"Alana pernah bilang waktu itu, Alana gak bisa jauh dari Papa. Alana gak bisa hidup tanpa Papa. Tapi sekarang, Alana rasa--" Bima diam menunggu kata selanjutnya dari Alana yang tiba-tiba membuat dadanya nyeri seperti di tusuk oleh ribuan jarum.
"Pah, kalau Alana jauh dari Papa, apa Papa akan ngerasa kehilangan?" Alana mengeratkan pelukannya yang hampir terlepas. Bima diam tak menjawab, Bima sibuk menghalau air matanya yang tiba-tiba ingin tumpah. Apa ini? Mengapa Alana berkata seperti ini?"Alana gak tau apa yang terjadi sama Papa selama ini, tapi Alana mohon, jangan salahin Alana pah. Alana gak tau apapun. Alana cuma tau Alana butuh Papa, Alana sayang sama Papa. Papa jaga diri baik-baik ya."
"Oh iya," Alana tertawa sebentar membuat mata Bima semakin memerah karena menahan air matanya.
"Alana juga udah ketemu Mama," mendengar itu Bima mengepalkan tangannya.
"Mama baik banget Pah, Mama meluk Alana waktu Alana sakit, Mama cium kening Alana, P-pah," Mata Alana memberat dengan pelukannya yang kian mengendur.
"Mama bilang, Mama sayang banget sama Alana." Jelas Alana membuat air mata Bima jatuh.
"Papa tau, Mama bilang apa waktu meluk Alana seperti ini?" Tanyanya membuat Bima menggelengkan kepalanya.
"Mama bilang... Tante juga sayang sama Alana, Hiks Mama gak tau kalau Alana putrinya, Pah, Alana gapapa Mama gak kenalin Alana, tapi Alana bahagia saat tau ternyata Mama sayang sama Alana, walau kita baru ketemu. Papa tau? Mama juga meluk Alana sampai Alana tidur, Alana senang banget waktu itu, Alana bisa tidur nyenyak saat Mama peluk Alana." Bima merasakan sakit di dadanya saat Alana menceritakan itu semua.
Bima merasa bersalah, selama ini dia tak pernah memberikan itu semua kepada Alana. Selama ini dia tak pernah memeluk putrinya hingga tidur dengan nyenyak. Dia malah memukul putrinya dengan kejam. Di rasakan nya pelukan Alana yang melemah. Dia masih diam membiarkan Alana memeluknya.
"Alana gak kuat lagi Pah, Al- Alana sayang banget sama Pa-pa." Bima menangkap tubuh Alana yang hampir jatuh. Alana pingsan di pelukannya. Air mata Bima mengalir deras saat melihat hidung dan tangan Alana di penuhi oleh darah.
Di rengkuh nya tubuh putrinya. Dia baru menyadari tubuh Alana tidak seperti dulu. Pipi chubby Alana berubah menjadi tirus, badan Alana juga kurus seperti tidak makan berbulan-bulan. Dia memegang rambut Alana yang dilihatnya berubah bentuk. Di sentuhnya rambut itu seketika dia menangis sejadi-jadinya saat tau ternyata rambut Alana sudah tidak ada.
Dia menatap wig yang ada di tangannya. Di peluknya tubuh Alana erat sambil terus meraung di sana membuat para karyawan berlari dan membuka pintu ruangan Bima. Mereka terkejut melihat Bima menangis sambil memeluk seorang wanita dengan rambut yang sudah lepas dari kepalanya.
"Alana sayang, buka matamu Nak, ini Papa hiks jangan tinggalin Papa, Nak. Papa janji gak akan pergi jauh, Alana gak mau pisah sama Papa kan? Alana mau terus sama Papa kan, Nak? Papa gak akan ngirim Alana jauh dari Papa. Papa akan ngenalin Alana sama dunia. Papa akan umumin ke dunia, kalau Alana putri kesayangan Papa satu-satunya."
Mereka semua yang melihat kejadian itu pun ikut menangis merasakan kesedihan dan penyesalan, Bima. Salah satu dari mereka mendekat dan menyadarkan, Bima. Bima beralih menatap sekretarisnya.
"Saya sudah menelfon ambulans, Pak, sebentar lagi ambulans datang." Bima kembali memeluk putrinya, dia menatap semua orang yang ada di sana.
"Dia putri saya, cantik kan?" Semua orang menganggukkan kepala dengan air mata yang terus mengalir.
"Papa seperti apa saya hiks Alana bangun sayang, Papa gak bakalan cuekin kamu lagi, Maafin Papa, Nak."
Bima memeluk tubuh Alana dengan erat, mengecup kening putrinya berkali-kali.
