➡ Chapture 23

57.7K 7.4K 364
                                    

"Cil, nemu gak?" teriak Aya dari kamar mandi. Dia sedang memandikan Hana dan meminta Cilla untuk mencarikan bajunya yang sudah kekecilan di tubuhnya.

"Ya, lo mikir deh. Meskipun baju lo kecil, ya pasti kegedean lah di badannya Hana." Cilla berdecak dan kembali duduk di tempatnya semula.

Aya mendengus. "Hana tunggu sini sebentar." gadis itu keluar dari kamar mandi dan berdecak melihat Cilla yang malah asik ngemil.

"Mama Olla tahu kalau lo ngangkat Hana jadi anak?" tanya Cilla menatap Aya yang sedang mencari pakaian untuk Hana.

"Belum. Jangan lo kasih tahu, Cil. Bisa-bisa gue kena amuk Mama." Aya menatap tajam Cilla.

"Terus kenapa lo angkat Hana jadi anak kalau lo aja belum punya bakat buat jadi seorang Ibu?" tanya Cilla yang terdengar mengejek di kuping Aya.

Gadis itu mengambil kaos warna kuning dan dalemannya yang sudah kekecilan. Biarkanlah, yang penting Hana pakai baju.

"Belajar, Cil. Kan nanti kalau gue udah nikah dan punya anak, gue udah punya pengalaman." Aya menjawab dengan santai dan mendekati Hana kemudian menghanduki gadis kecilnya itu.

Aya menarik Hana lalu memakaikannya minta kayu putih dan juga bedak bayi. Untung saja dia mengoleksi barang-barang seperti ini di kamar kosnya.

"Kalau entar kita udah wisuda dan balik ke Bogor. Hana gimana? Sedangkan lo sama Kak Gara udah gak punya hubungan apa-apa lagi?" Cilla menatap Aya membuat sahabatnya itu terdiam dan melirik Cilla.

"Iya juga ya, Cil." Aya baru kepikiran. "Ahh biarin aja Hana ikut Kak Gara sebagai Ayah angkatnya," sahut Aya setelahnya.

"Hana maunya ikut Bunda. Kalau bisa sama Ayah juga," ujar Hana menggelengkan kepalanya.

"Noh kan, Ya." Cilla menatap Aya. Dia ikut bingung dengan permasalahan sahabatnya itu.

Aya menatap Hana dan tersenyum. Dia baru saja memakaikan baju untuk Hana dan mempaskan celana dalamnya yang kegedean untuk Hana dengan peniti.

"Kalau Hana ikut Ayah, banyak manfaatnya. Hana bisa jajan sepuasnya, nanti Hana juga bisa dapet Bunda yang jauh lebih cantik dari Bunda Aya."

Tangan Aya mengambil sisir dan menyisir rambut Hana dengan pelan dan lembut.

"Tapi bagi Hana. Bunda Aya jauh lebih cantik. Bahkan sama Mama Hana aja, masih cantik Bunda Aya." Hana berujar dengan polosnya membuat Aya tertawa.

"Gue dibilang cantik loh, Cil." Aya menaik turunkan kedua alisnya membuat Cilla bergidik ngeri dan berjalan ke arah kamar mandi.

Setelah selesai menyisir dan membedaki kembali wajah Hana. Aya memilih untuk mengangkat sepatunya yang dia jemur di depan tadi.

Saat tangan Aya sudah mengambil sepatu, kupingnya mendengar pembicaraan antara Gara dan Dira. Karena kebetulan mereka berdua sedang mengobrol di teras rumah laki-laki itu.

"Aku gak bisa nikahin kamu secepatnya, Dir." ini suara Gara. Aya sangat hapal.

Karena penasaran, Aya memilih melambat-lambatkan gerakannya yang mengangkat sepatu. Dia membolak-balikan sepatunya.

"Tapi kenapa, Ga? Ibuk udah nanyain kapan kamu lamar aku terus. Dan Ayah juga sedang sakit. Dia kepingin lihat anak gadisnya menikah." suara Dira terdengar kecewa dan memaksa.

"Aku belum siap membangun rumah tangga, Dir. Aku takut gagal."

"Yakin aja, Ga. Aku bakalan nurut sama kamu, aku bakal belajar jadi istri yang sholehah buat kamu dan Ibu yang bisa dicontoh buat anak-anaknya kelak."

Kos-kosan Mantan [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang