9. Playing Victim

2.3K 290 5
                                    

            Balkon adalah tempat yang menjadi pilihan Edo dan Nino untuk mengahabiskan waktu malam ini. Keduanya memutuskan untuk menginap di rumah Fadil. Bagaimanapun mereka tidak akan membiarkan Fadil yang sedang dalam kondisi kurang baik seorang diri.

Papa Fadil belum menampakkan dirinya hingga pukul 21.00. Keduanya pun tidak ada yang berniat untuk menghubungi ayah dari sahabatnya itu. Alasannya, Fadil sudah dalam kondisi yang lumayan. Remaja itu bahkan sudah tertidur setelah menangis tanpa alasan yang jelas.

Nino yang tengah menghirup sebatang rokoknya menghembuskan asap putih itu kasar. Dia baru saja masuk menjadi sahabat Edo dan Fadil. Kejadian hari ini benar-benar tidak pernah ia pikirkan akan dan pernah terjadi di kehidupan Fadil. Anak itu sulit ditebak, ada kalanya usil, ada kalanya sangat dingin. Dan malam ini ada sisi lain lagi yang ia temukan. Nyatanya anak itu begitu rapuh dan tidak semudah itu disentuh.

"Gue butuh penjelasan," ujarnya beberapa menit setelah hening menyelimuti.

Edo mengangkat kepalanya, lantas menghela napas begitu saja.

"Gue nggak tau sebanyak itu. Dia nggak seterbuka itu," jawabnya frustasi. Baru kali ini ia merasa tidak berguna sebagai sahabat.

"Dia nggak pernah kaya gini sebelumnya. Itu yang gue tau."

Nino mengepalkan tangannya erat. Ia kesal. Sudah jelas bukan fisik Fadil saja yang terlihat ringkih, namun psikis anak itu. Dia yakin ada sesuatu yang salah yang terjadi di kehidupan sahabatnya itu.

"Tas tadi.." Edo tiba-tiba berujar. Ia berbalik dan hendak membuka pintu balkon menuju kamar Fadil.

Edo terhenyak. Tangannya menggantung di udara. Dari luar matanya menangkap Fadil yang tengah berkutat dengan komputer dan beberapa macam map di atas mejanya.

Edo ingin segera masuk, ia kesal dengan Fadil. Kenapa anak itu tidak istirahat saja, ia kira Fadil baru akan terbangun besok pagi setelah insiden tadi. Nyatanya anak itu bahkan sudah terlihat sangat sibuk.

Pergerakan Edo yang akan membuka pintu kamar Fadil terhenti. Nino menahannya.

"Kita lihat dulu," ujar Nino dingin.

Edo akhirnya mengangguk. Mengikuti saran Nino kali ini mungkin menjadi pilihan terbaik.

1 jam

Fadil masih serius berkutat dengan beberapa map, membukannya halaman perhalaman. Kadang berpikir sangat serius dan mengetik sesuatu. Saat kebingungan Fadil akan mengacak rambutnya.

Tak lama Edo dan Nino melihat Fadil mengeluarkan plastik berisi 2 bola coklat dan memainkannya.

Mata Nino memicing, tak paham dengan yang Fadil lakukan.

"Kenari. Fadil biasa pakai itu buat ningkatin konsentrasi," jelas Edo ketika menangkap raut kebingungan Nino.

Nino mengangguk paham. Beberapa waktu kemudian Fadil kembali fokus, tangan kurus nan panjang itu kembali menari-nari di atas keyboard.

--

Pukul 23.00 terdengar suara mobil memasuki pekarangan rumah. Edo dan Nino tidak bisa melihat dengan jelas siapa karena posisi kamar Fadil menghadap kearah samping rumah.

Ketika keduanya kembali melihat ke dalam kamar Fadil, mereka sedikit kaget karena anak itu tiba-tiba merapikan semua kekacauan tadi, memasukkan map-map tadi ke dalam tas. Menutup laptopnya, kemudian langsung beranjak ke atas tempat tidur tanpa mematikan lampu. Fadil biasa tidur dengan keadaan lampu menyala.

FADILTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang