36. Sepucuk Surat dan Sebuket Bunga

77 18 16
                                    

"Hal paling menyakitkan di dunia adalah perpisahan yang diputuskan secara sepihak

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Hal paling menyakitkan di dunia adalah perpisahan yang diputuskan secara sepihak."

***

24 jam berlalu...

Suara tangisan masih terus menghiasi ruangan itu, wanita paruh baya yang berada di sana menatap sendu putrinya yang tengah terbaring belum sadar. Namun ada sebuah tangan yang selalu bergenggaman dalam keadaan apapun. Genggamannya seakan memberi kekuatan untuknya agar secepatnya bisa sadar melihat dunia ini lagi.

"Nak, Ibu yakin kamu kuat. Jadi, Ibu mohon kamu cepat sadar ya?" ucap Tyas bicara pada angin lalu karena Raya belum juga sadar saat ini.

Wanita paruh baya itu terus berharap kepada Tuhan agar Raya secepatnya sadar karena ada suatu hal yang mesti ia sampaikan secepatnya. Kata dokter Bian, ini efek karena obat bius sesudah operasi tetapi ternyata lama sekali? Ia hanya takut kejadian yang tidak diinginkan.

Tak henti-hentinya Tyas menatap jam yang tersemat di dinding, saat ini sudah menunjukkan pukul sembilan pagi, artinya sehari dari kemarin operasi Raya belum sadar juga.

Mata Tyas saat ini benar-benar lengket, semalaman ia tidak bisa tidur karena tidak tenang memikirkan nasib sang anak. Begitulah Ibu jika sang buah hatinya sedang tidak baik-baik saja. Namun, ketika ia matanya ingin terpejam akibat efek semalam tidak tidur tiba-tiba saja genggamannya merasakan sebuah gerakan lemah.

Tyas segera membuka matanya, dan pemandangan mengharukan mulai terjadi. Raya menggerakkan telunjuknya, itu adalah pertanda baik untuk ke depannya.

"Raya?!" Tyas benar-benar terkejut, perasaan campur aduk antara senang dan juga sedih.

Mulai dari jari, hingga ke tangannya dan tubuhnya yang bergerak mengubah posisi tidur menjadi duduk.

"Kok masih gelap, ya?" tanya Raya heran, ia memegang matanya yang masih diperban belum dibuka.

"Tenang Nak, Ibu akan panggil dokter Bian kemari untuk membukanya." Tyas kemudian beralih pergi.

Lima menit belum ada, Tyas serta dokter Bian memasuki ruangan itu. Dokter Bian langsung memeriksa keadaan Raya, mulai dari detak jantung hingga tensi darah karena semuanya harus benar-benar membaik.

"Keadaan Raya sangat baik, hari ini kita pelepasan perban. Apa kamu siap, Raya?" tanya dokter Bian.

Raya mengangguk. "Iya, siap dok."

"Baik, saya persiapkan dahulu alat-alatnya."

Dokter Bian berlalu, sekarang hanya ada Tyas dan Raya di ruangan itu. Raya menajamkan pendengarannya, sepertinya ruangan ini hanya ada Ibunya saja karena terlihat lebih sunyi. Jika ada dua insan, mereka saling mengobrol bukan?

"Bu?" panggil Raya di tengah gelapnya penglihatan.

"Iya, Nak?"

"Ibu sendirian aja? Edgar gak Dateng ya, Bu?"

KILLJOY [END]✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang