Ariana menutup rapat pintu kamar mandi lantas menyadarkan tubuhnya pada daun pintu. Nafasnya memburu dan dadanya naik-turun. Begitu pula dengan kedua tangan yang senantiasa mencekam erat rok bagian pahanya.
Sampai saat ini, Ariana masih belum bisa melupakan perlakuan serta ucapan Arjuna beberapa menit yang lalu. Dan lagi, ucapan terakhir cowok itu. Seakan-akan, Ariana seperti telah mendapatkan separuh kelegaan hatinya.
Arjuna sayang? Boleh Ariana berharap jika sayang itu akan terus berlanjut ke tingkat yang lebih tinggi lagi?
Ariana mencoba mengatur nafasnya. Posisi tubuhnya mendekat pada bak kamar mandi untuk meraup air itu dan membasuh pada wajahnya. Setelah itu ia menepuk kedua pipinya beberapa kali. Takut jika apa yang baru saja ia dengar ternyata hanya mimpi.
Ariana senang? Jelas! Biarpun jawaban yang Ariana inginkan belum terwujud, namun ucapan Arjuna berhasil sedikit memberinya rasa optimis jika perasannya akan terbalas.
Apa benar kata Rendi, jika ini adalah kesempatannya untuk lebih dekat dengan Arjuna?Ariana menghela nafas, lantas kembali menyandar pada dinding kamar mandi. Sesekali ia meraba pipi bagian kiri bekas ciuman Arjuna beberapa menit yang lalu.
"Astaga kenapa malah kebayang-bayang, sih?" gumam Ariana lirih sembari mengusap tengkuknya malu sendiri. Jujur, Ariana ingin sekali berteriak, namun akses nya terbatas. Jika saja ia kebablasan, pasti orang yang berada di kamar mandi akan berpikiran aneh.
Setelah mencoba beberapa kali menetralkan nafas, akhirnya Ariana memutuskan untuk segera keluar dari kamar mandi. Jam istirahat pertama tidak begitu panjang, dan Ariana telah menghabiskan menitnya di kamar mandi. Ia tidak ingin telat masuk kelas hingga berakhir dihukum lagi.
Langkahnya berjalan santai melewati koridor-koridor yang nanti akan membawanya menuju kelas.
Sampai sebuah tepukan membuatnya menoleh cepat. Seulas senyuman Ariana berikan."Jangan bilang otak lo lenyap gegara kebakar panas matahari, Ar. Ada ya, ora abis dihukum senyam-senyum kayak orang kerasukan gitu?"
Suara Dara membuatnya langsung menoleh dan menatap kesal. Sedangkan yang ditatap hanya cengengesan tidak jelas.
"Lah emang iya lo aneh kok," lanjut Dara.Ariana memilih mengendikkan bahu lalu fokus memandang jalan di depannya.
Tiba-tiba, langkahnya memelan bersamaan dengan netra nya yang mendapati Arjuna baru saja berbelok dari koridor dan sekarang tengah berjalan beberapa meter didepannya. Punggung cowok itu berhadapan dengan Ariana, yang artinya Arjuna berjalan searah dengan Ariana tapi tidak berdampingan."Lo ngapain liatin Kak Juna?"
Ariana segera menoleh kearah Dara yang ternyata juga menatap Arjuna didepannya. Benar, Dara yang merasa terabaikan mencoba mengikuti arah pandang Ariana. Dan setelah ia amati, ternyata itu Arjuna.
"Tadi lo berangkat sama Kak Juna, kan? Udah selesai masalah lo waktu itu?" Ah ya, mengenai masalah tentang Arjuna ia belum menceritakan sama sekali pada ketiga teman-temannya. Ariana pikir, mungkin ia memang tidak harus menceritakannya semua. Takut sahabatnya harus ikut memikirkan masalah Ariana saat ini.
Masalah ini tidak seserius itu.
"Iya, berangkat. Kena hukuman juga," jawab Ariana mengingatkan jika ia sempat terkena hukuman. Hal itu mengundang tawa geli Dara.
"Sekali-kali ah. Mana ada temen cogan, kan? Tapi cogan nya milik orang, hahaha." Lebih ke peringatan, bukan respon yang benar.
"Serah lo!" ketus Ariana lantas melengos kembali menatap Arjuna di depannya. Kira-kira kemana cowok itu akan pergi membuat Ariana kepikiran.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARJUNA
Teen Fiction"Gue bakalan dateng ke acara sama dia." Arjuna menunjuk dengan jari telunjuknya kearah seorang siswi yang terlihat tengah sibuk menempelkan kertas pada majalah dinding. "Lo gila, Jun?" tanya Dewa tak percaya. "Hampir menyerupai lo," sahut Arjuna...