Adolf Gustav Thorsen, pemahat patung luar biasa yang pernah dimiliki Norwegia. Namanya abadi dalam tiap patung telanjang di Vigeland Park yang usai kukunjungi bersama Snotra.
Benar, mulanya aku berpikir seni hanya omong kosong dan imajinasi liar penciptanya. Namun dari penjelasan Snotra, aku tahu bahwa keoriginalan tiap entitas, memiliki makna yang tak bisa sekadar dilihat mata.
Kesederhanaan dan keluhuran bisa kutemui dalam diriku sendiri. Lewat pikiran, lewat bentuk tubuh ciptaan Yang Maha Ada dan Mengadakan, lewat pandangan mata yang paling sederhana.
Ada maksud dalam segala yang "ada". Aku yakin itu.
Oslo, Thon Hotel Opera, Dronning Eufemias.
Musafir Buta Arah.
-o0o-
Setelah seharian hanya berjalan tanpa arah sendiri, malam ini Asgard diajak bertemu oleh Snotra yang baru merasa baikan atas kakinya.
Meskipun lumayan terkenal dengan barnya, Asgard sudah mewanti-wanti untuk tidak diajak ke tempat itu. Bukan karena pertimbangan aneh-aneh, ia hanya sedang ingin menikmati suasana outdoor yang tidak terlalu bising.
"Sudah menunggu lama?"
Asgard menoleh saat merasakan bahunya ditepuk pelan. Seorang perempuan bercelana levis dipadukan dengan sweater lilac itu berdiri di sana. Dengan rambut pirang curly diikat ekor kuda, ia tampak berbeda dari Snotra yang pernah ditemui Asgard sebelumnya. Terlebih, dengan topi yang menutup kepala.
"You look different, Snotra." Asgard meneliti penampilan perempuan itu dari atas ke bawah. "Sepatu kets? Wow, kau benar-benar menuruti ucapanku waktu itu."
Snotra ikut duduk di bangku taman, tepat di sebelah Asgard. Dipandangnya sejenak langit malam dengan senyum kecil. "Aku hanya kembali memfungsikan salah satu dari sekian banyak sepatu kets-ku yang ada di rumah. Sudah lama rasanya. Jadi, mau tahu tentang apa kali ini?"
Sambil menyugar rambut undercut messy miliknya, Asgard tampak berpikir sejenak. "Bagaimana kalau ... kehidupan beragama di sini?"
Gadis di sampingnya mengangguk beberapa kali. Sebelum mengeluarkan suara, Snotra membenarkan topi yang dikenakan, lebih rendah hingga mungkin orang lain tak akan mengenalinya dari depan.
"Agama resmi di sini sebenarnya Kristen. Awal mula kristenisasi dimulai saat Raja St. Olav Haakon memimpin. Namun, usahanya memperkenalkan Kristen ditolak pada masanya. Entah bagaimana caranya agama ini menjamur sekarang. Mungkin perkawinan salah satu faktornya."
Asgard menatap Snotra lekat. Ia menyadari ada yang disembunyikan perempuan itu, meski Snotra berusaha terlihat santai. Sangat jelas bahwa Norwegian di sampingnya gelisah sejak duduk tadi. Matanya seakan awas menyusuri tiap sudut taman dengan kepala menunduk.
"Is there something wrong, Snotra?" Pandangan Asgard mau tak mau ikut mengawasi sekitar, mencari seseorang yang kemungkinan menjadi alasan temannya bersikap aneh. Namun nihil, tak ada siapa pun.
"Tidak. Everything's ok. Aku lanjutkan." Ucapan Snotra kembali menenangkan Asgard, meski tak sepenuhnya. "Kami memiliki agama adat Paganisme Norse, di mana agama itu adalah salah satu cabang agama Jermanik. Seiring berjalannya waktu, ajaran itu ditinggalkan, bahkan sempat dilarang. Namun, karena beberapa kebiasaan serta minat masyarakat modern, tanpa sadar praktik keagamaan Pagan kembali bangkit dalam bentuk Asatru."
Asgard mengerutkan kening. Ia seperti tak asing pada istilah Paganisme yang dimaksud Snotra.
"Sampai ... sebuah gerakan atau mungkin kumpulan, aku tidak terlalu tahu, berdiri dan diakui oleh pemerintahan Norwegia pada tahun 1996. Namanya Asatrufellesskapet Bifost. Dari sana, penyebaran Paganisme modern kembali dilakukan. Ah ... ada juga agama dukun, namanya Sami. Untuk yang satu itu, aku benar-benar tidak memiliki informasi apa pun. Agama lain mungkin hanya memegang satu koma sekian persen."
KAMU SEDANG MEMBACA
Catatan sang Musafir (Completed)
SpiritualDunia terlalu luas bagi mereka yang menenggelamkan diri di sudut kamar. Namun, terlalu sayang dilewatkan bagi mereka yang suka berpetualang. Dalam perjalanannya mencari jati diri, Asgard Al Fatih menemui banyak karakter manusia. Mulai dari yang dika...