"Så er Norge det første landet du besøker på denne turen?" Perempuan berkulit putih pucat dengan pipi kemerahan itu menyingkirkan untaian rambut pirang ke belakang telinga. Iris birunya lekat menatap pemuda yang duduk di sampingnya. (Jadi, Norwegia adalah negara pertama yang kamu kunjungi dalam perjalanan ini?)
"Norge er morens hjemland. Så jeg bestemte meg for å starte fra dette landet." Sambil menengadahkan wajah ke langit cerah, dipejamkannya mata dengan senyum simpul. Merasakan suasana Norwegia belum pernah semenenangkan ini bagi pemuda tersebut. (Norwegia adalah tanah kelahiran ibuku. Jadi, aku memutuskan memulainya dari negara ini)
Pelancong yang lalu lalang, berbagai bahasa yang ia dengar dari orang-orang itu, serta beberapa orang yang tadi ia lihat salah kostum, bagai pelengkap perjalanannya ke Frogner Park pagi ini.
"Jadi, selama ini kau tak tinggal di Norwegia? Maksudku, keluargamu tak ada di sini?" tanya perempuan itu.
Asgard membuka mata, lantas menggeleng. Ia kembali memperhatikan sekitar. "Tidak. Selama ini aku sekeluarga tinggal di Indonesia. Sejak lama ibuku menjadi WNI dan tidak pernah kembali ke sini. Katanya, tidak ada alasan kembali ke negara yang membuatnya patah."
Tawa renyah perempuan itu mampir di telinga Asgard. Baginya, itu alasan terkonyol yang pernah ia dengar.
"Alasannya tidak sesederhana itu, Snotra. Percayalah." Asgard menyadari apa yang dipikirkan Snotra dan ikut tertawa.
"Oke, maaf. Aku hanya merasa sangsi saat seseorang sampai tidak mau setidaknya mengunjungi tanah kelahirannya hanya karena patah hati."
Mereka berdua kembali tertawa bersama, menertawakan asumsi masing-masing. Asgard pun tak ada niatan menjelaskan apa yang ia maksud pada Norwegian yang baru dikenalnya kemarin itu.
"So, where's the explanation that I asked yesterday?" tanya Asgard, membuat kening Snotra sejenak berkerut dalam.
"Ah ... aku ingat!" Snotra menyugar rambut panjangnya. "For me, nothing's special from history of Norway. Kau tahu? Tetap saja aku tidak suka pelajaran sejarah, terlalu banyak hafalan. Yeah ... at least, aku sedikit tahu sebagai warga negara Norwegia."
"So?" tekan Asgard. Ia tak sabar mendengar penjelasan dari native Norwegia itu.
"Dulu Norwegia dikenal sebagai Norwegia bersatu. Raja pertama diangkat setelah Pertempuran Hafrsjord di Stavanger. Namanya Harald Fairhair. Setahuku, Fairhair masih ada hubungannya dengan bangsa Viking. Namun, entahlah. Tak ada bukti otentik selain sebuah hikayat kuno."
Asgard mengangguk beberapa kali. Sepertinya, mengorek sejarah Norwegia memang tak semudah itu. Jangankan internet, Snotra yang orang Norwegia asli saja kebingungan. Sementara ibunya, Asgard tak berharap banyak. Perempuan itu sudah seperti menutup diri rapat-rapat dari negaranya sendiri.
"Ayo, lanjut jalan. Kita bisa berbincang sambil mengelilingi tempat ini, kan?" Asgard berdiri. Kemeja kotak-kotaknya yang tak dikancingkan berkibar pelan tersapu angin. Cuaca Oslo memang cukup hangat di musim gugur seperti ini, mereka tak perlu mengenakan baju tebal.
Mereka berjalan berdampingan menyusuri Frogner Park, menuju Vigeland Museum di Vigeland Sculpture Park di sisi selatan. Sesekali ketukan lantai batako dengan ankle boot milik Snotra terdengar, menemani keheningan dua orang itu.
"Oh iya, Asgard. Apa kau tahu bahwa Oslo pernah hancur dan berganti nama sebelumnya?" celetuk Snotra.
Asgard menoleh sekilas dengan sebelah alis diangkat tinggi.
"Dari ekspresimu, sepertinya belum." Gadis ber-dress moka polos dilapisi jaket kulit itu terkekeh. "Oslo pernah hancur tak bersisa karena kebakaran besar pada tahun 1624. Dalam pembangunannya kembali, namanya diubah menjadi Christiania sampai tahun 1925, kemudian lagi-lagi diubah menjadi Oslo."
KAMU SEDANG MEMBACA
Catatan sang Musafir (Completed)
SpiritualDunia terlalu luas bagi mereka yang menenggelamkan diri di sudut kamar. Namun, terlalu sayang dilewatkan bagi mereka yang suka berpetualang. Dalam perjalanannya mencari jati diri, Asgard Al Fatih menemui banyak karakter manusia. Mulai dari yang dika...