"Banyak orang baik di dunia ini, tapi jangan lupa juga banyak orang jahat di dunia ini. Indonesia memiliki pulau 16.056, 34 provinsi, dan 270.006.000 penduduk. Yang di dalamnya belum tentu kadar orang baik lebih banyak."
***
Setelah membeli obat ke apotik, Utami memintanya pulang ke rumah karena kondisinya yang tidak baik. Padahal ini hanya akal-akalan dirinya saja. Jalanan Ibu Kota yang macet membuat Edgar geram menunggu, ia tau ini sudah sangat lama meninggalkan Raya dan Ibunya di restoran itu. Ia takut saja kalau terjadi apa-apa dengan mereka.
"Gar, badan Ibu lagi gak enak. Kamu bisa kan nanti ke sana sendiri tanpa Ibu?" Utami memasang wajah lesuhnya.
"Gapapa Bu, tapi ini jalanan macet banget. Kita bakalan lama untuk sampai ke rumah, belum lagi aku balik ke restoran jemput Raya sama Ibunya,"
"Kamu yang sabar. Macet kaya gini kan udah jadi makanan sehari-hari kita," ucap Utami mencoba menetralkan emosi sang anak.
"Aku takut mereka kenapa-kenapa di sana," gusarnya.
Utami tersenyum, "Kamu tenang aja, mereka akan baik-baik saja. Percaya sama Ibu."
'Mereka tidak akan baik-baik saja,' batin Utami.
Jalanan akhirnya berlenggang lega, Edgar segera menancap gasnya menuju rumah. Jujur saja, perasaan Edgar sejak dari tadi tidak enak, ia takut terjadi apa-apa dengan Raya dan Ibunya. Tapi di satu sisi ia tenang, Utami sudah membayar makan malam itu. Jadi mereka berdua tidak ada masalah kembali. Meski otaknya berpikir nalar seperti itu, tapi hatinya tetap saja tidak tenang.
***
Bukk!
Suara berdebum menggelegar, semua pasang mata terarah ke sumbernya. Cekcok di antara, pelayan, administrasi, dan Raya seketika terhenti ketika melihat Tyas jatuh pingsan. Raya segera menaruh kepala Ibunya di pahanya. Ibunya terpejam dengan wajah pucat pasi.
Tadi setelah mereka diperlihatkan bil pesanan, Raya menghampiri administrasi untuk meminta pertanggungjawaban tentang pembayaran itu karena Edgar yang berkata bahwa semua makanan yang dipesan sudah dibayar. Tapi administrasi serta pramusaji malah berkata, Utami yang meminta Raya yang membayar semua itu. Raya jadi bingung dengan Utami, apakah wanita itu benar-benar sudah tobat atau cuman tomat?
"Ibu!" Raya menangis di sana membuat perhatian semua orang yang sedang makan, menatapnya.
"Bagaimana urusan bil-nya Mbak?" tanya administrasi tidak manusiawi.
Raya mendongak dari tatapan Ibunya, beralih menatap administrasi itu. "Apa saya harus bayar sekarang melihat kondisi Ibu saya kaya gini? Dimana hati nurani Mbak?!" balas Raya emosi. Air matanya mengalir deras, make up di wajahnya meluntur terkena air mata.
"Maaf Mbak sebelumnya, tapi ketentuan restoran ini memang seperti ini. Setelah memakan lalu membayarnya." Administrasi itu terus-menerus mendesak Raya untuk membayarnya, pikiran Raya sangat kacau saat ini. Ia harus membayar menggunakan apa? Uang saja tidak punya.
KAMU SEDANG MEMBACA
KILLJOY [END]✅
Fiksi Remaja[Cerita ini diikutsertakan dalam event 6 bulan menulis yang diselenggarakan oleh Kadentyas Publisher.] Arti kata 'Killjoy' adalah orang yang suka merusak kesenangan orang lain. Tapi di cerita ini bukan hanya manusia, semesta juga turut hadir di dala...