"Di mana Tuhan berada? Aku buntu saat Xia bertanya demikian, tidak bisa menjelaskan."
Sebelah alis Nizwa terangkat tinggi. Agak mengejutkan sebenarnya mendapat pertanyaan seperti itu. Nizwa sempat mengetuk pelan dagunya dengan telunjuk sebelum memberi penjelasan berdasar sepengetahuannya.
"Jika kita berbicara tentang keberadaan Tuhan, maka Tuhan ada di mana-mana dan tidak ada di mana-mana. Kenapa begitu, karena dimensi yang ditempati oleh makhluk dengan Tuhan itu berbeda. Dari dimensi-Nya, Tuhan bisa melihat kita, tapi dari dimensi kita, kita tidak bisa melihat Tuhan dengan mata telanjang. Ruang dan waktunya berbeda, Asgard.
"Tuhan bukannya tidak menunjukkan eksistensi pada makhluk, tapi makhluk-lah yang dituntut menemukan eksistensi-Nya melalui rasa. Itu kenapa jika membicarakan cinta pada Tuhan, maka kita akan menyebutnya sebagai cinta platonik. Hanya orang-orang berhati bersih yang bisa merasakannya, Asgard. Cinta tanpa nafsu, cinta tanpa rupa, cinta tanpa mengharap apa-apa."
Asgard membisu. Pandangannya seketika kosong setelah mendengar rentetan kalimat itu. Dimensinya dan Tuhan berbeda. Kenapa ia baru terpikir hal itu?
"Seperti yang kita tahu, manusia adalah makhluk dengan segala keterbatasan pengetahuannya. Mau sepintar apa, tetap ada batas di mana dia tidak mengetahui suatu hal. Lagi pula, Asgard, jika manusia tahu dan bisa melihat wujud Tuhan, tidakkah mereka akan buta seketika? Pun jika Tuhan dapat dilihat oleh mata manusia, maka artinya Tuhan tidak adil, karena membiarkan yang bermata normal dapat melihat-Nya, sedang yang buta tidak mampu."
Semakin terhenyak Asgard mendengar penjelasan Nizwa, benar. Bagaimana mungkin ia sempat meragukan-Nya hanya karena pertanyaan manipulatif Xia? Ditariknya napas panjang sebelum diembuskan dengan berat.
"Oh iya, satu lagi mengenai itu. Tajalli Allah, manifestasi. Aku yakin kamu juga pasti tahu hal ini. Allah ada dalam setiap makhluk, bermanifestasi lewat nama-nama-Nya, bersemayam dalam setiap ciptaan-Nya. Bukan hanya Allah sebenarnya, jika kita berbicara secara umum, maka dalam agama lain pun mengenal istilah inkarnasi. Jadi, setiap kita melihat ciptaan-Nya, sama saja kita sedang melihat manifestasi Tuhan."
Nizwa tersenyum lebar untuk mengakhiri penjelasan panjang itu. Diangkatnya kedua alis, memberi pertanyaan Asgard tanpa suara, apa penjelasannya bisa diterima atau tidak. Setelahnya, lelaki itu mengangguk.
"Masih banyak yang ingin kutanyakan, Nizwa," ucap Asgard pada akhirnya, "kamu tahu omnipotence paradox, bukan? Apa jawabanmu untuk itu?"
Nizwa tak langsung menjawab, melainkan berpikir. Ia mengarahkan bola matanya ke kanan atas, berharap ingatannya tentang paradoks itu tidak hilang. Pasalnya, terlalu banyak paradoks yang sudah ia dengar dan pelajari. Sebagiannya belum terjawab tentu saja, contoh paradoks Ship of Theseus tentang materi suatu hal.
"Tentang penciptaan batu?" Nizwa memastikan, membuat Asgard mengangguk mantap. "Aku punya dua versi penjelasan untuk ini. Pertama, perhatikan baik-baik kalimatnya. Jika Tuhan Maha Kuasa, bisakah Dia menciptakan batu yang sangat berat, hingga Dia sendiri tidak mampu mengangkatnya?'
Asgard diam. Apa yang perlu diperhatikan? Kalimat itu tetap akan bermakna sama, bukan?
"Garisbawahi kalimat 'Jika Tuhan Maha Kuasa'. Kalimat awal sudah salah, Asgard. Untuk apa berandai-andai dengan kata 'jika', sedangkan Tuhan memang Maha Kuasa?" Nizwa tersenyum penuh kemenangan, merasa berhasil membuat Asgard mati kutu.
Ekspresi lelaki itu benar-benar seperti orang linglung. Dengan bibir terbuka, dan mata menatap Nizwa lurus dengan dengan sorot bingung. Asgard sama sekali tak terlihat seperti Asgard.
"Untuk jawaban versi kedua, aku akan bertanya lebih dulu padamu. Apa yang dihasilkan dari sebuah penciptaan?" Sebelah alis Nizwa terangkat.
Lama tak mendapat respons, perempuan itu memutuskan kembali melanjutkan, "Sebuah 'ada'. Hasil dari penciptaan adalah 'ada'. Karena Thomas Alva Edison menciptakan bohlam, maka ada bohlam. Karena Alexander Graham Bell menciptakan pesawat telepon, maka ada pesawat telepon. Karena tukang kayu membuat kursi, maka ada kursi. Jadi, mustahil jika hasil dari penciptaan itu adalah 'tidak ada'."
KAMU SEDANG MEMBACA
Catatan sang Musafir (Completed)
SpiritualDunia terlalu luas bagi mereka yang menenggelamkan diri di sudut kamar. Namun, terlalu sayang dilewatkan bagi mereka yang suka berpetualang. Dalam perjalanannya mencari jati diri, Asgard Al Fatih menemui banyak karakter manusia. Mulai dari yang dika...