Akhir pekan tanpa gangguan Gina membuat Ridwan sedikit tenang. 2 hari ini dia mendadak menjadi seorang papa yang super protektif terhadap Fadil. Karena bagaimana pun Gina itu tipe perempuan yang nekat, bisa saja tanpa sepengetahuannya dia bisa bertindak di luar nalar.
Senin pagi ini bahkan Ridwan berisi keras untuk mengantar Fadil ke sekolah. Menolak tawaran Edo yang tadinya akan menjemput. Fadil sih santai saja, toh bagus dia bisa seakrab ini dengan Papanya.
"Nanti 30 menit sebelum pulang kabarin Papa. Jangan coba-coba hubungin atau respon apa-apa dulu dari mama kamu. Biar dia merenungi kesalahan dia dulu."
"Iya."
"Dan kamu paling bisa baca pikiran orang lain. Jadi Papa harap kamu bisa tau mama kamu datang ke kamu itu dengan maksud baik atau nggak."
"Ck, dikira cenayang apa."
"Ya emang cenayang kan?"
Fadil mendengus, "nggak semuanya bisa kali Pa," jelas Fadil.
"Emang iya?" tanya Ridwan baru tau.
"Iya lah. Papa aja yang gampang dibaca."
Ridwan menepuk kepala Fadil pelan, "nggak sopan kamu tuh baca-baca pikiran papa."
Fadil hanya nyengir menanggapinya.
"Udah sana turun. Bosen papa lihat kamu terus," canda Ridwan yang tak urung mengusak rambut anaknya gemas.
"Bosen apanya. Paling nanti di kantor juga nggak tenang mikirin Fadil, terus chat 'Fadil lagi ngapain?' hahaha."
"Iya lah, namanya juga sama anaknya sendiri. Mana ganteng pula."
"Iya dong. Papa aja kalah ganteng."
Ridwan mendorong pelan tubuh Fadil, "sana-sana keluar. Telat tau rasa kamu."
"Masuk dulu ya, Pa. Assalamualaikum." Pamit Fadil sembari mencium tangan Papanya.
"Wa'alaikumsalam."
Ridwan tidak langsung berlalu begitu saja. Masih memndangi punggung Fadil yang kian menjauh. Anak laki-laki satu-satunya yang menurutnya sangat baik, bahkan sekalipun tidak pernah bersikap kurang ajar padanya.
Ada rasa bangga yang selalu dirasakan Ridwan bisa memiliki anak seperti Fadil. Selain menurut, sopan, anak itu bahkan tidak pernah minta yang macam-macam padanya. Sampai Ridwan sendiri kadang bingung, untuk apa uang yang selama ini dia cari, sementara yang dicarikan saja tidak pernah meminta apapun sama sekali.
Dimana hatimu bisa sampai tega menyakiti anakmu sendiri Gina? Fadil terlalu baik, sangat berharga.
**
Senin dan upacara. Hal yang paling membuat Fadil was-was. Bukan apa-apa sih, hanya saja tubuhnya selalu manja ketika terpapar sinar matahari terlalu lama.
Bukan rahasia umum lagi tentang hal itu. Kadang teman-temannya malah membuat taruhan dengan kondisi Fadil. Bertaruh Fadil bisa menyelesaikan upacara hingga selesai, atau ambruk sebelum waktunya. Mengingat itu, Fadil agak sebal juga. Andai dia bisa mengendalikan kondisi tubuhnya semudah avatar mengendalikan elemen air, api dan lainnya.
"Fadil aman?" tanya salah satu guru Pembina yang kebetulan mengawasi di baris belakang.
Kan? Bahkan gurunya saja tidak percaya kalau Fadil bisa menyelesaikan upacara hingga akhir.
"Aman, Pak," jawab Fadil. Ya meskipun kepalanya nyut-nyutan, tapi terlalu sering tumbang membuatnya gengsi, dan berusaha keras untuk bertahan.
Akhirnya keberuntungan berpihak pada Fadil karena Kepala Sekolah akan segera menghadiri acara, jadi amanat kali ini berjalan sangat singkat. Membuat sebagian teman Fadil mendesah pasrah karena kalah taruhan.
KAMU SEDANG MEMBACA
FADIL
Teen FictionFadil itu pintar tapi standar menurut Papanya. Mereka sudah seperti anjing dan kucing pokoknya. Tidak ada yang pernah mau mengalah. Tapi Papanya cukup menyenangkan. Mama Fadil itu tegas sekali, kadang Fadil sampai canggung dengan Mamanya sendiri. Me...