27. Ujung Tombak Perlawanan

104 34 5
                                    

Pertanyaan-pertanyaan itu tidak salah, sama sekali tidak. Yang salah adalah mereka yang tidak bisa menjawab, tetapi malah menyerang penanya dengan statement kafir, syirik, dan murtad serta sejenisnya.

Pertanyaan-pertanyaan itu wajar ditanyakan oleh pencari, baik sadar dirinya pencari atau tidak. Hanya saja, bagi mereka yang terlanjur terdoktrin bahwa ajaran itu dogma, pertanyaan itu rancu, tak masuk akal. Aku pun mulanya berpikir begitu.

Aku sempat mengutuk-Nya karena tak mampu menjawab pertanyaan Xia, bahkan sampai sekarang. Benar, jika dipikir-pikir benar. Ketidakpercayaan Da Xia memang beralasan.

Pada akhirnya aku bersyukur. Ternyata bertemu dengannya, mengajarkan aku untuk terus berpikir, bahkan untuk sesutu yang mungkin jarang dipikirkan orang lain. Aku akan menemukan jawabannya, sesegera mungkin.

Di atas lintasan besi

Musafir Buta Arah

-o0o-

Malang tak dapat ditolak, takdir lagi-lagi membawa mereka pada ketidaktenangan. Baru saja menginjakkan kaki di peron Stasiun Palermo, mereka sudah dicegat di pintu keluar.

Dante mengacak rambutnya kasar. Penampilannya yang sudah kusut semakin kusut dengan kenyataan pahit itu. "Apa mereka bisa membelah diri? Sialan!"

Asgard dan Xia tak berbeda jauh. Dengan raut wajah gelisah, lelaki itu melihat ke arah orang-orang berpakaian serupa yang sedang berjalan mendekat ke arah mereka. Tanpa sadar, baik dirinya, Xia, dan Dante sama-sama merapatkan punggung.

Pekikan orang-orang mulai terdengar saat sebuah letupan peluru terdengar di udara. Bersamaan dengan itu, Asgard, Xia, dan Dante sontak berjongkok sambil memegang telinga. Sisa-sisa mafiosi itu benar-benar tidak main-main perkara dendam, bahkan mereka tak peduli meski berada di tempat umum.

Ketiga orang itu terkepung sempurna dengan beberapa moncong pistol terarah pada mereka. Spontan tangan masing-masing terangkat.

Tak ada yang tidak meneguk ludah kasar, baik mereka bertiga ataupun orang-orang yang ada di sana. Bagi yang tidak tahu, mungkin akan berpikir bahwa Asgard, Xia, Dante adalah buronan atas kasus kriminal tak termaafkan.

Sambil menunduk, Asgard berbisik, "Apa yang harus kita lakukan sekarang?"

Xia dan Dante menoleh dan sama-sama mengedikkan bahu. Benar-benar clueless, sementara orang yang mengacungkan senjata pada mereka semakin mendekat. Beberapa pasang kaki terbalut sepatu hitam mengkilat itu tampak nyata di pandangan ketiganya.

"Wahid, itsnain ...."

Mata Asgard melebar mendengar hitungan itu dari bibir Dante. Hampir ia tersedak jika saja tidak berada pada suasana genting ini. Namun, ia paham maksud lelaki itu, ia memberi aba-aba agar sebisa mungkin tak diketahui artinya oleh lawan.

Tepat saat salah satu moncong shotgun mengarah pada kepala Xia yang memang posisinya berada di tengah dua lelaki itu, Dante berseru, "Tsalatsah!"

Kaki kanan Asgard segera membuat gerakan sapuan ke depan, membuat satu orang tumbang dan senjatanya terlepas begitu saja. Dante dan Xia yang juga sangat siaga segera bangkit lantas merangsek maju dengan kepalan tangan, membuat orang-orang yang masih terkejut itu kelimpungan.

Pekik keras semakin mengoyak gendang telinga mereka, terlebih saat sebuah tembakan kembali terdengar. Meski begitu, ketiganya tak berhenti melawan.

Dante menendang tangan seseorang dengan keras untuk membuatnya kehilangan senjata, lantas menghantamnya dengan tendangan samping yang megarah tepat ke kepala. Berhasil. Sejenak ia melihat ke arah Xia, tetapi kembali menghadapi orang lain.

Catatan sang Musafir (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang