Fadil menunggu dengan gusar kedatangan mamanya. Waktu sudah menunjukkan pukul 06.57. tiga menit lagi bel masuk sudah berbunyi. Edo, Nino dan Nia sudah masuk terlebih dulu, Fadil yang menyuruhnya. Anak itu tidak ingin saja mereka bertemu dengan mamanya. Mamanya itu tidak bisa ditebak, selain itu ada yang ingin ia tanyakan perihal panggilan dari mamanya semalam.
Sebuah mobil yang Fadil kenali perlahan berhenti tepat di depan halte tempat Fadil menunggu. Tidak jauh dari gerbang sekolah. Hanya sekitar 30 meter saja. Bersamaan dengan pintu mobil yang terbuka, bel sekolah berbunyi. Fadil buru-buru menghampiri mamanya dan memberikan tas yang sedari tadi dipegangnya.
"Ma, Fadil langsung ya udah bel."
Fadil hendak melangkah namun tertahan karena suara mamanya tiba-tiba mengintrupsi.
"Masuk. Ada yang ingin mama sampaikan," ujarnya dingin.
Takut-takut Fadil mendekat, mungkin karena terlalu pelan, mamanya tidak sabar hingga menariknya ke dalam mobil. Tubuh Fadil yang tinggi membuat kepalanya terantuk cukup keras karena tidak sempat menunduk seperti biasa saat ia memasuki mobil.
Setelah mobil milik Gina tertutup otomatis, mobil itu terlihat berjalan meninggalkan area sekolah.
--
Edo, Nino dan Nia menunggu dengan gusar kedatangan Fadil. Jam pertama di hari Jum'at adalah pelajaran olahraga. Saat ini pemanasan sudah dimulai. Sesekali ketiga remaja yang sedang mengikuti gerakan pemanasan yang diarahkan ketua kelas itu menolah ke arah koridor, berharap Fadil tiba-tiba muncul dan memasuki barisan.
Pak Agus yang berkeliling terlihat heran ketika tidak mendapati siswa tinggi menjulangnya di barisan depan.
"Fadil dimana?" tanyanya.
Ketua kelas seketika menghentikan gerakannya. Para siswa saling melirik, serempak mereka menoleh ke arah barisan Edo, karena hanya anak itu yang biasanya selalu terlihat dengan Fadil.
"Ijin di pelajaran olahraga Pak, di UKS," jawab Edo asal. Pak Agus terlihat mengangguk-anggukan kepalanya membuat Edo mengehela napas lega. Untung saja Fadil lumayan sering absen di pelajaran olahraga, tidak sulit rasanya jika harus membohongi Pak Agus.
Sebenarnya mereka bertiga terutama Edo dan Nino masih diselimuti perasaan ragu. Ragu dengan penjelasan Fadil semalam.
Anak itu menjelaskan, ia menangis di depan gerbang karena begitu merindukan mamanya, tetapi tidak selalu bisa bertemu. Sekali bertemu pun hanya dalam waktu singkat. Edo dan Nino tentu tidak percaya begitu saja. Bagaimanapun Fadil yang mereka temukan di depan gerbang rumah kemarin sore menangis seperti bukan karena sedang merindukan mamanya, melaikan seperti orang ketakutan dan stres. Namun mereka memilih diam saja dan percaya.
Kedua, tentang beberapa berkas yang semalam Fadil kerjakan dan menyembunyikan dari papanya. Penjelasan Fadil cukup membuat mereka bingung. Anak itu menjelaskan bahwa ia hanya ingin membantu mamanya dan meringankan pekerjaannya. Dia mengatakan biasa melakukan itu untuk membantu. Tentang papanya, ia mengatakan tentu papanya tidak akan suka karena itu pekerjaan orang tua, bukan anak remaja. Apalagi kalau papanya sampai tau Fadil mengorbankan hampir seluruh jam tidurnya untuk begadang.
Mereka menceritakan hal itu pada Nia. Gadis itu pun juga keheranan.
"Bukannya Fadil itu biasa aja ya?" tanyanya. Saat ini mereka bertiga sedang berada di kantin. Ada 30 menit jeda sebelum mereka memasuki kelas.
"Maksud gue, dia kan biasanya nomor dua di kelas. Nomor satunya kan elo." Nia menunjuk Edo. Sementara yang ditunjuk masih berpikir keras. Ia berusaha menyambungkan beberapa kejadian yang mungkin pernah ia lihat selama bersahabat dengan Fadil.
KAMU SEDANG MEMBACA
FADIL
Teen FictionFadil itu pintar tapi standar menurut Papanya. Mereka sudah seperti anjing dan kucing pokoknya. Tidak ada yang pernah mau mengalah. Tapi Papanya cukup menyenangkan. Mama Fadil itu tegas sekali, kadang Fadil sampai canggung dengan Mamanya sendiri. Me...