimia. Dia pergi karna nggak mau nyusahin saya. Nggak mau liat saya sedih." katanya dengan tertunduk. Namun tiba-tiba dia mengangkat kepalanya dan berkata dengan semangat pada Draco, "Tapi kamu tenang aja. Saya setia, kok. Saya pilih kamu. Saya nggak balikan sama dia."

Draco tidak tahu akan menjawab apa. Dia tidak bisa bohong kalau dia melihat luka di mata Hermione. Tapi wanita itu menyembunyikan sakitnya dengan senyumannya itu.

"Kamu... Bahagia?" ucap Draco setelah hanya diam beberapa saat.

Hermione mengangguk semangat.

"Bohong." telak Draco.

Hermione mendengus, "Jangan sok tahu. Saya bahagia, kok. Kamu tau? Sekarang saya seperti memiliki keluarga baru. Saya bahagia punya kamu. Saya bahagia punya orang tua lagi seperti Mama Cissy. Saya bahagia jadi punya dua adik. Yaitu Alex dan Dion."

Draco menunduk, "Benar?"

Hermione tertawa. Ia mengacak poni depan Draco yang sudah mulai panjang.

"Benar. Mungkin nggak mudah buat saya ngelupain Leon. Ibarat luka, mungkin dia udah sembuh. Sakitnya udah nggak terasa lagi. Tapi bekasnya masih ada. Dan itu yang paling sulit. Saya harap kamu bisa bantu saya."

Draco mengangguk, "Saya akan jadi obat penghilang bekas luka itu."

Hermione tertawa, "Obatnya bisa beli di online shop, nggak Mas?"

"Saya serius." jawab Draco dengan wajah juteknya.

"Iya, deh. Oh iya, sekarang kamu yang cerita."

"Cerita apa?"

"Tentang cerita cinta kamu, lah."

"Ngapain saya cerita."

"Lah, kok gitu?"

"Kan itu cerita kita berdua. Ngapain saya ceritain lagi."

Hermione memerah. Lalu memukul bahu Draco. Yang di pukul hanya tertawa-tawa sambil mengusap bahunya.

"Jangan gombal!" ketus Hermione.

"Nggak apa-apa. Biar kamu baper, terus jatuh cinta."

***

Sejauh ini aku mau tau gimana kesan kalian buat cerita ini?

Ayo, dong jangan jadi pembaca gelap. Nanti matanya sakit, loh. Nyalain aja lampunya. Haha, krik bgt ya.

SRS

Pelangi Rindu (DRAMIONE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang