ALANA --12

4.1K 379 9
                                        

Alana diam sembari terus menutup mata saat tidak merasakan apapun. Alana terkejut saat tubuhnya melayang. Dengan perasaan ragu Alana membuka matanya dan terkejut saat dirinya berada dalam gendongan papanya.

Alana mengerjapkan matanya takut kalau ini hanya sebuah mimpi.
Bima mendudukkan Alana di tepi tempat tidur. Dia mengalihkan pandangannya ke seluruh kamar Alana yang sudah berbeda.

"Kamu kenapa?" Tanyanya membuat Alana diam menatap lantai.

"Seharusnya jika kamu tidak sanggup melakukan apapun minta tolong kepada pelayan di rumah ini."
Mendengar itu Alana menatap Bima dengan tatapan rindu.

"Pah," Alana kembali menundukkan kepalanya saat Bima memalingkan wajahnya tak ingin menatap Alana.

"Alana berharap di kehidupan selanjutnya Alana akan tetap menjadi anak Papa."

Mendengar itu Bima segera menatap ke arah Alana yang tengah menatap lantai kamarnya.

"Saya berharap di kehidupan selanjutnya saya tidak akan pernah memiliki anak seperti kamu!"

Air mata Alana jatuh saat mendengar permintaan Bima pada tuhan di kehidupan selanjutnya.

"Amin, Alana akan berdoa semoga Papa gak akan pernah punya anak seperti Alana di kehidupan selanjutnya." Alana menggigit bibirnya dengan kuat menahan isakannya yang akan keluar.

Bima merasakan sesak di dadanya saat mendengar Alana mengaminkan doa nya. Bima berdoa dalam hati semoga di kehidupan selanjutnya tuhan akan tetap membiarkan Alana menjadi putrinya.

"Amin," setelah mengatakan itu Bima berlalu keluar meninggalkan Alana sendiri di sana.

"Alana berdoa, semoga apa yang Papa inginkan terkabul. Walaupun itu doa agar di kehidupan selanjutnya Alana tidak akan menjadi putri Papa lagi."

Alana menatap langit-langit kamarnya dengan mata yang berkaca-kaca. Sudah lama sekali Alana tidak ke rumah sakit. Ya, Alana sudah tidak ingin berjuang lagi, karena sampai kapan pun Alana tidak akan pernah hidup bahagia bersama keluarganya.

Besok ujian kenaikan kelas akan di laksanakan, dimana setiap siswa-siswi harus belajar dengan giat agar mendapatkan nilai sempurna.

Tapi berbeda dengan Alana. Alana justru memilih beristirahat agar tidak drop pada saat mengisi lembaran ujian.

♡︎♡︎♡︎♡︎♡︎

"Pagi," Alana menyapa Bi Mun yang tengah meletakkan sarapan di atas meja.

"Pagi Non."

"Bi, Doain Alana ya. Semoga Alana bisa jawab soalnya dengan benar dan buat Papa bangga sama Alana."

"Pasti atuh Non," Alana tersenyum lalu mengedarkan pandangannya saat tak melihat Bima di meja makan.

Alana tersenyum saat melihat Bima tengah menuruni tangga.

"Pagi Pa," sapa Alana saat Bima duduk di depannya.

"Hm,"

Keadaan di meja makan hening, karena Alana tidak tau ingin membicarakan apa.

"Um Alana berangkat, assalamualaikum." Bima memperhatikan Alana yang tengah berjalan dengan sangat pelan.

"Waalaikumsalam."

"Udah lama?"

"Lumayan," Bian memasangkan helm kepada Alana membuat Alana tersenyum.

"Makasih," Alana memeluk pinggang Bian saat Bian melajukan motornya. Alana tersenyum di sepanjang jalan menuju sekolah. Dia ingin terus mengingat momen kebersamaannya dengan Bian.

♡︎♡︎♡︎♡︎♡︎

"Eh, Al." Panggil Tania saat melihat Alana duduk di sampingnya.

"Iya?"

"Gue perhatiin makin hari lo makin pucet, lo sakit?" Tanyanya membuat Alana tersenyum dan menggelengkan kepalanya.

"Gak, gue Cuma lagi kurang enak badan aja."

"Benerkan? Lo lagi gak bohongin kita kan?" Tanya tania.

"Enggak, Lo santai aja, gue gak kenapa-napa kok."

"Al, di panggil Bian tuh di depan." Teriak Kribo.

Alana keluar kelas untuk menemui Bian. Sesampainya di sana Alana mengerutkan dahinya saat Bian memeluknya tiba-tiba.

"Kamu kenapa?" Bian tidak menjawab perkataan Alana.

"Aku sayang sama kamu, Lana." Alana memandang wajah Bian khawatir.

"Iya, kamu kenapa?" Tanya Alana lagi.

"Aku gapapa," mendengar itu Alana makin mengerutkan dahinya heran melihat tingkah Bian yang aneh.

"Masuk gih, nanti aku jemput. Kamu jangan keluar kelas." Alana menganggukkan kepalanya setelah itu melihat punggung Bian yang kian menjauh dari hadapannya.

Alana kembali duduk di kursinya karena kebetulan ujian ke dua akan segera di mulai. Saat ini guru pengawas tengah membagikan soal ujian ke setiap siswa.

"Tidak ada yang boleh menyontek, kalau ketahuan sama saya, saya gak akan segan-segan buat dia tinggal kelas." Mendengar itu semua teman kelas Alana mengerjakan ujian dengan berdasarkan kemampuan masing-masing.

Mereka tau kalau guru killer di hadapan mereka saat ini tidak pernah main-main saat mengucapkan sesuatu.

Ujian berlangsung dan Alana mengerjakan soal soal itu dengan sebisa mungkin. Sesekali Alana akan meletakkan pensilnya dan menengadahkan kepalanya untuk mengambil nafas.

"Huft," Alana kembali mengerjakan soal-soal nya dan tidak lama kemudian bel pertanda ujian selesai berbunyi nyaring membuat setiap siswa yang belum selesai mendesah kecewa dan akhirnya menjawab dengan asal-asalan yang penting selesai.

Bian berdiri di depan kelas Alana. Menunggu guru pengawas yang tengah mengumpulkan kertas jawaban itu keluar. Terkadang Bian membalas sapaan siswa yang lewat dan menegurnya.

"Hai, gimana?" Tanya Bian saat sudah menghampiri Alana.

"Hmm ada yang lumayan susah sih soalnya."

"Kalau gak bisa jawab, ga usah di jawab ya. Sebisa kamu aja." Alana tersenyum sambil terus menatap Bian yang tengah mengelus pipinya.

"Yuk," Bian membalikkan badannya lalu berjongkok di hadapan Alana. Alana yang paham pun segera naik ke punggung Bian dan melingkarkan tangannya di leher Bian.

Bian menggendong Alana dari kelas hingga ke parkiran membuat semua anak-anak yang berada di koridor melihat pemandangan yang sudah biasa karena memang sebulan ini Bian selalu menggendong Alana setiap pulang sekolah.

"Bian,"

"Hmm," Alana memperhatikan wajah Bian dengan seksama.

"I love you so much." Bian tersenyum dan menoleh ke samping untuk melihat Alana yang sedang berada di gendongannya.

"I love you more." Alana tersenyum dan mengacak-acak rambut bian membuat Bian tersenyum.

******
Tbc

SPAM NEXT!!!

27 februari 2021

ALANA  (REPUBLISH)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang