"Kamu kenapa, Sam?" Risa menatap wajah Bian yang ada di ponselnya, Bian tiba-tiba saja menelfon nya, padahal dia tengah memeriksa salah satu pasiennya.
"Bun, Alana baik-baik aja kan? Sam, kepikiran dia terus, Bun. Dada Sam tiba-tiba sakit, Sam gak tau kenapa."
Risa menatap wajah panik putranya di sana. "A- Alana baik-baik aja kok, kemarin bunda ketemu Alana."
"Berarti cuma perasaan Sam aja," Risa tersenyum menatap wajah putranya.
"Bunda kangen, kapan balik ke sini?" Bian menatap wajah bundanya dengan senyuman menguatkan.
"Sam juga kangen, bilangin ke suami Bunda, Sam gak mau lama-lama di sini." Risa menganggukkan kepalanya lalu kembali menatap wajah Bian.
"Udah dulu ya, Bunda masih banyak pasien, kamu jangan lupa makan, jaga kesehatan, belajar yang bener biar Ayah kamu balikin kamu ke sini."
Bian tersenyum lalu mematikan ponselnya begitupun dengan Risa yang tiba-tiba melamun memikirkan perkataan Bian tadi.
"Se-cinta itu anak saya sama kamu," Risa tersenyum miris mengingat pertemuannya dengan Alana malam itu.
♡︎♡︎♡︎♡︎♡︎
Bima memandangi wajah damai putrinya yang sedang memejamkan mata. Kata dokter Alana koma, dan dokter belum bisa memprediksi kapan Alana akan membuka matanya.
"Sayang, kamu denger Papa, kan, Nak?" Bima menghapus air mata Alana yang tiba-tiba jatuh.
"Kamu denger Papa? Kalau iya, bangun sayang, Papa janji gak akan pernah ninggalin Alana sendiri. Alana mau sama Bian? Papa setuju, Papa akan bawa Bian ke hadapan kamu, tapi Papa mohon... kamu bangun ya, sayang."
Bima tak kuasa menahan air matanya. Menyesal? Bima sangat menyesal tidak pernah memperdulikan putrinya.
Bima mengecup kening Alana lama, kemudian keluar dari ruang ICU untuk menelfon seseorang.
"Batalkan kerja sama dengan perusahaan Mtcrop. Ingat buat perusahaan itu di ambang kebangkrutan."
Bima sudah tau alasan kenapa putrinya drop seperti ini. Itu karena perlakuan Darel, rekan bisnisnya sekaligus Ayah dari Bian.
Bima masih mengingat jelas bagaimana perlakuan Darel terhadap putrinya saat di pertemuan hari itu, hingga putrinya berjalan tak tentu arah di derasnya Hujan.
Bima juga tau kalau Darel mengancam Bian untuk menjauhi Alana. Bima marah besar karena tau Darel akan menghabisi putrinya jika Bian tidak menuruti kemauannya.
"Tuan," Bima menoleh menatap wanita paruh baya yang begitu berjasa bagi kehidupannya.
"Lebih baik, Tuan pulang dulu, non Alana, biar saya yang jagain." Bima menganggukkan kepalanya lalu pergi dari sana.
Sepi. Seperti biasanya, tapi kali ini suasana rumah seperti tidak ada tanda-tanda kehidupan di dalamnya. Bima memperhatikan sekeliling rumahnya lalu naik ke lantai atas.
Cklek
Gelap. Bima menekan saklar lampu hingga kamar itu menjadi terang. Bima melangkahkan kakinya untuk masuk ke dalam kamar Alana.
Bima duduk menatap satu persatu foto yang ada di kamar itu dan pandangan Bima berhenti tepat di atas nakas. Sepasang remaja tengah tersenyum ke arah kamera.
Bima diam lalu kembali melihat isi kamar putrinya. Beberapa piala tersusun rapi di meja khusus yang ada di kamar Alana. Bima melangkahkan kakinya dan memperhatikan setiap piala yang ada di sana. Bima bangga karena Alana terus mendapatkan juara 1 di setiap perlombaan.

KAMU SEDANG MEMBACA
ALANA (REPUBLISH)
Teen FictionCover by me [FOLLOW SEBELUM MEMBACA!!] Budidayakan meninggalkan jejak seperti VOTE DAN KOMEN! ♡︎♡︎♡︎♡︎♡︎ "Only one day," Alana menatap Bian yang tengah menatapnya. "LO COWOK BRENGSEK BIAN! LO BILANG BAKAL BUAT ALANA BAHAGIA?! TAPI INI APA? LO NYAK...