➡ Chapture 13

70.7K 9.2K 563
                                    

Aya membuka kamar kosannya, dia keluar dan berjalan menuju tong sampah. Dia baru menyadari jika tempat sampah di kamarnya sudah penuh, padahal dirinya tidak merasa membuang sampah sebanyak itu di tempat sampah kecilnya.

Hari ini dirinya free time, karena jadwal bimbingannya bersama Gara diundur besok. Dan hari ini juga dia mendapat libur dan dibayar lagi, karena Andra yang mengetahui kejadian kemarin dari CCTV. Malam-malam laki-laki itu menanyai kabarnya, untung saja Aya beluk tidur dan gadis itu baru saja menyelesaikan drama Korea True Beauty.

Tentang masalah semalam, setelah mendengar suara Gara dia segera berlari ke mandi untuk membersihkan diri dan berteriak jika dirinya sedang mandi dan kalau ingin memberikan sesuatu taruh saja di depan pintu. Tapi saat dirinya keluar, dia hanya mendapatkan sekantor plastik kecil goreng pisang yang di cantelkan di gagang pintu kamar kosnya.

Aya masih belum bisa bertemu dengan Gara untuk semalam. Tidak memungkinkan juga jika dirinya keluar dan menemui Gara disaat keadaannya sedang jelek-jeleknya.

Gadis itu membuang satu kantong sampah selama empat hari ini di tong sampah samping pagar kosan Mirasena.

Saat dirinya ingin kembali masuk, Aya melihat seorang anak kecil yang berjongkok di dekat tiang listrik. Anak kecil yang terlihat sangat kumuh, bahkan pakaian anak kecil itu terlihat kecoklatan karena tanah.

Gadis itu celingukan, karena melihat lingkungan yang sepi Aya berjalan mendekati anak kecil itu dan berjongkok di hadapannya.

"Hai cantik," sapanya membuat anak kecil tanpa mengikat rambutnya itu mendongak menatap Aya. "Kamu ngapain di sini? Mama sama Papa kamu mana?" tanya Aya celingukan kembali.

"Kakak siapa ya?" anak kecil itu bertanya dengan mengundurkan badannya berniat menjauhi Aya.

"Eh, jangan takut. Kakak baik kok, gak bakal gigit kamu," ujar Aya dan tersenyum lembut.

Anak kecil itu perlahan bersikap santai dan memperhatikan Aya yang masih tersenyum.

"Kenalan boleh?" tanya Aya dan menyodorkan tangannya di hadapan anak kecil itu. "Nama Kakak, Kayra. Orang-orang suka panggil Kakak dengan sebutan Yaya atau Aya."

Anak kecil itu dengan ragu mengambil tangan Aya. "A-aku Gerhana, panggil Hana aja, Kak."

Aya tersenyum dan mengangguk, tangannya yang lain mengelus punggung tangan Hana yang kotor.

"Kamu ngapain di sini? Kedua orang tua kamu ke mana? Umur kamu berapa?" tanya Aya beruntun, sedetik kemudian dia menyengir ketika menyadari kelakuannya.

Hana tersenyum. "Umur Hana 4 tahun, Kak. Kemarin kemarinya lagi, Hana diajak naik motor sama Bunda tiri Hana. Tapi, tiba-tiba Hana diturunin di lapangan yang ada di sana," ujar Hana polos sambil menunjukkan ke arah tanah lapang yang sesekali pernah Aya datangi.

Aya yang mendengar itu hatinya langsung mencelos. "Ya Allah. Tega banget," ujarnya dan mengelus lembut rambut Hana.

"Terus Hana tidur di mana semalam sama semalamnya lagi?" tanya Aya yang ikut prihatin dengan keadaan Hana.

"Awalnya Hana bingung, Kak. Malem-malem Hana suka duduk di bawah tiang listrik ini dan ketiduran. Soalnya Hana takut, Kak takut kalau ada orang jahat, kata Mama jangan gampang percaya sama orang asing."

Aya tersenyum dan mengangguk. "Hana pinter. Mau ikut sama Kakak?" tanya Aya dan Hana menatap Aya dengan tatapan waspada.

"Tenang ... Kakak gak bakal jahatin Hana, kakak itu protagonis bukan antagonis," ujar Aya mencoba memberi kepercayaan pada Hana.

Dengan ragu Hana menganggukkan kepalanya membuat Aya tersenyum. Sebelum Hana mengambil tangan Aya, tiba-tiba sebuah suara terdengar membuat mereka berdua mengalihkan tatapan ke arah sumber suara.