"Pak, Ambulans nya sudah tiba."
Bima menggendong Alana membawanya ke bawah saat mengetahui ambulans sudah ada di bawah. Dengan tangan gemetar Bima meletakkan Alana di brankar dan ikut masuk kedalam ambulans.
Perjalanan kali ini membutuhkan waktu lama menurut Bima. Terhitung saat dia berkali-kali menyuruh supir ambulans menambah kecepatan mobil. Ambulans berhenti di rumah sakit membuat para suster segera mengeluarkan Alana dari Ambulans dan mendorong brankar dengan cepat. Bima terus menggenggam tangan Alana dengan air mata yang terus menerus mengalir.
"Maaf Pak, Bapak tidak bisa masuk." Alana di larikan ke dalam ruang ICU karena kondisinya memburuk.
Bima melihat tubuh Alana yang sedang dipasang berbagai alat dan bermacam selang di pasang ke tubuhnya. Bima menyandarkan tubuhnya di dinding, menatap ke arah ruangan dimana putrinya tengah berjuang untuk hidup."Maafin Papa, Alana, Papa jahat. Papa gak pernah ngertiin kondisi kamu." Bima menjambak rambutnya frustasi.
"Jangan kerja terus, Pa."
Bima diam memperhatikan gelas di hadapannya, lalu duduk termenung melihat sikap aneh Alana hari ini.
"Pa, Alana udah siapin makanan kesukaan Papa," Bima yang baru saja duduk di meja makan diam sembari menatap makanan yang ada di meja.
"Nih, makan yang banyak, biar Papa sehat."
"Pah, kalau Alana jauh dari Papa, apa Papa akan ngerasa kehilangan?"
"Hiks Mama gak tau kalau Alana putrinya, Pah,"
"Alana sayang sama Papa. Papa jaga diri baik-baik ya."
Bima menangis sambil terus membenturkan kepalanya lalu menjambak rambutnya frustasi sambil menatap ke arah langit-langit rumah sakit.
♡︎♡︎♡︎♡︎♡︎
Canberra, Australia.
"Kamu kenapa?" Gadis itu menatap bingung ke arah Bian yang terus saja memegang dadanya.
"Dadaku sakit, sshh." Bian meremas dadanya yang seperti di tusuk ribuan jarum.
"Alana," batin Bian.
"Kita ke rumah sakit?" Bian menggelengkan kepalanya membuat Angel segera mengambilkannya air dan memberikannya pada Bian.
"Ini minum dulu." Bian meminum air itu hingga tersisa setengah tapi perasaannya masih sama.
Apa ini? Kenapa tiba-tiba dadanya sakit dan Alana tiba-tiba muncul di pikirannya.
"Bian,"
Bian menatap sekelilingnya saat mendengar seseorang memanggilnya. Tidak ada siapa-siapa di sana selain Angel, tunangannya dan beberapa orang yang tengah asik menikmati makanan di kafe itu.
"Kamu kenapa, Sam?"
"Bian kembali,"
Bian bangkit dari duduknya dan mencari suara seseorang yang memanggil namanya.
"Aku butuh kamu Bian, tolong kembali lah."
Bian diam saat mengetahui itu adalah suara seseorang yang amat dia rindukan.
"Alana," gumam Bian membuat Angel menarik tangannya dan menatap bingung ke arahnya.
"Kamu sakit?" Bian diam sambil terus mencari Alana ke sana ke mari.
"Bian, aku mohon kembalilah." Bian memegang dadanya yang seperti di hantam oleh sesuatu yang keras.
Mata Bian memerah menahan rasa sakit hingga air matanya keluar.
"Lana,""Lana siapa? SAMUDRA!" Angel menahan kedua bahu Bian agar tetap menatap ke arahnya.
Angel diam menatap ke arah Bian yang seperti orang linglung. "KAMU KENAPA?" Angel berteriak membuat beberapa pengunjung di sana menatap heran ke arah mereka karena tidak mengerti apa yang tengah terjadi.
"A-aku," Tanpa melanjutkan ucapannya dia berlari meninggalkan Angel sendirian di sana.
*****
TbcSPAM NEXT!!
16 Maret 2021
![](https://img.wattpad.com/cover/257995610-288-k734804.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
ALANA (REPUBLISH)
Teen FictionCover by me [FOLLOW SEBELUM MEMBACA!!] Budidayakan meninggalkan jejak seperti VOTE DAN KOMEN! ♡︎♡︎♡︎♡︎♡︎ "Only one day," Alana menatap Bian yang tengah menatapnya. "LO COWOK BRENGSEK BIAN! LO BILANG BAKAL BUAT ALANA BAHAGIA?! TAPI INI APA? LO NYAK...