Alana berjalan dengan sangat pelan sesekali dia meringis karena merasakan ngilu di tubuhnya.
Kemarin malam, Alana terlambat pulang karena tak ada angkutan umum. Ya, Alana berbohong saat mengatakan pada Tania kalau dia sudah memesan grab. Nyatanya hingga pukul 7 malam angkot yang ditunggu pun tak menampakkan wujudnya. Membuat Alana harus berjalan 2 km dari halte menuju rumahnya.
Bima marah. Dia tidak suka Alana menjadi gadis nakal yang sukanya keluyuran dan membuatnya malu nanti. Dia menampar Alana dan mengurung Alana di dalam gudang. Alana ingin sekali menangis, tapi papanya tak akan suka melihatnya menangis.
Alana terus berjalan dengan senyum seperti biasa. Di ujung sana, Bian menatap tajam ke arah Alana yang tengah menyapa semua orang dengan senyuman. Bian benci melihat Alana yang tengah tersenyum pada pemuda yang menyapanya.
"Ganjen." Bian berdecih melihat kearah Alana.
Dengan geram Bian segera menghampiri Alana lalu menariknya dengan kuat hingga gadis itu mengikuti langkah Bian yang entah mau kemana.
Mereka berhenti di depan UKS. "Masuk!" Suruh Bian dengan penuh penekanan membuat Alana mendadak takut dan diam di tempatnya.
Dengan tak sabaran Bian segera membuka pintu UKS dan mengajak Alana masuk kedalam ruangan uks yang ternyata masih sepi.
"Duduk!" Alana yang mendengar suara tegas Bian pun segera duduk di kursi yang ada di sana.
"Semalam kemana?"
"Kerja kelompok," jawab Alana.
"Kenapa gak vidio call gue?"
"Emang penting? Nggak kan?"
Bian yang sudah emosi dari semalam pun segera mencengkram bahu Alana dengan kuat hingga membuat Alana meringis karena lebam yang ada di bahunya.
"Buka!" kata Bian membuat Alana terkejut dan menatapnya tak percaya.
"Lo- jangan macam-macam lo," ujar Alana takut.
"Buka! Gue mau liat bahu lo." Kata Bian yang penasaran karena saat ini Alana tengah memakai sweater untuk menutupi lukanya.
"Gue gapapa," ujar Alana berusaha meyakinkan, tapi jangan panggil nama Bian jika saat ini dia percaya dengan ucapan Alana.
"Gue gak percaya, buka! Atau gue yang bukain?" mendengar itu sontak Alana segera membuka sweater nya dan menyuruh Bian membelakanginya.
"Hadap sana," suruh Alana membuat Bian mau tak mau memutar tubuhnya membelakangi Alana.
"Udah?" Tanya Bian.
"Hm," Bian membelalakkan matanya saat melihat luka di bahu Alana, di angkatnya wajahnya jadi menatap Alana. Alana menunduk kala Bian masih terus memandanginya dengan tatapan mengintimidasi.
"Siapa?" Tanya Bian dengan nada rendah dan dingin.
"Nghh itu um-" Alana gugup sambil terus memainkan jari nya.
"GUE BILANG SIAPA?! JAWAB!" Teriak Bian hingga membuat Alana menangis.
Baru ini ada yang mengkhawatirkannya. Seumur-umur Alana hidup, baru kali ini ada orang yang sampai membentaknya karena rasa khawatir. Andai saja Papanya seperti pria yang ada di hadapannya sekarang. Mungkin Alana akan menjadi gadis paling bahagia di muka bumi ini.
"Ga sengaja kena meja," mendengar itu Bian menatap tak percaya ke arah Alana.
Bian memeluk Alana dengan sangat erat membuat Alana yang di perlakukan seperti itu menumpahkan air mata yang selama ini dia tahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALANA (REPUBLISH)
Teen FictionCover by me [FOLLOW SEBELUM MEMBACA!!] Budidayakan meninggalkan jejak seperti VOTE DAN KOMEN! ♡︎♡︎♡︎♡︎♡︎ "Only one day," Alana menatap Bian yang tengah menatapnya. "LO COWOK BRENGSEK BIAN! LO BILANG BAKAL BUAT ALANA BAHAGIA?! TAPI INI APA? LO NYAK...