➡ Chapture 9

73.7K 9.6K 620
                                    

"Kamu juga gak akan menikah sebelum saya mendapatkan jodoh."

Aya mendongakkan kepalanya kaget menatap Gara. "Kok ... Kak Gara nyumpahin Aya juga?!" tanya Aya tak percaya. Aya baru mengetahui ternyata Gara orangnya pendendam.

"Karena saya yang akan menikahi kamu, bukan orang lain."

Aya cengo, benarkah seorang Gara akan mengatakan hal itu? "Hah? Apa?"

Gara menaikkan sebelah alisnya. "Iya, saya menyumpahi kamu juga. Salah sendiri kamu nyumpahin saya duluan," ujar Gara.

Aya tersadar, jadi ucapan Gara yang sebelumnya hanya ilusi? Hahaha, bisa-bisanya dia membayangkan seorang Gara berkata seperti itu.

"Kak Gara sialan." Aya segera menutup pintu kamar kosannya dengan kencang membuat Gara hanya diam dan mengerutkan keningnya samar.

Aya segera masuk ke kamar mandi sambil tangannya menggaruk-garuk dan mengacak-acak rambutnya, membuat rambutnya sebelas duabelas dengan rambut singa.

Setelah menyelesaikan ritual mandinya yang menghabiskan waktu satu setengah jam itu, Aya duduk di pinggiran kasurnya. Kasur tanpa ranjang, karena kasur inipun adalah fasilitas kosan Mirasena.

Aya menatap ponselnya yang berlayar hitam, semakin bertambah dewasa dirinya semakin malas bermain ponsel. Padahal dulu dia adalah manusia yang everytime playing with handphone. Hampir setiap waktu Aya bermain benda pipih itu, bahkan ketika bangun tidur yang dia cari pasti ponselnya. Tapi sekarang baginya ponsel hanya alat sarana menghubungi kedua orang tuanya dan juga mendapatkan kabar tentang kuliahnya.

Aya mengambil ponselnya dan menyalakan layarnya, dia membuka kata kunci ponselnya kemudian mencari kontak sang Mama.

Aya menekan tombol telepon dan menempelkan ponselnya di kuping kanannya.

"Hallo Assalamu'alaikum, Kak?" suara sang Mama terdengar di dalam ponselnya. Aya merindukan Mamanya.

"Waalaikumsalam, Ma. Kabar Mama gimana? Sehat kan?" tanya gadis itu mencoba menetralkan detak jantungnya yang mulai bergemuruh dan hatinya yang menjeritkan jata rindu.

"Alhamdulillah sehat, Kak. Kakak kenapa baru nelpon Mama? Apa gak kangen sama Mama, sayang?" tanya sang Mama dari sebrang sana.

"Aya kangen Mama, tapi kata Mama ... Aya gak boleh ngeluh, makanya Aya mencoba buat gak ngeluh ke Mama."

Terdengar helaan napas di sebrang sana. "Mama gak pernah keberatan kalau Kakak mau ngeluh ke Mama. Tapi alasan Mama bilang kayak gitu, biar Kakak fokusin dulu ke kuliah lalu kembali ke Bogor dan bisa bareng-bareng sama keluarga."

Aya mengangguk meskipun Mamnya tidak bisa melihatnya. "Aya bakal berusaha, Ma. Doakan saja."

"Mama selalu doakan Kakak. Sehat-sehat ya di sana, jangan terlalu manja sama Kak Gara."

Aya menghela napasnya pelan, dia memang belum memberitahu tentang putusannya hubungan dirinya dengan Gara, meskipun sudah dua tahun lamanya.

"Enggak kok, Ma. Aya gak pernah lagi nyusahin Kak Gara," ujar Aya lelah. Lelah karena move on-nya dipertanyakan kembali.

"Kemarin Kak Gara WA Mama, katanya kamu diusir dari kosan yang lama ya? Kenapa gak bilang ke Mama, Kak?"

Hati Aya mencelos mendengarnya. Gara menghubungi Mamanya? "Kak Gara chat Mama?"

"Iya, tiap hari Kak Gara suka chat Mama. Nanyain kabar Mama sama Ayah, sama suka ngasih tips hidup sehat dan menghemat uang." terdengar kekehan diakhir kalimat Mama.

Kos-kosan Mantan [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang