➡ Chapture 1

121K 12.4K 347
                                    

Aya menghela napasnya kasar, dia menatap kalender yang berada di ponselnya. Ini sudah tanggalnya dia harus membayar kos, pasti nanti saat dirinya pulang Ibu kos sudah berdiri di depan pintu dan menengadahkan tangan dengan memasang wajah tajam ngajak ribut.

"Sumpah ya, emak belum ngirim uang tapi kenapa waktu berjalan cepet banget? Mana duit gue tinggal cepek," dumel Aya dan mengacak rambutnya seperti orang frustasi.

"Ahaha, kenapa lo?"

Aya mendongak dan menatap Cilla teman seperjuangannya sejak mereka masih zaman pake popok dan minyak kayu putih.

"Rekomendasiin kosan mumer dong, gue lagi bokek banget. Kalau terus tinggal di kosan Bu Mirna bisa-bisa gue gak jajan terus, ini aja udah gak jajan selama delapan bulan cuma buat nyisihin bayar kosan." Aya menggaruk rambutnya sambil menatap ponselnya yang masih menampilkan aplikasi kalender.

"Ada nih, mau gak?" tanya Cilla dan menyomot kentang goreng miliknya baru saja dia taruh di atas meja kantin.

"Di mana? Mau-mau, perbulan berapa?" tanya Aya bersemangat seperti dirinya sedang mendapat lotre saja.

"Temen sejurusan gue sih yang rekomen. Namanya kosan Mirasena, deket dari kampus, palingan satu kiloan lah," ujar Cilla memberitahu dan Aya menganggukan kepala.

"Ya ya ya di mana? Perbulannya berapa?" tanya gadia itu lagi. Dirinya sudah tak betah tinggal di kosannya saat ini dan ingin cepat-cepat pindah dari kosannya itu karena harganya yang selangit.

"Gak tau juga kalau perbulannya, lo ke sana tanya sama Ibu kosannya. Kalau kata temen gue sih murah, kali aja cocok sama kantong lo tiap bulannya," jelas Cilla dan menyeruput jus mangga pesanannya.

Aya menganggukkan kepalanya. "Tadi namanya apa? Kosan Mirasena?" tanya Aya memastikan jika nama kosan yang akan dia datangi sepulang kelas terakhir itu benar.

Cilla mengangguk membenarkan. "Atau lo mau tinggal di kosan gue?" tawar Cilla yang langsung ditolak mentah-mentah oleh Aya.

"Jual ginjal gue kalau tinggal di kosan lo yang perbulannya udah kayak ngontrak."

Cilla terkekeh dan melanjutkan makannya. Dia melirik Aya yang masih menatap ke arah ponsel dengan mulut yang komat-kamit tak jelas.

"Kenapa lagi lo?" tanya Cilla mengerutkan dahinya melihat Aya yang selalu bertingkah aneh.

"Ngitung tanggal berapa emak sama bapak gue bakal kirim uang," jawab gadis itu kemudian menghela napasnya kasar. "Ahh, gak nyangka bajet di Surabaya bisa semahal ini. Mana kita udah semester delapan lagi, pasti banyak biaya yang harus dikeluarin."

Cilla mengeluarkan sesuatu dari dalam tas kuliahnya membuat Aya mengerutkan keningnya bingung.

"Brosur kerja part-time di minimarket toko punya temen gue, kali aja lo mau," jelas Cilla yang seakan tahu apa yang akan Aya tanyakan padanya.

Cilla melanjutkan makannya sambil sesekali menatap ke arah sekitar dan menatap Aya.

"Boleh nih, thanks ya, Cil," ujar Aya tersenyum dan Cilla hanya menaikkan kedua alisnya seakan menjawab sama-sama.

Aya menghela napasnya lega dan meminum es tehnya yang sudah mencair. Untung saja masih terasa dingin.

↩↩↩

Aya mengerutkan dahinya saat membaca papan nama di depan sebuah bangunan saling berdempetan seperti sebuah kontrakan dalam satu komplek.

"Lumayan gede nih kosan, beneran murah gak ya?" gumamnya bertanya-tanya. Dia celingukan mencari pemilik kosan.

"Nyari siapa neng?"

Kos-kosan Mantan [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang