Alana menatap wanita yang tengah memandangnya dengan tatapan yang Alana yakini penyakitnya serius.
"Sebaiknya kita harus segera mengambil tindakan, karena kalau tidak--" Dokter Risa menjeda ucapannya kemudian menggenggam tangan Alana dengan erat.
"Ini demi kamu Alana, melihat kamu saya teringat dengan teman saya yang pernah berjuang demi hidup seseorang. Dia berjuang demi anak yang dia kandung tapi, tuhan baik. Tuhan menyelamatkan nyawa bayi itu dan tuhan juga menghilangkan rasa sakit teman saya dengan cara memanggilnya ke tempatnya." Jelas Risa.
"Kamu tau? Teman saya itu sangat keras kepala, dia mempertahankan kandungannya padahal bisa saja karena benih itu dia tiada. Tapi, dia justru mempertahankan Bayinya dan membuktikan kalau dia bisa membuat Bayi itu melihat dunia. Dan harapannya tercapai. Bayi itu sekarang mampu melihat dunia dan menghirup alam bebas."
"Apa kamu gak mau berjuang seperti teman saya?"
Alana diam. Dia bingung ingin berjuang demi siapa? Papa nya? Papa nya tak suka dia ada di dunia. Bian? Bian mungkin akan menjauhi Alana saat mengetahui hal ini. Lalu untuk siapa dia berjuang? Bi Mun? Ah tidak, dia tak ingin membuat Bi Mun susah untuk merawatnya. Jadi? Biarkan lah Alana menanggung semuanya sendiri. Karena selama ini pun Alana selalu sendiri.
"Berjuang lah demi seseorang yang berarti di hidup kamu Alana." Risa mengelus tangan Alana dengan lembut.
"Apa dokter punya seorang Anak?" Tanya alana dengan menatap sendu wanita di hadapannya.
"Iya, anak saya seusia kamu. Dia anak saya satu-satunya."
"Apa dokter pernah memeluknya?" Tanya Alana membuat Risa menatapnya dengan berkaca-kaca.
"Iya, saya selalu memeluknya dengan erat. Saya akan menjadi pelindungnya, saya akan menjadi yang pertama untuk anak saya."
"Bagaimana rasanya di peluk dan di kuatkan seperti itu?" Tanya Alana lirih membuat air mata Risa jatuh.
"Saya sangat merindukan mama saya, tapi saya nggak pernah tau mama saya dimana?"
"Tante, boleh saya peluk Tante sebentar?" Tanya Alana dengan menatap Risa yang dibalas Risa dengan anggukan.
Tangis Alana pecah saat Risa memeluknya dengan erat. Alana menangis sejadi-jadinya di bahu Risa. Alana sangat merindukan mama nya. Alana butuh papa nya. Tapi tak ada satupun dari mereka yang menemaninya.
Risa mengecup kening Alana dan menghapus air mata Alana. Di pegang nya kedua pipi Alana hingga Alana menatapnya dengan air mata yang terus jatuh ke wajahnya.
"Dengerin Tante, Alana itu gadis kuat, Alana beda dari yang lain, jadi Alana harus berjuang supaya sembuh, ya sayang. Alana harus kuat demi Tante. Tante akan berusaha buat Alana sembuh, Alana mau berjuang bareng Tante kan?" Tanya Risa membuat Alana kembali memeluknya dengan erat.
Alana menatap cermin di depannya. Di lihatnya lengannya dan hampir seluruh tubuhnya lebam. Alana memakai kaus yang di lapisi oleh jaket, dia juga mengenakan celana jeans panjang dan sepatu putih.
"Mau kemana?" Bima melihat Alana melewati meja makan.
"Mau ke rumah Tania Pah,"
"Jangan pulang lama-lama!"
"Iya, Alana berangkat Pah," Alana berniat mengecup tangan Bima tapi Bima segera menepisnya membuat Alana tersenyum pahit dan pergi dari sana.
Sampai di rumah sakit, Alana segera masuk ke dalam ruangan Risa. Dia melihat Risa tengah menelpon dengan seseorang.

KAMU SEDANG MEMBACA
ALANA (REPUBLISH)
Teen FictionCover by me [FOLLOW SEBELUM MEMBACA!!] Budidayakan meninggalkan jejak seperti VOTE DAN KOMEN! ♡︎♡︎♡︎♡︎♡︎ "Only one day," Alana menatap Bian yang tengah menatapnya. "LO COWOK BRENGSEK BIAN! LO BILANG BAKAL BUAT ALANA BAHAGIA?! TAPI INI APA? LO NYAK...