"Kak Gara?"

Gara ikut berjongkok di samping Aya dan matanya memandangi Hana, membuat gadis kecil itu membalas tatapan Gara.

"Dia bukan orang baik, Ya. Seharusnya kamu yang jangan mudah percaya dengan orang lain," ujar Gara menoleh menatap Aya.

"Hah?" Aya menatap Hana, dan gadis kecil itu menyeringai licik. Kemudian menarik tangan Aya dan menggigitnya dengan kencang membuat Aya terpekik kaget bahkan sampai menangis.

Gara segera bertindak, dia menjauhkan Aya dari gadis itu dan mendorong gadis kecil itu hingga tangan Aya terlepas. Hana berlari dan menjulurkan lidahnya ke arah Aya yang menatap Hana dengan tatapan tak percaya.

"Kakak bodoh. Pantes gak ada yang cinta sama Kakak dengan tulus, soalnya Kakak gampang percaya dan bodoh. Sok baik lagi." setelah mengatakan itu Hana berlari pergi sana.

Air mata Aya yang tadi sudah mengalir tambah mengalir dengan derasnya. Apa yang Hana katakan benar adanya. Ternyata tertampar kenyataan itu sangat menyakitkan seperti ini. Bahkan Aya sudah melupakan rasa sakit di tangannya.

Gara memandangi Aya yang menunduk dengan kedua bahu yang bergetar

"Yaya."

Aya menggelengkan kepalanya, dan saat dirinya ingin berdiri Gara menahannya membuat Aya mendongak menatap laki-laki itu. Kejadian selanjutnya sama sekali tidak pernah Aya bayangkan. Gara menggendongnya ala-ala pengantin baru membuat jantungnya berdetak tak karuan di dalam sana.

"Kak Gara," cicitnya dan menatap Gara.

Gara tidak menanggapinya, dia berjalan memasuki kosan Mirasena dan membawa Aya ke dalam rumahnya untuk mengompres lengan gadis itu.

Gara mendudukkan Aya di sofa. "Bu Parmi, tolong ambilkan air berisi es batu dan satu sapu tangan saya di lemari paling bawah," teriaknya.

Laki-laki itu mengambil tangan kanan Aya yang terluka, bekas gigitan Fany sangat dalam sampai-sampai berbekas.

Tidak berselang lama Bu Parmi datang dengan membawakan apa yang Gara minta tadi.

Bu Parmi terpekik kaget melihat lengan Aya yang terluka. "Ini kenapa dengan Non Aya, Den? Kok bisa sampai begini?" tanya Bu Parmi meringis menatap bekas gigitan di lengan gadis itu.

"Ana berulah lagi, Bu. Sepertinya anak itu memang harus dilaporkan ke Pak RT untuk ditindaklanjuti," ujar Gara dan mulai mengompres lengan Aya di bekas gigitan Hana.

"Iya, Den. Anak itu memang sangat meresahkan. Nanti siang Ibu bilang ke Pak Haji," ujar Bu Parmi dan kembali meringis ketika matanya menatap Aya.

Sedangkan Aya sendiri hanya memperhatikan Gara yang berlutut di hadapannya. Laki-laki itu terlihat sangat serius mengompres lengan Aya.

Gara mendongakkan kepalanya membuat Aya segera mengalihkan pandangannya ke arah lain. Gara tahu, meskipun Aya menyembunyikannya dan bertingkah biasa saja. Dia tidak buta, dan dia peka.

"Kamu semalam habis nangis? Gara-gara saya?" tanya Gara yang membuat Aya dan Bu Parmi menoleh menatap laki-laki itu dengan wajah kaget.

"Non Aya nangis, Den? Gara-gara Aden? Memangnya Aden udah ngapain Non Aya?" tanya Bu Parmi dan menatap Aya dengan khawatir. Bahkan Ibu paruh baya itu sudah duduk di samping Aya dan mengecek seluruh tubuh gadis itu.

"Geer banget," sahut Aya jutek dan membuang muka.

Gara tertawa kecil dan mencelupkan sapu tangannya ke dalam air kemudian memperasnya dan kembali menempelkannya di tangan Aya.

"Masih sama. Kirain saya sudah berubah," ujar Gara melirik Aya yang masih membuang muka.

To Be Continue.

Komentarnya untuk chapter 13.👉

Terima kasih.

Kos-kosan Mantan [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang