16. Ridwan & Gina

2.2K 285 33
                                    

Katakan bahwa ikatan batin antar dua sahabat yang sudah berlangsung lama itu benar-benar ada. Edo tiba-tiba saja datang ketika Ridwan berhasil menenangkan Fadil. Awalnya Edo sempat pesimis ketika untuk kesekian kali harus mendatangi rumah sahabatnya. Namun bagaimana lagi, dia rindu juga khawatir dengan sahabatnya yang pasca kecelakaan tiba-tiba menghilang begitu saja.

Saat ini mereka sedang berada di ruang keluarga, dengan Fadil yang masih pada posisi yang sama, dan Ridwan yang juga masih sibuk mengompres cidera Fadil dari luar kaos agar Edo tidak bertanya macam-macam.

"Om, itu nggak apa-apa?" tanya Edo setengah berbisik. Gesturnya menunjuk Fadil yang tengah memejamkan mata dengan dadanya yang masih di kompres.

"Nggak apa-apa. Tenang aja." Nyatanya perkataan Ridwan berbanding terbalik dengan hatinya. Masih ada rasa khawatir disana. Namun Fadil tidak mungkin mau jika harus kembali dibawa ke Rumah Sakit.

"Jadi Om sama Fadil beberapa hari ini darimana aja? Edo beberapa kali ke rumah tapi nggak ada orang sama sekali."

Ridwan tidak langsung menanggapi. Merapikan kaos Fadil sebentar, kemudian atensinya beralih ke arah Edo sembari tersenyum.

"Liburan lah. Masa Fadil sekolah terus, ntar kamu kalah pinter lagi."

Edo mendengus kesal, kebiasaan Ayah sahabatnya itu tidak pernah serius.

"Serius kali, Om."

"Kamu pikir om bercanda?" Ridwan membersihkan beberapa benda yang berantakan di atas meja.

"Oh iya. Kata Fadil kalian sempat kecelakaan. Kamu nggak apa-apa?" tanya Ridwan begitu selesai membereskan semuanya.

"Aku sih nggak apa-apa. Justru Fadil itu kayanya yang kenapa-napa, Om." Edo masih memandang serius sahabatnya. Beberapa hari terakhir dia dibuat khawatir setengah mati. Merasa bersalah juga karena kurang berhati-hati saat membawa kendaraan.

"Maksud kamu?" Ridwan pura-pura tidak paham. Ia akan mencari tau dari sudut pandang Edo.

"Dia jatuh di atas motor. Edo sih loncat, jadi nggak ada luka serius."

Ridwan mengangguk, untuk yang ini cerita Edo sama persis dengan apa yang diceritakan Fadil sebelum masuk Rumah Sakit.

"Waktu itu Edo nggak sempet tanya macam-macam, soalnya Fadil langsung nyuruh lanjut jalan karena khawatir sama Nino."

Ridwan mengubah ekspresinya, dia jadi ingat sebelum kecelakaan itu  Fadil pergi terburu-buru untuk menolong sahabatnya itu.

"Terus si Nino itu ternyata kenapa?" tanya Ridwan serius.

"Dibegal, Om. Tapi nggak apa-apa, cuma kepalanya dijahit dikit."

Raut wajah Ridwan semakin serius, "Itu kan masih belum terlalu malem ya. Aneh-aneh aja begal jaman sekarang," ujar Ridwan sedikit... curiga.

"Nggak tau, Om. Lagi butuh banget kali," ujar Edo sok serius.

"Rumah Nino dimana?" 

"Itu dekat bekas pabrik kertas yang kebakaran. Pabriknya luas banget, sepi, gelap. Jadi mungkin begalnya curi kesempatan."

Kali ini Ridwan mengangguk paham.

"Jalannya sepi?"

"Sepi banget, Om. Kata Fadil kalau cari 'anu' disana bisa dapet banyak."

"Anu apaan?" tanya Ridwan bingung.

"Itu temen-temennya Fadil." Edo mengangkat jari telunjuk dan jari tengahnya kemudian menggerakannya sedikit. Menjelaskan 'anu' yang ia maksud.

FADILTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang