➡ Chapture 14

72.2K 9K 387
                                    

Aya berjalan keluar dari rumah Gara. Lama-lama berada di dalam satu ruangan yang sama dengan laki-laki itu sangat tidak baik untuk sistem jantungnya.

Ketika Aya ingin menuju kamarnya, tiba-tiba seseorang memanggil namanya membuat gadis itu membalikkan badannya.

Kening Aya mengkerut ketika melihat sepasang mata dari atas pagar kosan.

"Bukain pagernya woy," ujar orang itu sambil menunjuk-nunjuk pagar hitam kosan Mirasena.

"Cilla?" Aya memastikan jika itu benar sahabatnya. Orang itu bergumam dan Aya segera membuka pagar untuk Cilla.

"Lama ihh, kan panas di luar," ujar Cilla dengan bibir yang sudah maju satu senti. Kebiasaan gadis itu jika sedang merajuk ataupun kesal.

"Lagian lo ke sini gak bilang dulu," sahut Aya yang tidak ingin di salahkan.  Aya bergerak ingin menutup pintu pagar kosan kembali. Tapi Cilla langsung menahan tangan sahabatnya membuat Aya menoleh dengan kening yang mengkerut.

"Ardan kan belum masuk, ya masa mau di luar aja," ujar Cilla dan celingukan keluar pagar. "Ardan."

Aya menatap Cilla bingung. "Mas Ardan ikut ke sini?" tanya Aya memastikan kembali dan Cilla menganggukkan kepalanya.

"Dia mau liat keadaan lo. Soalnya kan kejadian kemarin tanggung jawab dia juga," jelas Cilla dan Aya hanya ber'oh' sambil manggut-manggut.

Tidak lama Ardan menampakkan diri. Dengan kikuk laki-laki itu menyapa Aya dan gadis yang masih memakai piyama tidur itu tersenyum menyambut Ardan.

"Ayo masuk. Tadi ke sini naik apa? Kalau bawa motor, mending motornya dimasukkin aja. Soalnya takut rawan maling," ujar Aya dan Ardan mengangguk sopan.

"Kita jalan kaki kok, kan deket dari Lovebird Mart ke Mirasena," jawab Cilla dan sudah berjalan duluan menuju kamar Aya.

Baru saja mereka ingin mengikuti Cilla. Sebuah suara menginterupsi mereka berdua.

"Tidak baca peraturan yang tertera di depan rumah?" tanya Gara sambil menunjuk papan peraturan dengan tangannya.

Aya yang baru sadar menghela napasnya kemudian memutar badannya menghadap Gara. "Saya izin mengundang teman-teman saya untuk main ke kamar kosan. Bapak Sagara yang terhormat."

Gara menganggukkan kepalanya. Aya berniat ingin melanjutkan langkah kakinya, tapi lagi-lagi Gara bersuara.

"Sebentar."

"Apalagi?" Aya menatap Gara gemas, ingin rasanya dia meremas-remas wajah Gara.

"Saya mengizinkan kamu mengundang temanmu. Tapi, untuk laki-laki tidak boleh sampai masuk ke dalam kamar," jelas Gara dan menatap tajam Andra.

Andra hanya bisa celingukan tak paham dengan tatapan Gara yang terlihat tidak menyukai kedatangan dirinya.

"Loh, peraturan itu kan gak ada? Buktinya Mbak Lilie kemarin bawa temen cowoknya Kak Gara biasa aja, dan tiap hari Mbak Dira ke rumah Kak Gara juga biasa saja. Kenapa Mas Andra gak boleh masuk?" tanya Aya tak selow, emosinya meningkat satu derajat.

Gara dengan santainya memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celananya lalu menatap lekat Aya.

"Peraturan baru yang saya buat mulai detik ini juga. Berlaku oleh siapapun termasuk saya juga."

Napas Aya memburu, gadis itu meniup poninya berulang kali. Gara mengibarkan bendera perang kepadanya.

"Gak! Ya masa saya biarkan Mas Andra berdiri di luar saja? Kak Gara gak punya hati banget." Aya menentang mentah-mentah peraturan konyol yang baru saja Gara buat sepihak.

Kos-kosan Mantan [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang