"Semua orang sangat suka menghakimi seseorang hanya karena perbuatannya, padahal belum tentu yang diperbuat itu yang tengah dirasakannya."
***
Sesudah sarapan, Raya bergegas memakai sepatunya untuk berangkat ke sekolah. Tadi ia bangun sangat pagi karena harus memasak sarapannya dahulu dan juga makan untuk Ibunya, untungnya penghasilan dari kerjanya bisa memenuhi sehari-harinya. Namun kalau untuk menebus obat untuk Ibunya, Raya tidak bisa. Biasanya ia akan meminjam uang ke tetangga yang baik hati.
Setelah sudah mengikat tali sepatunya, ia segera berjalan ke depan gang rumahnya untuk menghadang angkot lebih dulu. Ketika Raya menoleh ke kanan, ada satu mobil Bugatti LVN yang berhenti tepat di sampingnya. Tak perlu mencari siapa pemiliknya, Raya sudah mengenalinya. Siapa lagi kalau bukan Agatha.
Agatha turun dari mobilnya, rambutnya yang panjang diterpa angin semakin membuat dirinya menarik.
"Ray, hari ini lo berangkat bareng gue," ujarnya.
Raya terkejut, "G-gaus-"
"Gak terima penolakan," potong Agatha cepat. Tangan Raya ditarik oleh Agatha sedikit memaksa karena kalau tidak seperti itu, Raya akan kabur dan berangkat sekolah menggunakan angkot. Bukannya Agatha melarang Raya naik angkot, tapi ia sangat khawatir setelah kejadian Raya pingsan. Pikirnya, kalau terjadi sesuatu di dalam angkot dan tidak ada yang mau menolongnya bagaimana? Memang sih manusia saling tolong menolong, tapi besar kemungkinan manusia hanya menonton tanpa membantu.
Raya di dalam mobil hanya diam saja memikirkan nasibnya yang malang ini. Agatha juga menatap Raya seperti orang sedang banyak pikiran.
"Ray," panggil Agatha.
Raya terkejut dari lamunannya, "I-iya, Tha?"
"Lamunin apa?
"Enggak, gak ada apa-apa."
Agatha hanya manggut-manggut pura-pura percaya akan ucapan yang dilontarkan Raya. Ia tau ada masalah yang mencoba Raya tutupi seorang diri. Agatha juga tau bahwa kemarin Raya berbohong, ia hanya percaya karena masalah sahabat ini tidak selalu diceritakan kepadanya. Raya juga butuh privasi.
***
Raya mengaduk batagornya yang sudah sepuluh menit lalu ia angguri, dirinya hanya sibuk berkutat dengan pikirannya. Ia yakin bahwa dirinya seperti ini terus pasti lama kelamaan akan menjadi gila.
"Ray, woy!" teriakan Agatha tepat di telinganya membuat Raya sedikit terlonjak.
"Ha? Apaan? Jangan teriak-teriak sakit kuping gue," jawab Raya kesal.
"Tuh batagor lo udah jamuran," ucap Agatha menunjuk batagor. Raya juga ikutan menatap batagor.
"Mana gak ada jamurnya?" tanya Raya polos, ia masih meneliti di setiap batagornya. Takut kalau sampai ada jamur berbahaya yang akan ia makan dan menyebabkan sakit perut.
Agatha tertawa, "Sakit perut gue, Ray." Tawa Agatha belum berhenti, ia sampai memegangi perutnya.
Raya melongo, bingung dengan ucapan dan tindakan Agatha. Apa ada yang lucu? Padahal dia hanya bertanya maksud jamur di batagornya.
"Apa yang lucu sih Tha, gue gak ngerti sumpah." Raya benar-benar seperti orang paling bodoh di muka bumi ini.
"Kok lo jadi lola gini sih, Ray?" tanya Agatha terkekeh.
"Ya habis gak ada apa-apa lo ketawa-ketawa, abis ke sambet pohon jengkol di Deket rumah gue tadi?"
Agatha menurunkan volume tawanya, "Lo polos banget. Gue bohongin mau aja, mana ada jamur di batagor Bu Gembul."
KAMU SEDANG MEMBACA
KILLJOY [END]✅
Ficțiune adolescenți[Cerita ini diikutsertakan dalam event 6 bulan menulis yang diselenggarakan oleh Kadentyas Publisher.] Arti kata 'Killjoy' adalah orang yang suka merusak kesenangan orang lain. Tapi di cerita ini bukan hanya manusia, semesta juga turut hadir di dala...