"Kadang hal sepahit apapun harus disyukuri, bukan malah menyalahkan hal itu."
***
Chat-an Raya berakhir, ketika Bu Inne datang. Raya terpaksa harus duduk sendiri dan mengerjakan tugas dari Bu Inne seorang diri. Di saat semuanya mengerjakannya secara berkelompok, Raya memilih mengerjakannya sendiri karena teman kelasnya juga tidak ada yang mau mengajakinya. Meskipun di ajak pun, Raya pasti menolak karena hampir setiap kelompok terdapat laki-laki.
Bu Inne mendekati Raya yang sedang mengerjakan seorang diri, "Lho Raya, kamu gak ngerjain berkelompok kaya teman-teman yang lain?" tanya Bu Inne sedikit penasaran, ia sebenarnya sudah tahu gosip yang beredar bahwa Raya seperti orang yang tidak waras bila bertemu lawan jenisnya.
Raya menggeleng, "En-ggak bu, Raya sendiri aja."
Bu Inne mengangguk, "Oke Raya, gapapa sendiri kalau kamu bisa." Bu Inne langsung berlalu melihat kelompok lain.
Waktu mengerjakan sudah habis, Raya sudah sedari tadi mengumpulkan tugasnya sebelum anak-anak selesai. Raya memang pintar, namun sayang biasanya ia sangat aktif dengan pelajaran bu Inne, pelajaran Bahasa Indonesia. Tapi sekarang Raya menjadi introvert menutup dirinya dalam-dalam setelah kejadian di jembatan penyeberangan itu.
Saat istirahat tiba, Raya hanya berdiam diri di kelas yang kosong. Sunyi, sudah menjadi kebiasaannya sejak kejadian itu menimpanya. Ia mendengarkan musik yang sama seperti di pagi hari tadi, ia tak pernah bosan dengan lagu itu. Lagu itu memang sangat cocok untuk dirinya. Raya menenggelamkan wajahnya di tumpuan tangannya. Suara musik tiba-tiba terdengar sangat pelan hingga lambat laun tidak terdengar, pandangan Raya kini berubah menjadi hitam.
***
Bel masuk sudah berbunyi, Pak Hendri pun segera datang. Pak Hendri terkejut, ketika Raya sedang tidur. Apa teman-temannya sengaja tidak membangunkannya? Tega sekali.
Pak Hendri menggoyangkan lengan Raya agar ia bangun, tak lama Raya langsung bangun dengan wajah linglung.
"Cuci muka sana kamu!" perintah Pak Hendri, Raya langsung beranjak dari kursinya. Ia menunduk berjalan ke arah kamar mandi, untung saja ia tak menabrak orang.
Setelah selesai mencuci wajahnya, Raya langsung kembali ke kelas. Seperti biasa semua anak kini menatap ke arahnya saat Raya berjalan menuju kursinya. Ia seperti korban bullying padahal sama sekali tidak. Ia hanya dijauhkan karena phobianya, bukan di bully.
"Gak niat sekolah emang, bisa-bisanya tidur pas Pak Hendri udah dateng," celetuk salah satu siswa membuat posisi Raya terpojoki.
"Tau, dasar gila!" sahut siswa lainnya.
Apa mereka bilang? Raya gila? Mereka saja yang tidak tau kejadian yang menimpanya, kalau sudah tau apakah mereka masih mengatainya gila? Hati Raya benar-benar hancur, ia merasakan sakit di hatinya. Seperti tersayat bongkahan kaca yang pecah.
KAMU SEDANG MEMBACA
KILLJOY [END]✅
Fiksi Remaja[Cerita ini diikutsertakan dalam event 6 bulan menulis yang diselenggarakan oleh Kadentyas Publisher.] Arti kata 'Killjoy' adalah orang yang suka merusak kesenangan orang lain. Tapi di cerita ini bukan hanya manusia, semesta juga turut hadir di dala...