5. Fana Waktu di Zytglogge

246 46 2
                                    

Para pelancong mulai berkumpul di depan Zytglogge. Apa yang mereka tunggu-tunggu sudah hampir tiba. Tak berbeda dengan Asgard yang masih membidik kerumunan di depannya. Perlahan tapi pasti, ditekannya tombol shutter saat dirasa lensa yang ia fokuskan sudah pas. Momen beberapa orang yang kebetulan tampak samping, mau tak mau membuat lelaki itu tersenyum. Indah.

"Look at the bears!" Seorang anak kecil yang berada di gendongan seseorang, tampak mengacungkan telunjuknya ke atas sana. Benar saja, patung mekanik yang terletak di sebelah astrolab berbentuk beruang mulai berputar pada cakram, seakan tengah melakukan parade.

Riuh segera mampir di kedua telinga Asgard. Rata-rata adalah suara decak kagum, sementara yang lain tawa girang dari anak-anak yang datang bersama keluarganya. Meski begitu, lelaki itu tetap mendapati mereka yang menatap mekanisme jam tanpa suara. Hanya diam dengan senyum tipis masing-masing.

"Hei! Kamu pasti orang Indonesia."

Seketika Asgard menoleh dan menemukan perempuan bergaya modis. Perempuan itu mengenakan mini skirt kotak-kotak perpaduan oranye dan hitam, serta atasan off shoulder berwarna putih. Rambut hitam panjang bergelombangnya begitu kontras dengan warna kulit putih bersih perempuan itu. Di hidungnya sendiri, bertengger kacamata hitam yang menambah kesan classy pada sosoknya.

"Jika kamu perhatikan, bukan hanya patung beruang di sana, tapi juga pelawak dan ayam. Ah ... sebentar lagi bagian kesukaanku," lanjut perempuan itu, kali ini berbisik tepat di telinga kanan Asgard.

Tak lama, di atas sana tampak patung Khronos yang mulai memutar jam pasir di tangan kanannya, sementara tongkat di tangan kiri terayun bersamaan. Lonceng di atas menara Zytglogge juga berdentang karena pukulan dari karakter patung bernama Hans von Thann. Asgard menatapnya dengan sorot kagum, lantas kembali menoleh ke arah perempuan itu. Sama, ia tersenyum lebar.

Pukul dua belas siang tepat. Berakhirlah atraksi mekanisme jam karya mahsyur Casper Brunner itu setelah kurang lebih empat menit. Waktu tiga tahun dari 1527 sampai 1530, cukup bagi Casper untuk membangun mekanisme semegah itu.

"Sayangnya itu kurang lama." Perempuan itu berdecak keras saat orang-orang kembali menyebar dengan pemandu wisata masing-masing. Setelahnya, ia pun beranjak menjauhi Asgard dengan gaya berjalan bak bintang catwalk.

Perempuan itu cukup mencolok di mata Asgard. Terlepas dari penampilannya yang sangat jauh berbeda dengan santriwati-santriwati yang biasa Asgard lihat, ia tampak begitu stunning dengan ankle boot berhak 10 cm dan tas keluaran LV.

Menyadari sesuatu, Asgard segera berlari menyusul perempuan itu. "Tidak merasa senang bertemu sesama orang Indonesia?" tanyanya.

Perempuan itu berhenti dan menatap Asgard dengan tangan terlipat di depan dada. Ia melihat Asgard dari atas ke bawah berulang kali. Dirasa puas, ia membuka kacamata hitamnya. "Seneng, tapi aku udah sering ketemu orang Indonesia di sini. Jadi, buat apa aku harus merasa amazed?"

Asgard mengangguk paham. Senyum belum juga luntur di bibirnya saat ia mengulurkan tangan. "Ah ... aku Asgard, siapa namamu? Sepertinya, kamu sudah lama tinggal di Swiss."

Perempuan itu menyambut uluran tangan Asgard. "Moana. Aku baru tinggal di Swiss setahun terakhir. Kelihatannya ... kamu jadi wisatawan di sini. Butuh pemandu?"

Kekehan kecil lolos dari bibir Asgard. Rupanya, Moana cukup peka.

"Ayo, kuajak keliling kota tua Bern."

Mereka berjalan menyusuri kota tua bersama pedestrian lain. Pandangan mata keduanya tak lepas dari gedung bernuansa klasik di sisi kanan dan kiri. Bangunan bertingkat itu, benar-benar memanjakan mata siapa pun yang melihatnya.

Catatan sang Musafir (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang