Chapter 2

1.3K 180 44
                                    

Aku menuju kamar hanya melamun sambil menata buku buku yang berserakan sampai terdengar musik yang menggema ke seluruh ruangan di rumah. Tanpa sadar aku menari di kamarku. Sampai tiba tiba muncul cahaya biru. Angin bertiup kencang. Aku berlari keluar sambil membawa buku ku, disana sudah ada kakak kakakku.

" Apa itu?" tanya Vanya.

" Jangan mendekat!" kata Allison.

" Ya, pantas saja. Seperti penyimpangan sementara" kata Diego.

" Minggir!" teriak Klaus lalu melempar tabung pemadam api.

" Apa yang kau lakukan?" tanya Allison.

" Entahlah, apakah kau punya ide yang lebih baik?" tanya Klaus.

" Itu bukan api bodoh.. kenapa kau melempar tabung itu?" keluhku.

" AAAAA" Teriak ku karena buku ku terbawa masuk ke lubang biru itu.

Aku melihat seorang kakek tua di dalam lubang biru itu.

" Semuanya di belakang ku!" teriak Luther.

Diego segera menarik ku mundur.

" Buku ku!" teriak ku.

" Kita bisa membelinya nanti" kata Diego.

" Itu buku terbatas!" keluh ku.

Tiba tiba orang tua itu terjatuh. Kami menghampirinya.

" Apa kalian melihat number five kecil atau hanya aku?" tanya Klaus.

Five melihat badannya.

" Sial!" teriak nya.

" Ah.. buku ku.." kataku sambil meminta buku ku yang di pegang Five.

" Pegang buku mu erat erat dasar kutu buku.." kata Five dan langsung ku sambut dengan pukulan buku di kepalanya.

" Ah..sakit" keluhnya.

Kami menuju dapur.

" Tanggal berapa? Tanggal sebenarnya." Kata Five.

" Tanggal 24" kata Vanya.

" Bulan apa?" tanya Five.

" Maret" jawab Vanya lagi.

" Bagus.." kata Five.

" Apa yang kau lakukan?" tanya ku.

" Kau tak lihat? Aku membuat roti dasar kutu.." kata Five.

" Pertama, aku bukanlah kutu buku. Kedua itu roti ku" kata ku.

" Tak peduli" kata Five.

" Apa kita akan membicarakan apa yang terjadi?" tanya Luther.

Kami hening beberapa saat.

" Sudah 17 tahun" kata Luther.

" Sudah lebih lama dari itu" kata Five.

" Dan kau kemana?" tanya Diego.

" Masa depan" jawab Five.

" Harusnya aku mendengar pria tua itu. Melompati jarak adalah satu hal. Melompati waktu adalah bagian dari usaha" kata Five.

" Rok yang indah" kata Five pada Klaus.

" Oh, terima kasih" kata Klaus.

" Tunggu, bagaimana kau bisa kembali?" tanya Vanya.

" Akhirnya aku harus memproyeksikan kesadaranku maju ke versi panangguan status kuantumku yang ada di seberang setiap kemungkinan waktu instan" kata Five.

" Tak masuk akan" kata Diego.

" Karena kau kurang pintar" kata Five santai. Diego yang marah langsung berdiri untung langsung di tahan oleh Luther.

" Berapa lama kau disana?" tanya ku.

" Empat puluh tahun kurang lebihnya" jawab Five.

" What! Jadi kau berumur 58 tahun?" tanya ku.

" Tidak! Kesadaranku berusia 58 tahun. Sepertinya sekarang 13 tahun lagi" kata Five.

" Bagaimana bisa itu terjadi?" tanya Vanya.

" Dolores terus berkata persamaannya mati. Pasti ia tertawa sekarang" kata Five.

" Dolores? Siapa lagi itu?" tanya ku.

Five mengambil sebuah koran di atas meja.

" Aku melewatkan pemakaman?" tanya Five.

" Bagaimana kau tau?" tanya Luther.

" Bagian masa depan mana yang tak kau pahami? Gagal jantung " tanya Five.

" Ya" kata Diego.

" Tidak.." potong Luther.

" Senang melihat tak ada perubahan" kata Five lalu pergi.

" Itu saja yang ingin kau katakan?" tanya Allison.

" Apa lagi yang harus ku katakan? Rantai kehidupan hah?" tanya Five.

" Baiklah.. itu menyenangkan.." kata Luther.

" Waktunya kembali ke kamar.." kata ku.

" Sepertinya kau benar benar kutu buku" kata Klaus.

" Sekali kau bilang lagi buku buku akan melayang ke kepalamu" jawabku.

Sesampainya di kamar aku langsung duduk di meja belajarku dan melamun.

" Hai" kata Five yang tiba tiba berteleport ke kamarku. Reflek aku segera melempar buku yang ku pegang ke badannya.

" Reflek mu sangat jelek" kata Five.

" Kau membaca buku fantasi huh?" tanya Five.

Aku mengangguk.

" Buku kesukaan mu kan?" tanya Five.

" Bagaimana kau tahu?" tanya ku.

" Aku melihatmu meninggal dengan mendekap buku kesayangan mu itu. " Kata Five

" Oh gosh" kataku.

Five naik ke atas mengambil beberapa buku di kamarku.

" By the way Aku menyukai anak yang suka membaca buku" kata Five.

Aku hanya diam melanjutkan lamunanku.

" Aku pinjam 3 buku ini..." kata Five.

" Ah.. tidak yang satu itu" kataku lalu menarik salah satu buku yang di pegangnya.

" Pelit.." gerutunya lalu pergi.

AUTHOR

Hai temen temen..

Mungkin aku up lagi nanti petang ya.

See u

𝐍𝐮𝐦𝐛𝐞𝐫 𝟖 𝐓𝐡𝐞 𝐂𝐨𝐦𝐩𝐚𝐬𝐬𝐢𝐨𝐧𝐚𝐭𝐞Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang