Bian datang ke rumah Alana pagi ini. Di lihatnya satpam tengah asik di taman, dengan hati-hati Bian membuka pintu yang ada di samping pagar. Pintu kecil yang selalu di gunakan dalam keadaan darurat.
Bian berlari dengan kencang saat melihat Pak Supri tengah sibuk mengurusi taman membantu Bi Mun memindahkan pot-pot yang ada di sana.
Dibukanya pintu rumah Alana lalu masuk perlahan menuju lantai atas. Dia melihat setiap pintu kamar yang di lewatinya, lalu matanya menatap pintu yang bertuliskan Alana.
Bian tersenyum saat menghirup aroma khas gadisnya. Bian masuk dan mengunci pintu kamar Alana takut ada yang memergokinya.
Di lihatnya isi kamar alana yang sangat rapi, bahkan ada lemari khusus novel di sana. 1 buah televisi dan sofa lalu meja belajar dan juga nakas yang berisi fotonya dan alana.
Di lihatnya alana tengah tertidur dengan damainya. Alana tak terusik sama sekali saat Bian duduk dan mengelus rambutnya. Bian beralih ke arah laci yang terbuka. Ada botol obat yang berbeda dari botol obat lainnya.
Di bukanya lebih lebar laci itu dan di ambilnya botol obat itu. Bian membaca tulisan di botol itu, tangan bian melemah saat tau ternyata itu obat penenang.
Tatapannya tertuju pada Alana yang tengah tertidur pulas. Bian sakit melihat Alana tidur dengan damainya karena sebuah obat. Bian menyimpan obat itu di saku hoodie nya. Dia tak akan membiarkan Alana menyentuh obat itu lagi selama ada dirinya.
Bian berbaring dengan memeluk Alana erat. Mencium kening Alana lama lalu beralih ke pipi gadis itu yang mulai menirus.
Apa gadisnya tidak makan dengan benar? Atau calon mertuanya tak memberi gadisnya makan? Bian tersadar saat menyebut papa Alana calon mertuanya.
Di tatapnya Alana lama, lalu dia pergi dari sana dengan mengendap-endap.
Rindu Bian terobati saat melihat Alana. Ya, walaupun belum sepenuhnya hilang sih.♡︎♡︎♡︎♡︎♡︎
"Di mana Alana?" Bima menatap Bi Mun yang sedang meletakkan segelas kopi di mejanya.
"A-ada di kamar Tuan." Bima baru saja pulang dari luar kota. Entah mengapa Bima sangat mencemaskan Putri semata wayangnya itu.
Alana putri kecilnya yang sangat dia sayangi tapi, semenjak kejadian itu dia sangat tersiksa jika melihat Alana, hingga dia memilih menjauh dan tak memperdulikan Alana.
Dia sadar seharusnya dia tak memukuli Alana tapi saat itu dia melihat sosok wanita yang begitu dia cintai ada di hadapannya menggantikan Alana, hingga dia kalut dan memukul Alana.
"Panggilkan dia kemari." Bi Mun segera naik kelantai atas untuk memanggil Alana yang tengah berbaring dengan tubuh yang kurus.
Sudah sebulan Alana tak masuk sekolah, dia tak ingin merepotkan orang lain terutama Bian selaku pacarnya. Ah mengingat Bian, Alana jadi rindu dan ingin memeluk pria itu.
"Non, di panggil Tuan." Alana yang mendengar itupun langsung menatap ke arah pintu dimana Bi Mun berdiri dan menatap ragu ke arahnya.
Seolah tau apa yang di pikirkan Bi Mun, Alana hanya mampu tersenyum berusaha meyakinkan kalau dia baik-baik saja.
"Gapapa Bi," ujar Alana sambil berusaha bangkit dari tidurnya. Alana mencuci wajahnya dan mengoles sedikit bibirnya dengan liptin agar tidak terlalu pucat.
"Ayo Bi," Alana menarik tangan wanita itu dengan semangat, membuat wanita itu harus mengikuti kemauan Alana.
Bima melihat Alana di lantai atas. Alana berlari menuruni tangga sambil terus memanggilnya dengan senyuman hangatnya. Alana memeluknya dengan erat sambil mengadu tentang kesehariannya selama ini, membuat bima tersenyum dan memeluk alana erat sesekali mencium kening alana dengan sayang.
![](https://img.wattpad.com/cover/257995610-288-k734804.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
ALANA (REPUBLISH)
Teen FictionCover by me [FOLLOW SEBELUM MEMBACA!!] Budidayakan meninggalkan jejak seperti VOTE DAN KOMEN! ♡︎♡︎♡︎♡︎♡︎ "Only one day," Alana menatap Bian yang tengah menatapnya. "LO COWOK BRENGSEK BIAN! LO BILANG BAKAL BUAT ALANA BAHAGIA?! TAPI INI APA? LO NYAK...